Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Kamis, 30 Oktober 2025
home masjid detail berita

Banci di Hadapan Nabi Muhammad SAW: Antara Tabiat dan Pilihan

miftah yusufpati Sabtu, 19 Juli 2025 - 16:00 WIB
Banci di Hadapan Nabi Muhammad SAW: Antara Tabiat dan Pilihan
Fenomena waria di zaman modern tak ubahnya dengan yang pernah dihadapi Nabi. Ada yang lahir dengan bawaan, ada pula yang meniru-niru. Ilustrasi: Ist
LANGIT7.ID-Madinah, tempo dulu. Malam itu Nabi Muhammad SAW masuk ke dalam rumah istri-istrinya. Seorang lelaki kemayu, yang selama ini dianggap “tidak punya nafsu pada perempuan”, tengah bercengkerama dengan para istri Nabi. Tiba-tiba lelaki itu menggambarkan bentuk tubuh perempuan dengan begitu detail: “Kalau menghadap depan empat lipatan, kalau dari belakang delapan.”

Nabi sontak berubah wajah. “Aku lihat dia mengetahui apa yang ada pada perempuan. Jangan sekali-kali dia masuk lagi menemui kalian,” sabda Nabi seperti diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari.

Lelaki itu, yang dikenal dengan nama Hit, adalah figur mukhannats — seorang lelaki dengan perilaku kewanitaan — yang dianggap tak berhasrat pada perempuan. Sejak saat itu Nabi melarangnya berbaur di rumah-rumah para istri beliau.

Peristiwa itu menggambarkan dilema panjang umat Islam terhadap keberadaan waria — atau mukhannats dalam istilah klasik — dalam masyarakat. Mereka sudah ada sejak zaman Nabi. Mereka diakui eksistensinya, tapi sekaligus dipagari oleh batas-batas syariat yang tegas.

Baca juga: Ini Penjelasan Mengapa Hak Waris Kaum Banci Bisa Gugur

Tiga Kategori: Dari Bawaan Hingga Rekayasa

Dalam khazanah fiqih klasik, para ulama membedakan waria atau mukhannats, khuntsa, dan homoseksual.

Khuntsa, atau orang berkelamin ganda (interseks), diakui oleh fiqih dengan hukum khusus, bahkan cara pembagian warisan hingga penetapan mahramnya dibahas tuntas dalam literatur.

Sedangkan mukhannats — yang kira-kira setara dengan waria — adalah laki-laki berperilaku wanita. Namun, mereka dibagi menjadi dua:

Bil khilqah, yaitu yang tabiat dan gesturnya sejak lahir menyerupai perempuan, sering dikatakan “jiwa perempuan dalam tubuh laki-laki.”

Mutakallif, yaitu yang sengaja dibuat-buat, meniru cara berpakaian dan berbicara wanita padahal tidak ada bawaan lahir demikian.

Imam Ath-Thabari menjelaskan, yang dilaknat adalah jenis kedua, yakni yang sengaja menyerupai perempuan secara sadar dan sengaja. Nabi tidak pernah melaknat mereka yang dari sononya memang berperangai demikian, selama tidak melanggar norma.

Baca juga: Founder Poundfit Blak-Blakan Dukung LGBT, Komunitas di Indonesia Meradang

Mereka yang tidak memiliki hasrat seksual pada perempuan dan bersifat alami bahkan diperlakukan bak mahram. Imam Ahmad dalam al-Mughni menegaskan, mukhannats yang tidak punya syahwat terhadap perempuan hukumnya seperti lelaki tua renta yang boleh bergaul dengan perempuan.

Tapi, bila punya syahwat terhadap perempuan, maka hukum dan batas pergaulannya tetap seperti lelaki normal.

Antara Fitrah dan Batas Syariat

Kesalahpahaman sering terjadi ketika orang mengira Nabi Muhammad menerima keberadaan waria begitu saja tanpa syarat. Padahal, Nabi menegur keras begitu mendapati perilaku Hit menyifati tubuh perempuan dengan cara yang tidak pantas — perilaku yang, bagi laki-laki sekalipun, diharamkan.

Ulama besar seperti Ibnu Baththal mengomentari hadits ini dalam syarah Bukhari: Nabi tidak mengusir Hit karena tubuhnya yang gemulai atau karena tabiat lahiriah, tetapi karena ia melakukan sesuatu yang melampaui batas: menyifati aurat perempuan dengan vulgar.

Di luar itu, Nabi bahkan membiarkan Hit makan bersama keluarga beliau. Artinya, keberadaan mukhannats sebagai makhluk Allah tidak pernah dinafikan. Yang dilarang adalah melampaui fitrah dan norma syariat.

Baca juga: Tolak Pakai Jersey Pro LGBT, Striker FC Nantes Mostafa Mohamed Kena Sanksi

Pelajaran dari Zaman Nabi

Fenomena waria di zaman modern tak ubahnya dengan yang pernah dihadapi Nabi. Ada yang lahir dengan bawaan, ada pula yang meniru-niru. Islam memberi ruang bagi mereka yang tak punya hasrat seksual terhadap perempuan untuk hidup sebagaimana adanya, namun dengan tetap menjunjung batas syariat.

Namun bagi mereka yang sengaja meniru-niru dan melakoni perilaku yang diharamkan, Nabi menegaskan larangan keras. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, Nabi bersabda: “Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, dan wanita yang menyerupai laki-laki.”

Bagi mereka yang lahir dengan kondisi khilqah, para ulama memberi nasihat: tetaplah berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kodrat. “Karena lelaki tetaplah lelaki, perempuan tetaplah perempuan,” ujar Imam al-Nawawi. Namun bila ketakmampuan itu memang bawaan fitrah, dan tak menyalahi batasan syariat, tidak ada dosa di dalamnya.

Wallahu a’lam.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Kamis 30 Oktober 2025
Imsak
03:59
Shubuh
04:09
Dhuhur
11:40
Ashar
14:54
Maghrib
17:49
Isya
19:00
Lihat Selengkapnya
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan