LANGIT7.ID--
Prof. Dr. Zainun Kamal, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, menyebut
Imam Al-Asy‘ari menulis
Maqalat al-Islamiyyin untuk menggambarkan berbagai pandangan dalam Islam, kemudian menulis
al-Ibanah sebagai sanggahan terhadap Mu‘tazilah.
"Sedangkan
Imam al-Ghazali, menulis
Maqasid al-Falasifah untuk menjelaskan filsafat, dan
Tahafut al-Falasifah sebagai bantahannya," tulis Zainun Kamal dalam buku "
Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" bab "
Kekuatan dan Kelemahan Paham Asyari sebagai Doktrin Akidah".
Pada masa al-Asy‘ari, kata Zainun, pemikiran rasional identik dengan Mu‘tazilah, maka serangannya difokuskan kepada mereka. Sementara pada masa al-Ghazali, filsafat dianggap sebagai warisan rasionalisme, dan ia pun menyerangnya atas nama pembelaan terhadap teologi Asy‘ariyah.
Baca juga: Dua Versi Mengapa Imam al-Asy‘ari Keluar dari Muktazilah Pemikiran Al-Asy‘ari yang AsliPemikiran al-Asy‘ari yang asli baru dapat diketahui setelah ia menyatakan pemisahan dirinya dari Mu‘tazilah dan mengakui menganut paham akidah salafiyah, yaitu aliran Ahmad bin Hanbal.
Paham ini menekankan keimanan yang tidak didasarkan pada penyelaman mendalam terhadap persoalan gaib.
Di sisi lain, al-Asy‘ari hanya mempercayai akidah berdasarkan dalil yang ditunjukkan oleh nash, dan dipahami secara tekstual sebagaimana tertulis dalam kitab suci dan sunah Rasul. Fungsi akal hanyalah sebagai saksi pembenar dan penjelas dalil-dalil dalam Al-Qur’an.
Dengan demikian, akal berada di belakang nash-nash agama dan tidak boleh berdiri sendiri. Ia bukanlah hakim yang mengadili. Segala bentuk spekulasi terhadap hal-hal yang sakral dianggap sebagai bid‘ah. Setiap dogma harus dipercaya tanpa mengajukan pertanyaan bagaimana dan mengapa.
Baca juga: 3 Kritik terhadap Muktazilah: Kisah al-Asy‘ari Bertanya kepada Guru Besarnya(mif)