LANGIT7.ID - Mudik sudah menjadi tradisi umat Islam saat menjelang Idul Fitri. Perjalanan jauh itu kerap memerlukan energi besar, sehingga gampang lelah. Apalagi, jika perjalanan dilakukan saat sedang berpuasa.
Nah, hal itu yang sering menjadi pertanyaan di tengah masyarakat. Bagaimana syarat perjalanan sehingga seseorang bisa disebut musafir?. Apakah safar diukur berdasarkan jarak, waktu tempuh, atau kesulitan dalam perjalanan?.
Menurut Ustadz Adi Hidayat, seseorang disebut safar ketika menempuh perjalanan 80 Km. Itu berdasarkan teks hadits. Namun, tidak boleh langsung menyamakan perjalanan pada zaman nabi dengan era saat ini.
Dahulu, orang bepergian dengan jalan kaki. Paling mentok menggunakan unta. Bisa dibayangkan kesulitan perjalanan 80 Km dengan berjalan kaki atau unta. Apalagi, daerah tempat tinggal nabi terkenal dengan daerah gurun Pasir, yaitu Arab Mekkah dan Madinah.
“Safar adalah perjalanan jauh yang ditempuh secara waktu. Kisarannya 80 Km, kurang lebih 80 Km,” kata UAH di Akhyar TV, dikutip Jumat (29/4/2022).
Baca Juga: Doa Saat Safar Mustajab, Perbanyak Berdoa Saat Mudik
Perjalanan sejauh 80 Km itu sudah boleh meng-qashar dan jamak shalat, pun demikian dengan tidak berpuasa pada bulan Ramadhan. Namun ada syarat yang harus diperhatikan. Bukan sekadar jarak tempuh saja.
Syarat safar itu adalah jarak dan kadar kesulitan dalam perjalanan tersebut. Ulama memberikan sebab kedua dari safar ini yakni
masyaqqah.
Masyaqqah adalah kadar kesulitan dalam perjalanan yang membuat seseorang sulit menunaikan kewajiban shalat dan puasa.
Saat melakukan perjalanan dan merasa sulit untuk berpuasa karena lelah dan penyebab lain, maka boleh tidak berpuasa. Demikian pula jamak dan qashar. Jika tidak mengalami kendala ataupun kesulitan, maka diperbolehkan berpuasa.
“Maka kata para ulama yang membolehkan dia berbuka adalah safar menjadikan dia berat menunaikan puasa, tidak sekadar anda bepergian,” ucap UAH.
UAH mencontohkan seseorang yang melakukan perjalanan jauh dengan pesawat dan becak. Misal perjalanan Bandung-Semarang dan Bandung-Bekasi. Ke Semarang tentu lebih jauh. Tapi akan lebih mudah jika menggunakan pesawat ketimbang ke Bekasi naik becak.
“Maka itu, ada disebut dengan
masyaqqah, karena ada kesulitan.
Masyaqqah-nya beda di situ. Kecuali safar jauh dengan pesawat tapi merubah zona waktu, bisa dianggap safar, bisa langsung jamak qashar, bahkan qadha puasa,” ucap UAH.
(jqf)