LANGIT7.ID, Jakarta - Ulama asal Sumatera Utara, Prof. H.
Ustaz Abdul Somad (UAS), menjelaskan, dalam pandangan Islam hidayah terbagi dua. Ada hidayah yang dikhususkan untuk orang Islam dan ada pula untuk nonmuslim.
“Kita selalu minta hidayah, bahkan dalam salat selalu diucapkan. Ada orang yang heran, kenapa kita minta hidayah, kan sudah Islam, sementara hidayah kan untuk orang yang tak Islam,” kata UAS dalam kajiannya melalui
zoom, Rabu (1/3/2023).
Hidayah pertama untuk orang yang belum memeluk agama Islam. Seorang nonmuslim yang mendapatkan hidayah akan mengucapkan dua kalimat syahadat dan berikrar menjalankan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Baca Juga: Cerita Ustaz Abdul Somad Terinspirasi Ibu-Ibu Pengajian“Hidayah itu ada dua. Satu hidayah dari luar Islam menjadi Islam. Itulah doa
Allahummahdi qaumi fainnahu la ya’lamun,” ucap UAS.
Kedua, hidayah setelah menjadi muslim yang dalam hal ini adalah istiqamah. Hal Itu agar setiap muslim istiqamah di jalan Allah terus menyandarkan aktivitas sehari-hari sesuai pedoman Al Qur’an dan Hadits.
“Hidayah sesudah muslim, supaya tetap dalam kebaikan, istiqamah. Itulah yang selalu kita minta hidayah.
Ihdinashiratal Mustaqim,” kata UAS.
Baca Juga: Hercules Ketemu UAS di Masjid Nabawi, Akrab dan Ngobrol SantaiLalu, ada lagi tingkatan yang lebih tinggi yakni taufik. Taufik berarti keinginan seorang hamba sudah selaras dengan keiginan Allah. Fase saat seorang hamba mampu menundukkan hawa nafsu demi mengikuti syariat Allah.
UAS mencontohkan keinginan untuk bersenang-senang dengan dunia seperti melihat perkara haram, main judi, makan makanan haram, hingga maksiat lain ditinggalkan demi mengikuti aturan Allah.
“Ketika bertemu antara keinginan kita dan keinginan Allah, itulah yang disebut dengan taufik. Dalam kondisi ini, kita sering sebut semoga mendapatkan taufik. Maunya tidur, tetapi kita bangun salat malam. Taufik,” ujar UAS.
Baca Juga: 2 Makna Syifa dalam Al Quran, Begini Cara MemahaminyaSeseorang yang sudah mendapatkan taufik selalu merasa ringan untuk beribadah kepada Allah. Misalnya, pada sepertiga malam waktu yang sangat nikmat untuk tidur, namun memilih bangun menunaikan salat tahajud.
“Maunya kumpul dengan pelaku dosa, kita kalahkan keinginan, lalu kita ikuti keinginan Allah. Ketemu keinginan kita dengan keinginan Allah, itulah yang disebut taufik,” ucap UAS.
Itulah hijrah yang sesungguhnya, meninggalkan keinginan hawa nafsu demi menyelaraskan keinginan dengan Allah. Selalu berupaya mengikuti apa yang dikehendaki oleh Allah.
Baca Juga: Meneladani Kemuliaan Adab Rasulullah dan Para Sahabat“Jadi, orang yang Hijrah itu adalah orang yang mendapatkan taufik. Setelah bertemu keinginan kita dengan keinginan Allah, maka kita senantiasa dalam hidayah. Maka itu disebut
billahi taufik wal hidayah,” ungkap UAS.
(jqf)