LANGIT7.ID-Pernikahan dalam Islam bukan hanya sebuah ikatan kontrak antara dua individu namun disebut sebagai perjanjian yang kokoh (mitsaqan ghalida) oleh laki-laki dan perempuan, keduanya harus berjuang mempertahankan ikatan tersebut dengan sungguh-sungguh dan sekuat tenaga untuk mempertahankan hubungan tersebut dengan baik, sehingga muncul keterpaduan keduanya untuk membentuk keluarga yang tidak hanya di rahmati oleh Allah namun juga menghasilkan ketenangan dalam menjalankan bingkai hidup keluarga, disisi lain Pernikahan juga berkaitan dengan sebuah perjalanan spiritual seseorang yang sudah pada level puncak kedewasaan agama untuk sehingga aktivitas sekecil apapun dalam menjalaninya agar tercatat sebagai Ibadah, Dalam makna yang lebih luas justru dalam pernikahan menujukkan rasa syukur atas kekuasaan Allah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk berpasang-pasangan agar saling menjaga kehorrmatan keduanya.
Pada bulan September tahun 2025 diramaikan dengan sebuah tren unik dari lingkungan Kantor Urusan Agama (KUA) yakni Tepuk Sakinah. Tren ini banyak digunakan dalam kegiatan Bimbingan Perkawinan (Bimwin) yang diunggah di media sosial seperti TikTok dan Instagram. Tepuk sakinah dalam rangka menekankan arti penting dari pada pernikahan itu sendiri, bahwa menikah tidak hanya sekadar adanya calon pengantin pria dan perempuan melainkan meneguhkan nilai edukasi bagi para calon pengantin.
Dengan demikian, tepuk sakinah menjadi simbol kecil bahwa perjalanan rumah tangga seharusnya tidak boleh menghadirkan beban dan kesulitan yang justru tidak sesuai dengan cita-cita awal pernikahan, ia justru harus diwarnai dengan kegembiraan, rasa cinta dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam menjalankan perannya masing-masing sebagai suami maupun isteri yang memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai keluarga.
Pernikahan menjadi institusi sosial yang penting dalam struktur kehidupan manusia. Pernikahan juga dianggap sebagai basis dasar dalam perjalanan hidup yang lebih besar. Ia seperti pondasi bangunan yang kuat di dasar tanah sehingga akan mampu menopang berat dan beban apapun dalam perjalananya menjalani kehidupan.
Di dalam pernikahan yang bertujuan untuk kebagiaan juga berbanding lurus dengan ujiannya dalam membangun keluarga tersebut, bila keduanya tidak mampu bertahan menghadapinya maka yang terjadi adalah perceraian disebabkan karena masalah keuangan, perselingkuhan, keinginan menikah lagi, ketidaksuburan organ reproduksi, ketidakcocokan, kenakalan anak dan lain-lain.
Di Indonesia menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2025 dengan melihat persentase anak muda yang menikah muda, menunjukkan tren menikah dikalangan anak muda yang cukup tinggi berada pada persentase persentase 29,1% anak muda yang menikah pada tahun 2024 walaupun ada penurunan dari tahun sebelumnya. Setidaknya ada dua issue yang dihadapi kalangan milenial dan generasi (Gen) Z yang ingin menikah, berdasarkan catatan riset Populix menyebutkan, dua masalah tersebut yaitu mengenai harapan orang tua dan anggaran dana yang terbatas bagi mereka untuk menikah (ujar President of Research Populix 7 Februari 2025)
Fenomena perceraian di kalangan generasi muda Muslim di Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial, budaya, dan pengaruh media sosial. bahwa faktor ekonomi, perubahan nilai sosial, ketidakstabilan emosional, dan media sosial berkontribusi besar terhadap meningkatnya angka perceraian, banyak sekali pasangan muda yang terpapar standar kehidupan ideal yang di promosikan melalui platform digital yang sering standar tersebut tidak sesuai dengan realitas dan menciptakan ekspektasi kehidupan rumah tangga.
Keluarga di era modernPernikahan dalam Islam dianggap sebagai ibadah, yang berarti setiap aspek dalam pernikahan dilaksanakan dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengikuti perintah-Nya. Untuk itu Ibadah ini tidak hanya sebatas ritual formal, tetapi juga mencakup berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh pasangan suami istri dengan penuh kesadaran akan kehadiran Allah.
