LANGIT7.ID-Islam mempersempit daerah
haram. Kendatipun demikian soal haram pun diperkeras dan tertutup semua jalan yang mungkin akan membawa kepada yang haram itu, baik dengan terang-terangan maupun dengan sembunyi-sembunyi.
Justru itu setiap yang akan membawa kepada haram, hukumnya haram; dan apa yang membantu untuk berbuat haram, hukumnya haram juga; dan setiap kebijakan (siasat) untuk berbuat haram, hukumnya haram.
"Akan tetapi Islam pun tidak lupa terhadap kepentingan hidup manusia serta kelemahan manusia dalam menghadapi kepentingannya itu," tulis
Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (Bina Ilmu, 1993).
Oleh karena itu, kata Al-Qardhawi, Islam kemudian menghargai kepentingan manusia yang tiada terelakkan lagi itu, dan menghargai kelemahan-kelemahan yang ada pada manusia.
Justru itu seorang muslim dalam keadaan yang sangat memaksa, diperkenankan melakukan yang haram karena dorongan keadaan dan sekadar menjaga diri dari kebinasaan.
Oleh karena itu Allah mengatakan, sesudah menyebut satu-persatu makanan yang diharamkan, seperti: bangkai, darah dan babi:
"
Barang siapa dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas, maka tiada berdosa atasnya, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." (QS al-Baqarah: 173)
Baca juga: Sesuatu yang Haram Berlaku untuk Semua Orang, Begini PenjelasannyaMenurut al-Qardhawi, yang semakna dengan ini diulang dalam empat surat ketika menyebut masalah makanan-makanan yang haram.
Dan ayat-ayat ini dan nas-nas lainnya, para ahli fiqih menetapkan suatu prinsip yang sangat berharga sekali, yaitu: "Keadaan terpaksa membolehkan yang terlarang."
Akan tetapi ayat-ayat itu pun tetap memberikan suatu pembatas terhadap si pelakunya (orang yang disebut dalam keadaan terpaksa) itu; yaitu dengan kata-kata ghaira baghin wala 'aadin (tidak sengaja 3 dan tidak melewati batas).
Ini dapat ditafsirkan, bahwa pengertian tidak sengaja itu, maksudnya: tidak sengaja untuk mencari kelezatan. Dan perkataan tidak melewati batas itu maksudnya: tidak melewati batas ketentuan hukum.
Dari ikatan ini, para ulama ahli fiqih menetapkan suatu prinsip lain pula, yaitu: adh-dharuratu tuqaddaru biqadriha (dharurat itu dikira-kirakan menurut ukurannya).
Oleh karena itu, setiap manusia sekalipun dia boleh tunduk kepada keadaan darurat, tetapi dia tidak boleh menyerah begitu saja kepada keadaan tersebut, dan tidak boleh menjatuhkan dirinya kepada keadaan darurat itu dengan kendali nafsunya.
Dia harus tetap mengikatkan diri kepada pangkal halal dengan terus berusaha mencarinya. Sehingga dengan demikian dia tidak akan tersentuh dengan haram atau mempermudah dharurat.
Baca juga: Bersiasat Terhadap Hal yang Haram, Hukumnya adalah HaramIslam dengan memberikan perkenan untuk melakukan larangan ketika darurat itu, hanyalah merupakan penyaluran jiwa keuniversalan Islam itu dan kaidah-kaidahnya yang bersifat kulli (integral). Dan ini adalah merupakan jiwa kemudahan Islam yang tidak dicampuri oleh kesukaran dan memperingan, seperti cara yang dilakukan oleh ummatummat dahulu.
Oleh karena itu benarlah apa yang dikatakan Allah dalam firmanNya:
"Allah berkehendak memberikan kemudahan bagi kamu, dan Ia tidak menghendaki memberikan beban kesukaran kepadamu." (al-Baqarah: 185)
"Allah tidak menghendaki untuk memberikan kamu sesuatu beban yang berat, tetapi ia berkehendak untuk membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmatNya kepadamu supaya kamu berterimakasih." (QS al-Maidah: 6)
"Allah berkehendak untuk memberikan keringanan kepadamu, karena manusia itu dijadikan serba lemah." (QS an-Nisa': 28)
(mif)