LANGIT7.ID-, Jakarta- - Ideologi
Pancasila tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam. Sebaliknya, ideologi Pancsila justru lahir dari saripati Islam. Pancasila merupakan kesepakatan bersama (kalimatun sawa) yang menjadi ideologi pemersatu banyak suku, agama, ras, dan golongan.
Sejarawan sekaligus Filolog Islam Nusantara, Ahmad Ginanjar Sya'ban, mengatakan, terdapat banyak bukti sejarah menunjukkan ulama menyebut mencintai Tanah Air tidak berbeda dengan mencintai agama. Ajaran itu yang terus dipegang hingga saat ini, sehingga umat Islam di Indonesia selalu mempertahankan ideologi Pancasila.
Hal tersebut dapat dilihat dari jejak atau manuskrip sejarah Islam yang membahas kecintaan pada negara dan agama. Hal itu ditulis guru para ulama Indonesia, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan, pada akhir abad ke-19.
Baca juga:
Mahfud MD Bertemu Ketum PBNU, Bahas Politik Inspiratif di Pemilu 2024Dari manuskrip yang ditemukan menunjukkan, jauh sebelum semua orang membahas hal tersebut, Syaikhona Kholil Bangkalan telah menulis hubbul auton minal iman (mencintai Tanah Air sebagian dari iman).
"Bukti lainnya bahwa pada 1916, atau 12 tahun sebelum Sumpah Pemuda didengungkan 1928, KH Abdul Wahab Chasbullah dan beberapa ulama tradisionalis lainnya di Surabaya mendirikan sebuah perkumpulan organisasi bernama Syubbanul wathon atau pemuda Tanah Air," kata Ginanjar dalam sebuah video yang ditayangkan BPIP, dikutip Sabtu (27/5/2023).
Dalam pendirian organisasi tersebut, Kiai Wahab telah mendengungkan cinta Tanah Air melalui mars organisasi. Bukti lain yang memperkuat jejak Pancasila dalam sejarah Islam di Indonesia adalah manuskrip 1970.
Manuskrip tersebut dalam bentuk kitab berbahasa Sunda-pegon yang diterbitkan di Purwakarta berjudul Nadhom Pancasila. Dalam nadhom itu diterangkan Pancasila adalah falsafah dan dasar negara yang sudah selaras dengan Al-Qur'an dan hadits Rasulullah SAW.
Lalu, puncak perjuangan ulama dalam mempertahankan ideologi Pancasila terjadi pada Musyawarah Nasional Alim Ulama di Situbondo 1983. Pada acara Munas itu, para ulama bersepakat untuk menerima ideologi Pancasila sebagai asas tunggal Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam salah satu butir yang dihasilkan dalam Munas itu, disebutkan penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam untuk menjalankan syariat.
"Munas ini juga menentukan posisi Pancasila sebagai ideologi bangsa tidak bertentangan dengan agama Islam," kata Ginanjar.
Sementara, ulama asal Pandeglang Banten, KH Abuya Muhtadi bin KH Abuya Dimyati, mengatakan, Pancasila merupakan wasiat para orang tua terdahulu atau para pendiri bangsa agar diamalkan. Dengan begitu, bangsa Indonesia hidup rukun, damai, dan sejahtera.
"Pancasila itu wasiat orang tua kita. Harus dijaga dan diamalkan," kata Abuya Muhtadi.
(ori)