Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Senin, 19 Mei 2025
home edukasi & pesantren detail berita

Karakteristik Fikih Sahabat Nabi Muhammad SAW: Lahirnya Syiah dan Sunni

miftah yusufpati Rabu, 09 April 2025 - 17:19 WIB
Karakteristik Fikih Sahabat Nabi Muhammad SAW: Lahirnya Syiah dan Sunni
Tradisi pelarangan hadis ini dilanjutkan para tabiin, sehingga di kalangan ahl al-sunnah, penulisan hadis terlambat sampai abad 8 M./2 H. Ilustrasi: Ist
LANGIT7.ID-Jalaluddin Rakhmat mengatakan dari segi prosedur penetapan hukum, ada dua cara yang dilakukan para sahabat. Kedua cara ini melahirkan dua mazhab besar di kalangan sahabat -- Mazhab 'Alawi dan Madzhab 'Umari yang akhirnya mewariskan kepada kita sekarang sebagai Syi'ah dan ahli Sunnah.

Dalam buku berjudul "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" bab "Tinjauan Kritis atas Sejarah Fiqh, Dari Fiqh Al Khulafa' Al-Rasyidin Hingga Madzhab Liberalisme", Jalaluddin Rakhmat menjelaskan para sahabat --seperti Miqdad, Abu Dzar, 'Ammar bin Yasir, Hudzaifah dan sebagian besar Bani Hasyim-- merujuk pada ahl al-Bait dalam menghadapi masalah masalah baru.

Mereka berpendapat bahwa ada dua nash yang dengan tegas menyuruh kaum Muslim berpegang teguh pada pimpinan ahl-al-Bait. Lagi pula, menurut mereka, pendapat seseorang menjadi hujjah bila orang itu ma'shum. Ah al-Bait memiliki kema'shuman berdasarkan nash al-Qur'an dan al-Sunnah. (Al-Jawharah al-Nayyirah; dikutip lagi dari al-Nash wa al-Ijtihad, Qum Abu Mujtaba, 10404 H; hal. 44. Riwayat pelarangan bagian muallaf, lihat Tafsir al-Manar 10:297; Al-Durr al-Mantsur 3:252).

Menurut Muhammad al-Khudlari Bek, fiqh mereka ini hanya terbatas pada qiyas. Menurut Muhammad Salim Madkur, ijtihad mereka menggunakan tiga metode: a). menjelaskan dan menafsirkan nash; b). qiyas pada nash atau pada ijma', dan ijtihad dengan ra'yu seperti al-Mashalih al-Mursalah dan istihsan. Muhammad Ali al-Sais menyebutkan bahwa ijtihad sahabat itu meliputi qiyas, istihsan, al-baraah al-ashliyah, sadd al-dzara'i, al-mashalih al-mursalah.

Baca juga: Ilmu Fikih: Penyebab Ikhtilaf di Kalangan Sahabat Nabi Muhammad SAW

Jalaluddin Rakhmat berpendapat, ada tiga tahap dalam ijtihad para sahabat: a) merujuk pada nash al-Qur'an dan al-Sunnah b) menggunakan metode-metode ijtihad seperti qiyas, bila nash tidak ada atau tidak diketahui; dan c) mencapai kesepakatan lewat proses perkembangan opini publik yang alamiah.

Pada tahap pertama, para Khulafa al-Rasyidin selain Ali bin Abi Thalib, tampaknya lebih memusatkan perhatian pada ayat-ayat al-Qur'an (atau roh ajaran al-Qur'an) dengan agak mengabaikan (kadang-kadang menafikan hadits).

Jalaluddin Rakhmat lalu mengutip berbagai riwayat berkenaan dengan sikap Khulafa al-Rasyidin pada Hadits (sunnah):

1) Dari Ibnu Abbas: ketika Nabi menjelang wafat, di rumah Rasulullah SAW, berkumpul orang-orang, di antaranya Umar bin Khathab. Nabi berkata: "Bawalah ke sini, aku tuliskan bagimu tulisan yang tidak akan menyesatkanmu selama-lamanya."

Umar berkata: "Nabi sedang dikuasai penyakitnya. Padamu ada Kitab Allah. Cukuplah bagimu Kitab Allah."

Terjadi ikhtilaf di antara orang-orang di rumah itu. Di antara mereka ada yang mengikuti ucapan Umar. Ketika terjadi banyak pertengkaran dan ikhtilaf, Nabi SAW berkata: "Pergilah kamu semua dari aku. Tidak layak di hadapanku bertengkar." [Shaih al-Bukhari, "Kitab al-'Ilam", 1:22. Lihat juga Shahih Bukhari, "Kitab al-Jihad", dan Kitab al-Jizyah", Shahih Muslim Bab "Tark al-Wasyiyyah" Musnad Ahmad, hadits NO. 1935. Thabaqat ibn Sa'ad 2:244, Tarikh Thabari 3:193.]

Baca juga: Ilmu Fikih: Kisah Debat Umar bin Khattab dengan Ammar bin Yasir tentang Junub


2) 'Aisyah meriwayatkan: Ayahku telah mengumpulkan 500 hadits Rasulullah SAW. Pada suatu pagi ia datang padaku dan berkata: "Bawalah hadits-hadits yang ada padamu itu."

Aku membawanya. Ia membakar dan berkata, "Aku takut jika aku mati aku masih meninggalkan hadits-hadits ini bersamamu," [Tadzkirat al-Huffazh, 1:5; Kanz al-'Ummal, 1:174.]

Al-Dzahabi meriwayatkan bahwa Abu Bakar mengumpulkan orang setelah Nabi wafat dan berkata; "Kalian meriwayatkan hadits Rasulullah SAW yang kalian pertengkarkan. Nanti orang-orang setelah kalian akan lebih bertikai lagi. Janganlah meriwayatkan satu Hadits pun dari Rasulullah SAW. Jika ada yang bertanya kepada kalian, jawablah -- Di antara Anda dan kami ada Kitab Allah, halalkanlah apa yang dihalalkannya, dan haramkanlah apa yang diharamkannya" [Tadzkirat al-Huffazh, tarjamah Abu Bakr, 1:2-3.]

3) Al-Zuhri meriwayatkan, Umar ingin menuliskan sunnah-sunnah Rasulullah SAW. Ia memikirkannya selama satu bulan, mengharapkan bimbingan Allah dalam hal ini.

Pada suatu pagi, ia memutuskan dan menyatakan: "Aku teringat orang-orang sebelum kalian. Mereka tenggelam dalam tulisan mereka dan meninggalkan Kitab Allah. [Al-Thabaqat al-Kubra, 11:257; Tarikh al-Khulafa, 138.]

Baca juga: Perkembangan Ilmu Fikih: Masa Daulah Umayyah dan Abbasiyah

Umar kemudian mengumpulkan hadits-hadits itu dan membakarnya. Ia juga menetapkan tahanan rumah pada tiga sahabat yang banyak meriwayatkan hadits: Ibn Mas'ud, Abu Darda, dan Abu Mas'ud al-Anshari."

Tradisi pelarangan hadis ini dilanjutkan para tabiin, sehingga di kalangan ahl al-sunnah, penulisan hadis terlambat sampai abad 8 M./2 H. Menurut satu riwayat, Umar ibn Abdul Aziz (meninggal 719/101) adalah orang yang pertama menginstruksikan penulisan hadis.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Senin 19 Mei 2025
Imsak
04:25
Shubuh
04:35
Dhuhur
11:53
Ashar
15:14
Maghrib
17:47
Isya
18:59
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Isra':1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.
QS. Al-Isra':1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan