Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Kamis, 25 September 2025
home global news detail berita

Kondisi Sangat Kepepet, Bolehkah Buka Utang Kredit

ahmad zuhdi Ahad, 03 Oktober 2021 - 22:05 WIB
Kondisi Sangat Kepepet, Bolehkah Buka Utang Kredit
Ilustrasi permasalahan rumah tangga. Foto: Langit7.id/iStock
LANGIT7.ID, Jakarta - Kecenderungan manusia untuk menanggung risiko hidupnya, sudah merupakan sunnatullah, demikian pula sifat-sifat ananiyahnya. Adapun sifat-sifat ananiyah ini hanya dapat diluruskan dengan iman bahwa akhirat lebih baik dari dunia.

Di dalam menghadapi risiko itu, Allah Swt memerintahkan ta'awun yang berbentuk al-Birru wa taqwa dan melarang ta'awun dalam al itsmu wal udwan. Ketika manusia merasa dalam kondisi kepepet atau terdesak, banyak instrumen yang dapat digunakan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahannya, salah satunya dengan meminjam atau istilah populernya kredit.

Baca Juga: Lewat OPOP, 550 Pesantren di Jatim Siap Tumbuhkan Ekosistem Ekonomi Syariah

Kredit berasal dari bahasa Yunani credere yang berarti kepercayaan. Secara umum kredit berarti kemampuan untuk memberikan pinjaman dengan suatu janji yang akan dibayar sesuai dengan waktu yang disepakati.

Sedangkan pengertian kredit menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Dalam keputusan lembaga Fiqih Islam OKI Nomor 51 tentang jual beli kredit dan Fatwa DSN MUI tentang Jual Beli Nomor 110/DSN-MUI/IX/2017 tentang jual beli dijelaskan, jual beli secara kredit atau secara mengangsur dengan harga lebih tinggi dari harga tunai itu diperkenankan. Sebab, itu bagian dari jual beli. Berikut penjelasannya:

Pertama, transaksi ini adalah jual beli secara angsur (bai' at-taqsith), bukan utang piutang (al-qardh wal iqtiradh). Walaupun transaksi ini melahirkan kewajiban/utang di sisi pembeli, transaksi ini bukan utang piutang murni karena ada perbedaan antara jual beli kredit (bai' at-taqsith) dengan utang piutang (al-qardh wal iqtiradh).

Baca Juga: Yayasan Wali, Bangun Pesantren dari Keuntungan Ternak Kambing

Jual beli secara kredit adalah pertukaran antara uang (tsaman) dan barang (sil'ah). Layaknya jual beli di swalayan, jual beli kendaraan, dan properti. Sedangkan, utang piutang (al-qardh wal iqtiradh) itu transaksi antara uang dan uang, pinjam uang yang dibayar dengan uang pula, sebagaimana as-Samarqandi: “Pinjaman dengan dirham dan dinar itu termasuk qardh.”

Selanjutnya, seluruh rukun dan syarat yang berlaku dalam jual beli berlaku dalam jual secara kredit ini.

Kedua, jual beli secara kredit ini bukan riba. Sebab, riba terjadi pada dua hal. Kredit berbunga, seperti si A meminjam uang Rp10 juta ke si B dengan syarat dibayar Rp12 juta, maka selisih sebesar Rp2 juta adalah riba (jahiliyah).

Kedua, jual beli mata uang (sharf), bahwa penukaran antarmata uang yang sama itu harus tunai dan sama, jual beli mata uang yang berbeda itu harus tunai. Apabila dilakukan tidak tunai, itu termasuk riba nasi'ah sebagaimana ditegaskan oleh Imam Malik dan Imam Syafi'i saat menjelaskan makna hadits Ubadah bin Shamit, "(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai." (HR Muslim).

Baca Juga: Dampak Riba, Ini Alasannya Dilarang dalam Perekonomian Islam

Berdasarkan ruang lingkup riba dalam hadis tersebut, maka margin atas jual beli secara kredit itu diperkenankan. Sebab, jual beli secara kredit dalam bahasan ini bukan jual beli uang dengan uang atau utang piutang (qardh), melainkan jual beli uang dengan barang (komoditas).

Ketiga, kesimpulan bahwa jual beli secara kredit diperkenankan sebagaimana keputusan lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam Nomor 51 (2/6)c[1] dalam pertemuan VI pada 20 Maret 1990 di Jeddah tentang jual beli kredit.

Pertama, harga dalam jual tidak tunai itu boleh lebih besar dari harga jual tunai, sebagaimana boleh menyebutkan harga tunai dan harga tidak tunai sejumlah angsuran tertentu, dan transaksi tersebut sah jika telah menetapkan hati memilih salah satunya. Namun, jika ragu-ragu dan belum ada kesepakatannya antardua harga tersebut, jual belinya tidak sah.

Kedua, dalam jual beli tidak tunai, tidak boleh ada kesepakatan dalam akad bahwa ada bunga atas angsuran yang terpisah dari harga tunai yang dikaitkan dengan waktu, baik kedua belah pihak sepakat dengan persentase bunga ataupun dikaitkan dengan tingkat bunga saat itu. (Majalah lembaga Fiqih Islam edisi VI Juz 1 hlm 193). Sebagaimana penegasan kaidah fikih, "sesungguhnya waktu memiliki porsi dari harga."

Baca Juga: Sinergi BUMN, PLN Siap Pasok Listrik Keandalan Tinggi ke Telkom

Dalam Fatwa DSN MUI tentang Jual Beli Nomor 110/DSN-MUI/IX/2017. Pembayaran harga dalam jual beli boleh dilakukan secara tunai (al-bai' al-bat), tangguh (al-bai' al-muajjal), dan angsur/bertahap (al-bai' bi al-taqsith). Harga dalam jual beli yang tidak tunai (bai' al-muajjal atau bai' al taqsith) boleh tidak sama dengan harga tunai (al-bai' al-hal).

Mengutip laman resmi Muhammadiyah, empat ulama madzhab dan para ulama fikih kontemporer bersedia membayar keabsahan praktek jual beli kredit dengan harga jual lebih tinggi dari harga tunai. Di antara landasan syar'i yang dijadikan dasar memperbolehkan praktek akad jual beli kredit adalah sebagai berikut:

1. Hukum asal dalam muamalah adalah mubah, kecuali ada larangan nash shahih dan sharih yang mengharamkannya. Berbeda dengan ibadah mahdhah , hukum asalnya adalah haram kecuali ada nash yang diperintahkan untuk melakukannya. Dengan demikian, tidak perlu mempertanyakan dalil yang bersedia mengakui keabsahan sebuah transaksi muamalah, sepanjang tidak terdapat dalil yang melarangnya, maka transaksi muamalah sah dan halal adanya.

Baca Juga: Budi Daya Ikan Patin, Hasilkan Omzet Hingga Rp15 Juta per Bulan

2. Keumuman nash al-Quran surat al-Baqarah ayat 275:

… وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا.

Artinya : “… padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. al-Baqarah : 275)

Dalam ayat ini, Allah mempertegas keabsahan jual beli secara umum, kehalalan ini mencakup semua jenis jual beli, termasuk di dalamnya larangan kredit kredit, menolak dan menolak konsep ribawi.

3. Adanya tidak tolong-menolong dalam transaksi jual beli kredit, karena pembeli memungkinkan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan tanpa harus membayarnya. Prinsip tolong-menolong ini sesuai dengan semangat al-Quran surat al-Maidah (5) ayat 2:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ.

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa-dosa dan penolakan” (QS. al-Maidah: 2)

Baca Juga: Jelang Pembukaan PON XX Papua, Dirut PLN: Pasokan Listrik Aman dan Andal

4. Kepentingan menjual untuk menaikkan harga lebih tinggi dari harga tunai, dengan adanya penambahan jangka waktu pembayaran adalah sebagai bagian dari harga jual tersebut, bukan sebagai kompensasi waktu semata yang tergolong riba. Dan sudah menjadi hal yang lumrah, bahwa sebuah perusahaan dapat menentukan nilai yang berbeda dan bisa berubah nilai dari masa ke masa. Di antara jumhur ulama fiqih yang berpendapat demikian adalah al-Ahnaf, para pengikut Imam asy-Syafi’i, Zaid bin Ali dan Muayyid Billah.

5. Transaksi muamalah dibangun atas asas maslahat. Syara datang untuk meringankan beban manusia dan meringankan beban yang ditanggungnya. Syara juga tidak akan membatalkan bentuk transaksi kecuali ada yang tidak ada di dalamnya. Seperti riba, dzalim, penimbunan, penipuan dan lainnya. Jual beli kredit akan menjadi maslahat bagi masyarakat menengah ke bawah, yang memungkinkan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan dengan keterbatasan dana yang dimiliki.

Baca Juga:

Budi Daya Guppy Sederhana, Hasilnya Luar Biasa

Luncurkan e-Meterai, Sri Mulyani: Transformasi Ekonomi Indonesia Lebih Baik


(asf)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Kamis 25 September 2025
Imsak
04:16
Shubuh
04:26
Dhuhur
11:48
Ashar
14:56
Maghrib
17:51
Isya
19:00
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Hadid:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah. Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.
QS. Al-Hadid:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan