LANGIT7.ID - , Jakarta - AG, remaja perempuan 15 tahun yang terliat kasus penganiayaan Mario Dandy (20) terhadap David Ozora (17) terlihat beradegan
merokok saat
rekonstruksi oleh kepolisian, Jumat kemarin.
AG merokok dengan santainya sementara di depan matanya seseorang dipukuli hampir mati.
Remaja kerap menjadi sasaran produk rokok
tembakau dan diperkirakan akan menjadi calon pelanggan tetap industri rokok. Remaja yang merokok sejak 11 tahun atau lebih muda akan lebih cenderung menjadi perokok berat dan teratur.
Baca juga: Cukai Resmi Naik, Harga Rokok Makin Mahal di 2023Prevalensi perokok perempuan diprediksi angkanya selalu bertambah setiap tahunnya walaupun dianggap bukan hal yang biasa dan kerap diyakini sebagai orang-orang yang menentang norma masyarakat.
Penelitian doktoral Ilmu Kedokteran
Universitas Gadjah Mada (UGM) mengungkap mengapa remaja perempuan terjerat adiksi rokok.
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, UGM, Diah Wijayanti Sutha, melakukan penelitian perilaku merokok yang dilakukan oleh remaja perempuan di Kecamatan Sampang, Madura.
Dari 955 pelajar yang terlibat dalam penelitian tersebut ditemukan 11 pelajar putri atau 1,2 persen yang merokok.
“Tercatat sebanyak 335 atau 35,1% pelajar remaja laki-laki yang mempunyai perilaku merokok dan sebanyak 11 orang atau 1,2% pelajar perempuan yang mempunyai perilaku merokok,” kata Diah Wijayanti Sutha dalam ujian terbuka promosi doktor di auditorium FKKMK UGM dikutip Sabtu (11/3/2023).
Baca juga: Wapres: Rokok Ketengan Banyak Dibeli Anak-anakDalam disertasinya yang berjudul Perilaku Merokok pada Remaja Perempuan di Kecamatan Sampang Madura, Diah menemukan bahwa pelajar yang mempunyai perilaku merokok paling banyak berada di usia 11-15 tahun.
Khusus pada perilaku merokok yang dilakukan oleh remaja 227 perempuan paling banyak dilakukan oleh pelajar di usia 15-19 tahun.
“Remaja perempuan yang memiliki perilaku merokok paling banyak berada di tingkat pendidikan SMP-sederajat dengan uang saku per harinya di atas Rp10.000,” paparnya.
Menurutnya, pengetahuan pelajar mengenai bahaya rokok, kandungan, adiktif, dan efeknya bagi diri sendiri dan orang lain di sekitar perokok sebagian besar pada kategori kurang. Sebanyak 309 orang atau 32,4 persen pelajar yang merokok mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang tentang bahaya dan adiksi.
“Pelajar yang memiliki perilaku merokok cenderung memiliki pengetahuan yang kurang tentang bahaya rokok dan adiksinya,” katanya.
Dari penelitian ini juga diketahui praktik perilaku merokok yang dirasakan remaja putri secara mandiri berdasarkan persepsi mereka sendiri.
Baca juga: Cukai Rokok Naik 10 Persen, Sri Mulyani Harap Konsumen MenurunDitambah adanya stigma negatif masyarakat terhadap perokok perempuan turut membentuk makna bagi remaja perempuan perokok.
“Bagi mereka. merokok dipandang sebagai teman setia sekaligus sarana untuk memperoleh kemandirian dan kebahagiaan,” jelasnya.
Tidak hanya sampai disitu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa remaja perempuan menganggap merokok sebagai 'sahabat mereka', membebaskan mereka dari stres, kekhawatiran, dan tekanan.
Sebagian besar remaja perempuan menganggap merokok sebagai perilaku yang tidak sering dilakukan oleh perempuan, dan masih dianggap buruk oleh masyarakat sekitar.
“Keingintahuan dan tekanan teman merupakan faktor yang paling berkontribusi terbentuknya niat untuk merokok remaja perempuan,” katanya.
Peneliti merekomendasikan agar tenaga medis bisa tertarik untuk mengembangkan program pencegahan merokok. Dengan mempertimbangkan perspektif remaja tentang kebiasaan merokok dalam kaitannya dengan masalah kesehatan, sosial, dan agama apalagi perempuan perokok mempunyai risiko kesehatan yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki.
Baca juga: Hukum Islam Vape dan Rokok Konvensional Tidak Berbeda(est)