LANGIT7.ID - , Jakarta - Dalam kaidah usul fikih,
adat istiadat atau budaya dapat menjadi sumber hukum (al-‘adah muhakkamah). Kaidah ini memposisikan budaya dan adat istiadat sebagai sumber hukum yang diakui agama.
Maka itu, aturan dan
tradisi yang sesuai dengan syariat bisa menjadi sebuah hukum atas kasus tertentu.
Baca juga: Ketua MUI Sentil Senator Bali Paksakan Busana Adat Tak Pandang Agama Siswa“Namun, perlu ditekankan di sini bahwa adat istiadat yang bisa dijadikan sumber hukum itu syarat utamanya ialah tidak bertentangan dengan
Al-Qur’an dan as-Sunnah,” kata Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PCIM Arab Saudi, Nur Fajri Romadhon, dalam Kajian Tarjih yang diselenggarakan Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Depok, dikutip Selasa (14/3/2023).
Contoh penggunaan adat istiadat sebagai sumber hukum adalah penentuan mahar untuk istri. Dalam Islam, seorang laki-laki yang ingin menikahi seorang perempuan wajib memberi
mahar atau mas kawin.
Mahar tersebut jika tidak ditentukan pada saat akad nikah dikembalikan kepada adat budaya setempat untuk menentukan ukurannya.
Contoh lain dapat ditemukan dalam masalah pemberian nafkah kepada keluarga. Dalam Islam, kepala rumah tangga wajib memberi nafkah keluarga, namun Islam tidak menentukan besarannya. Hal itu diserahkan kepada kemampuan dan adat budaya yang berlaku di daerah tempat tinggalnya.
Baca juga: Ketentuan Busana Adat Bali, Bisa Pakai Baju Lain dengan Alasan Agama“Budaya yang bertentangan dengan Islam dapat diperbaiki kualitasnya, sehingga tidak bertentangan dengan
nilai-nilai Islam. Misalnya, syair yang dulu mengandung unsur syirik diubah menjadi syair yang mengandung nilai-nilai tauhid, dan usaha Wali Songo dalam memodifikasi kesenian wayang,” kata Nur Fajri.
Sementara, adat budaya hasil cipta karsa manusia yang mengandung unsur kemusyrikan, bid’ah, takhayul, kedzaliman dan hal negatif lain harus ditundukkan kepada ajaran Islam, bukan sebaliknya.
Hal itu dikarenakan budaya merupakan hasil ciptaan manusia. Sedangkan nash-nash syariat tidak mungkin mengandung unsur kebatilan. Artinya, karakteristik kebudayaan dalam Islam adalah sesuai dengan nilai-nilai Islam dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
“Dapat meningkatkan keimanan dan tidak mengandung kemusyrikan, menghasilkan kebajikan dan menambahkan ingat kepada Allah, dan membuat pencerahan peradaban dan tidak menyebabkan perpecahan,” ujar Nur Fajri.
Baca juga: Berhijab, Ibu Iriana Dampingi Presiden Kenakan Baju Adat Bali(est)