LANGIT7.ID-, Jakarta- - Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi, menyuarakan kekhawatirannya terkait wacana pemberian konsesi pertambangan kepada ormas-ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Menurutnya, mengelola tambang bukanlah perkara mudah dan membutuhkan pengalaman serta kemampuan khusus yang belum dimiliki oleh ormas-ormas tersebut.
"Adaro bisa sebesar ini karena sudah puluhan tahun mereka masuk di situ. Jadi tidak bisa, makanya saya katakan karena ormas keagamaan belum pernah masuk, belum punya jam terbang di tambang. Maka akan sangat kesulitan untuk bisa mengelola tambang yang demikian sulit," ujar Fahmy dalam diskusi yang disiarkan di YouTube Trijaya FM, Sabtu (8/6/2024).
Lebih lanjut, Fahmy yang pernah menjadi anggota tim anti mafia migas mengungkapkan kekhawatiran jika ormas keagamaan yang mengamalkan akhlakul karimah justru terjebak dalam lingkaran kejahatan di sektor pertambangan. Ia menyebut adanya "kejahatan hitam tambang" yang melibatkan banyak pihak, termasuk pengusaha, pengambil keputusan, dan aparat.
"Saya tahu persis bagaimana sepak terjang dari mafia tadi, dan kenapa mafia tadi tetap bertahan menggerogoti negara, karena backing nya itu saya menyebut dari langit tujuh. Backingnya itu dari langit tujuh," tegasnya.
Baca Juga:
Polemik Konsesi Tambang untuk Ormas: Bahaya Melanggar Konstitusi dan Terseret Bisnis HitamMeski demikian, Fahmy tidak serta merta menolak upaya pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat melalui ormas keagamaan. Ia mengusulkan alternatif pemberian Profitability Index (PI) sebesar 10% kepada ormas-ormas tersebut, tanpa harus terlibat langsung dalam eksplorasi tambang.
"PI ini saya kira lebih tepat untuk diberikan kepada ormas keagamaan, tidak perlu melakukan eksplorasi sendiri, tapi dapat PI 10% dan ini resikonya sangat minim," papar Fahmy.
Usulan tersebut didasari oleh pertimbangan bahwa resiko yang ditanggung ormas keagamaan akan jauh lebih rendah dibandingkan jika mereka terlibat langsung dalam penambangan. Selain itu, mereka tidak membutuhkan kemampuan modal dan teknis yang tinggi untuk menerima PI.
Polemik ini muncul di tengah upaya pemerintah untuk melibatkan lebih banyak pihak dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya sektor pertambangan. Namun, langkah tersebut perlu dibarengi dengan pertimbangan matang agar tidak justru menjerumuskan pihak-pihak yang belum memiliki pengalaman dalam industri tambang.
(lam)