[ النور: 32] وَأَنكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِن يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. ( QS: An Nur: 32)
Pernikahan atau perkawinan adalah suatu cara untuk menjaga kelangsungan hidup manusia, kehormatan dan martabat yang mulia. Karena pernikahan tidak boleh untuk kepentingan sesaat melainkan untuk seumur hidup yang prosesnya memerlukan berbagai persiapan agar pelaksanaanya dapat sesuai dengan tujuan pernikahan.
Sebagaimana tujuan pernikahan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebgaia hukum perkawinan di Indonesia (baca Abd. Rozak, pengkajian hukum beda agama) Kemudian dalam hukum perkawinan diartikan sebagai aturan hukum yang mengatur perbuatan hukum dan akibat hukum kedua belah pihak sehingga pergaulan hidup, norma susila dan keseponan diatur sesuai dengan ketentuan hukum perkawinan yang termuat dalam Undang-undang Tahun 1974.
Keluarga menurut Presiden Soeharto dalam pidatonya tahun 1973 mengatakan bahwa Kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat tergantung dengan kesejahteraan dan kebahagiaan kelaurga, keluarga adalah lingkungan terkecil dari masyarakat dia seperti benteng dan pondasi suatau bangsa dan negara yang kuat, untuk itu negara berupaya maksimal melindungi anggota keluarga melalui perkwainan sah dan pencatatan perkawinan.
Sedangkan keluarga menurut Elliot And Merrill: “…a group of two or more person residing together who are related by blood marriage or adaptation.” adalah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang hidup bersama atas dasar ikatan darah, perkawinan, atau adopsi.
Hal ini diperkuat berdasarkan pernyataan Friedmen (1998) yang mengartikan bahwa keluarga adalah kumpulan orang yang terikat melalui atas dasar perkawinan, adopsi dan kelahiran dengan bertujuan untuk memelihara dan menciptakan budaya yang sama, meningkatkan perkembangan mental, emosional, dan sosial yang ditandai dengan interaksi timbal balik serta saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama.
Karena itu keluarga juga di ibaratkan sebagai manusia yang bersifat dinamis atau mengalami perubahan dari waktu ke waktu, sehingga tidak bersifat tetap baik dari jenis, bentuk pengelompokan keluarga hal itu tentu untuk membuntikan bahwa ada perkembangan masyarakat termasuk di dalamnya keluarga yang berubah seiring berjalannya waktu dari masa pra modern ke masa modern. Secara umum keluarga memiliki dua bentuk yaitu bentuk keluarga tradisional dan bentuk keluarga modern. Bentuk keluarga tersebut memiliki perbedaan yaitu bisa dilihat dari cara mendidik anak, bahasa yang digunakan, cara berkomunikasi, sikap, sumber penghasilan, tutur kata, material dan lain sebagainya. Pada keluarga tradisional biasanya masih sangat bergantung pada adat istiadat sedangkan keluarga modern sama sekali tidak mementingkan hal seperti itu (Kurniawan, 2020).
Bentuk keluarga modern biasanya memiliki dampak yang luas misal masalah-masalah pola pengasuhan anak yang cenderung minim karena orang tua sibuk bekerja, disisi lain ada hubungan antara orangtua dan anak lebih bersifat demokratis karena keterbukaan pengetahuan. Namun juga kadakala ayah memiliki intensitas mendidik anak lebih sedikit, juga adanya perubahan peran isteri menjadi status single parent (baca A Octamaya Tenri Awaru, sosialogi keluarga:2021)
Padahal Keluarga adalah tempat untuk tumbuhnya seorang individu-individu dalam keluarga tersebut, tempat ini bersemainya pribadi-pribadi yang unggul dan mandiri, menghadirkan kekuatan baru dalam lingkungan keluarga, mendidik pribadi sehingga berkembang dan belajar mengenai nilai-nilai agama dan norma sosial yang dapat membentuk kepribadian yang baik. yang dalam makna lainnya yaitu bahwa keluarga adalah tempat yang di identikkan untuk kembali.
Resilience keluarga Sakinah Mawaddah Wa Rahmah bagi Pernikahan Milenial Milenial dan Gen Z merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan generasi atau kelompok orang yang lahir dalam rentang waktu tertentu. Di Indonesia, Generasi milenial adalah mereka yang lahir dalam rentang tahun 1980 sampai dengan 1990. Bagi milenial yang memilih menikah, keputusan ini diambil ketika mereka sudah benar-benar siap untuk berkomitmen. Maka banyak diantara milenial yang kemudian memutuskan menikah pada jenjang usia yang cukup matang.
Riset yang dilakukan oleh oleh Populix dengan tema sejenis pada 2023 itu kali ini secara khusus juga meneliti pengalaman lebih dari 500 pasangan yang sudah menikah. Mereka menyebutkan faktor keuangan dan ekspektasi keluarga menjadi dua tekanan sosial yang paling sering dialami sebelum menikah.
Pernikahan yang sukses adalah pernikahan yang mampu mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah. Suatu perkawinan yang penuh kebahagiaan dan sukses apabila dalam kehidupan pernikahannya lebih banyak pengalaman- pengalaman yang membahagiakan daripada tidak bahagia serta tidak di penuhi konflik rumah tangga sehingga tercipta keluarga yang aman dan damai.
Pernikahan yang bahagia, sejahtera, damai, tentram, nyaman, langgeng merupakan idaman semua orang yang membina rumah tangga. Tidak ada pernikahan yang ideal, semua pernikahan memerlukan perjuangan untuk bisa bertahan membentuk keluarga. Perlu adanya kerjasama dari pasangan pernikahan untuk membangun rumah tangga sesuai dengan harapan masing-masing pasangan, supaya ketika terjadi permasalahan yang muncul lebih mengutamakan penyelesaian masalah secara bijak dan kompromi, dibandingkan dengan keputusan untuk segera bercerai menyudahi pernikahan.
Namun agar keluarga tersebut dapat bertahan setidaknya beberapa hal ini perlu dijalankan yaitu: pertama, Penyesuaian diri dalam pernikahan merupakan juga suatu proses yang diikuti dengan tahap memodifikasi, beradaptasi, dan mengubah individu pasangan agar menjalani keluarga seperti halnya bermitra yaitu menghidupkan simbiosis mutualisme atau timbak balik dalam keduanya. kemudian kedua, Kepuasan dalam pernikahan adalah sejauh mana pasangan merasa puas terhadap hubungan pernikanan, kepuasaan dalam hal ini bersifat ketenangan jiwa yang direpresentasikan dalam bentuk cinta dan kasih sayang yang selalu tumbuh antar keduanya.
ketiga, Peran dan tanggung jawab yang dipenuhi keduanya sesuai porsinya masing, tanggungjawab suami meliputi memberi nafkah lahir maupun batin, kebutuhan isteri baik biaya rumah tangga, biaya perawatan, biaya pengobatan, serta biaya pendidikan untuk dirinya dan anak-anaknya merupakan tanggung jawab serta tugas suami untuk menunaikannya sedangkan isteri bertanggung jawab untuk meringakan kepenatan suami dalam hal apapun serta menjaga kehormatan suami dan keluarga, sehingga pelayanan yang diberikan isteri kepada suami tidak bersifat paksaan melaikan kebolehan sebagai bentuk amal sholehah isteri.
Keempat Moderat dalam hubungan suami dan isteri yaitu refleksi keduanya dalam menemukan keterbukaan pikiran, sehingga keduanya tidaklah monoton dalam ruang-ruang kecil mengurusi hak dan kewajiban yang harus dipernuhi melainkan sudah masuk pada tataran desain membangun keluarga yang maju yang diikuti dengan keseimbangan antara pemenuhan nilai spiritual dan nilai-nilai sosial di dalam keluarga dan lebih jauh dari pada itu bagaimana keluarga tersebut dapat hadir sebagai suluh atau pintu keluar dalam mendobrak kejumudan dalam lingkungan, keluarga tersebut harus bertindak pada urusan-urusan sosial yang mampu memberikan ketentraman dan kesejukan dalam lingkungan sebagaimana ajaran agama yang memerintahkan untuk mengajak kepada kebajikan dan berlaku sabar atas apapun yang terjadi dalam kehidupan.(pemerhati fiqih sosial)
(lam)