LANGIT7.ID, Jakarta - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH Asrorum Niam Sholeh, meminta Kementerian Agama merinci saldo setiap calon jamaah dalam skema pengelolaan dana haji Indonesia.
Saldo yang dirinci oleh Kementerian Agama tersebut perlu mencakup informasi terkini dan total nilai manfaat yang didapatkan masing-masing jamaah.
Asrorun Niam menjelaskan, skema saat ini masih memuat masalah
aklul mal bi dhulmin (makan harta secara zalim/bukan haknya). hal ini terjadi karena kekuarangan dana BPIH untuk yang akan berangkat ditutup oleh nilai manfaat orang yang belum berangkat.
Baca Juga: 4 Februari, Hari Internasional Persaudaraan Manusia“Saya kira ini poin penting pada aspek syar’i-nya dan di situlah penting untuk perbaikan tata kelolanya,” kata Niam dalam Halaqah Komisi Infokom MUI, dikutip laman resmi MUI, Sabtu (4/1/2023).
Menurut dia, usulan proporsi yang 70% dari BPIH dan 30% dari nilai manfaat belum merinci saldo milik masing-masing jamaah. Nilai manfaat itu masih menggunakan nilai manfaat jamaah individual untuk ditempatkan di dana yang bersifat kolektif.
“Ketika saldo masing-masing jamaah sudah definitif berapa, ketika ditetapkan BIPIH dan nanti akan ketahuan kebutuhan berapa, misalnya nanti BPIH ditetapkan Rp100 juta maka dana jamaah yang akan berangkat dipastikan berapa jumlahnya. Idealnya seperti itu,” imbuh Niam.
Baca Juga: Tarif Hotel di Makkah-Madinah Naik Drastis, Travel Umrah Ketar-ketirAsrorun Niam kemudian mengatakan, langkah Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk membuat rekening virtual (
virtual account) masing-masing jamaah adalah salah satu cara menetapkan besaran yang yang dimiliki calan jamaah haji, mulai menyetor sampai akan berangkat.
Skema memperinci rekening tiap jamaah itu sudah dipandu Fatwa Ijtima Ulama MUI dan Undang-Undang. Dengan skema saldo personal itu, saat jamaah haji batal atau tidak jadi berangkat, maka uangnya bisa dikembalikan, termasuk nilai manfaatnya.
“Sesuai pertimbangan syar’i, nominal setoran awal apakah itu Rp25 juta atau berapapun nilainya secara syar’i adalah punya jamaah. Bila dikembalikan, maka hasil investasi (nilai manfaat) itu juga punya jamaah,” pungkas Niam.
(jqf)