LANGIT7.ID-Hari itu hari Jumat. Masjid penuh sesak oleh para jamaah yang bersiap mendengarkan khotbah.
Nasrudin Hoja yang dikenal nyentrik sekaligus penuh hikmah ditunjuk menjadi khatib dan imam.
Ia naik ke atas mimbar, memulai khotbah dengan gaya khasnya yang tenang. Namun belum sampai beberapa menit, matanya menyapu ke arah jamaah. Ia lihat satu demi satu kepala mulai menunduk bukan karena khusyuk, melainkan karena kantuk. Sebagian bahkan tertidur lelap, dengkurnya nyaris mengalahkan suara khotbah.
Melihat itu, Nasrudin mendadak berteriak dengan suara mengguncang:
"Api! Api! Api!"
Spontan, seluruh isi masjid terlonjak kaget. Mata yang mengantuk langsung terbelalak. Orang-orang menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari sumber kebakaran. Beberapa panik, beberapa berdiri dan siap lari.
Seseorang bertanya dengan cemas, “Di mana apinya, Mullah?”
Baca juga: Itik Berkaki Satu Mullah Nasrudin: Humor Menyelamatkan dari Murka Penguasa Dengan wajah datar dan tenang, Nasrudin melanjutkan khotbahnya seolah tak terjadi apa-apa:
"Api neraka, yang menyala-nyala, menanti mereka yang lalai dalam ibadah. Tidur di majelis zikir, padahal tubuhnya masih sehat, pikirannya belum pikun, adalah bentuk kelengahan yang paling awal menuju kelalaian yang kekal."
Seisi masjid terdiam. Sunyi. Tapi tidak lagi tertidur.
HikmahKisah ini mengajarkan bahwa kebangkitan spiritual seringkali butuh kejutan, bahkan dari sesuatu yang tampaknya aneh atau tidak biasa. Nasrudin, sebagaimana para sufi lainnya, tidak menyampaikan hikmah dengan cara kering atau formal semata. Ia tahu bahwa sebagian orang hanya bisa bangun dari kelalaiannya jika diguncang, baik secara jasmani maupun rohani.
Tidur saat khutbah bukan hanya soal fisik yang lelah, tapi juga tanda hati yang mulai beku dari cahaya. Dan terkadang, teriakan seperti “Api!” dibutuhkan agar kita tersadar bahwa kita tengah berjalan menuju sumber api itu sendiri, bukan kebakaran duniawi, tapi api neraka bagi orang yang lupa pada Tuhannya.
Baca juga: Keledai Pembaca dan Ujian dari Seorang Raja kepada Mullah Nasrudin ---
Kisah ini berasal dari tradisi kisah-kisah Mullah Nasrudin, tokoh legendaris dalam sastra Sufi dan cerita rakyat Timur Tengah serta Asia Tengah. Cerita ini termasuk dalam genre "humor bijak", dan banyak ditemukan dalam kompilasi seperti karya Idries Shah, "The Pleasantries of the Incredible Mulla Nasrudin" dan versi terjemahannya oleh Sapardi Djoko Damono dalam "Kisah-Kisah Sufi", Pustaka Firdaus, 1984.
(mif)