LANGIT7.ID - , Jakarta -
Profesor Asrorun Ni'am Soleh menyatakan pentingnya fatwa ulama dalam kehidupan masyarakat muslim di tanah air. Menurutnya, fatwa merupakan produk hukum yang hidup dalam alam pikiran dan kesadaran hukum masyarakat atau
living law.“Living law tidak harus diformulasikan oleh negara, namun berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Bahkan tidak jarang daya pengaruhnya melebihi hukum positif yang diformulasikan oleh negara,” ungkapnya dalam pidato ilmiah pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Fikih UIN Jakarta di Auditorium Utama
UIN Syarif Hidayatullah belum lama ini dilansir laman resmi UIN Jakarta, Sabtu (25/2/2023).
Baca juga: Dukung Digitalisasi Fatwa, Ma'ruf Amin: Permudah Akses Informasi Hukum IslamDia mengatakan,
fatwa mampu merespons dinamika dan perubahan masyarakat kontemporer. Karena itu, the living law bersifat dinamis sejalan dengan perkembangan masyarakat, dengan fatwa menjadi salah satu instrumen pentingnya.
“Dan untuk menjadikan fatwa itu “hidup”, maka butuh upaya dan ikhtiar dalam siyasatul ifta’,” tegasnya.
Dilihat dari perspektif hubungan agama-negara, jelasnya, keberadaan fatwa sendiri dinilai penting. Sebab, konsensus publik Indonesia memilih paradigma simbiotik.
Artinya, agama dan negara berhubungan yang bersifat timbal balik dan saling memerlukan. Hal ini terlihat dari dasar negara dan konstitusi nasional bahwa negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
Baca juga: Asrorun Niam: Karena Implementatif, Keterterimaan Fatwa MUI Tinggi“Dan nampak dalam praktek penyusunan peraturan perundang-undangan yang menyerap aspirasi agama, pun sebaliknya penetapan fatwa keagamaan yang memberi panduan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” paparnya.
Selama ini, dalam membangun hubungan simbiotik antara hukum Islam dan negara dalam konteks negara modern Indonesia, Profesor Ni’am mencatat setidaknya fatwa-fatwa MUI mengambil empat pola relasi, yaitu menguatkan (ta’yidy), memperbaiki (ishlahy), membenarkan (tashhihy), dan menginisiasi (inysa’y).
(est)