LANGIT7.ID, Surakarta - Wakil Ketua Umum
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Zulfa Mustofa, menegaskan, hubungan NU dan
Muhammadiyah ibarat saudara yang tidak bisa terpisahkan. Dia menyebut Muhammadiyah seperti kakak kandung buat Nahdlatul Ulama (NU).
Muhammadiyah didirikan pada 1912, sedangkan NU berdiri pada 1926. Selain itu, pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari, dan pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, sama-sama murid Syekh Nawawi Al-Bantani.
Sejak berdiri, kedua ormas Islam tersebut memiliki komitmen yang kuat untuk merawat serta membangun Indonesia menjadi negara yang berkeadaban. Hal itu dilakukan meski dua ormas tersebut memiliki corak gerakan yang berbeda.
Baca Juga: Kisah Kiai NU Mengajar Ngaji di Masjid Muhammadiyah
“NU dan Muhammadiyah merupakan dua organisasi kemasyarakatan, sosial, budaya, dan keagamaan yang konsen dalam dakwah, sehingga memiliki kesamaan dalam membangun Indonesia,” kata Kiai Zulfa dalam acara talkshow Muktamar Muhammadiyah di Solo, dikutip laman resmi Muhammadiyah, Jumat (11/11/2022).
Kiai Zulfa menjelaskan, KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari memiliki sanad keilmuan yang sama. Hal itu semakin memperkuat tali persaudaraan antara dua ormas Islam tersebut.
Sementara, Sekretaris Umum Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, mengatakan, Muhammadiyah menganggap NU sebagai adik bongsor. Pasalnya, meski Muhammadiyah lebih dulu lahir, tapi populasi jamaah NU lebih banyak dari Muhammadiyah. Bahkan, kata Mu’ti, banyak kader-kader NU yang kuliah di kampus Muhammadiyah.
Baca Juga: MUI Harap NU dan Muhammadiyah Samakan Frekuensi Hadapi Masalah Keumatan
“Bagi kami NU ini adik bongsor, karena pengikutnya lebih banyak,” kata Mu’ti. Tali persaudaraan itu membuat Muhammadiyah dan NU mampu menjaga kerukunan yakni kesadaran dalam menjaga keutuhan bangsa Indonesia.
Mu’ti menyebut ada dua hal penting yang membuat NU dan Muhammadiyah bisa rukun. Meski ada perbedaan dalam fikih khilafiyah, namun kerukunan tetap terjaga karena memiliki visi yang sama.
“Pertama, Kita memiliki kesadaran atas nilai yang sama. Kedua, bersedia mengadopsi nilai yang diperlukan agar kita dapat hidup berdampingan dengan damai, nilai toleransi dan kebangsaan adalah bentuk adopsi yang kita lakukan,” kata Mu’ti.
(jqf)