LANGIT7.ID-, Jakarta- - Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) telah mengumumkan jika per Jumat (31/1/2025) memasuki bulan Syaban 1446 Hijriyah. Sya'ban merupakan salah satu bulan penting karena berada di dua bulan istimewa, yakni Rajab dan Ramadhan.
Dalam sebuah hadits juga disebutkan, bahwa bulan Sya'ban merupakan bulannya Nabi Muhammad. Setidaknya, ada tiga peristiwa penting yang terdapat di bulan Sya'ban ini.
Ustadz Alvin Nur Choironi menjelaskan bahwa tiga hal itu berdampak terhadap kehidupan umat Islam ini. Demikian termaktub dalam artikelnya di
NU Online dengan judul Beberapa Peristiwa Penting di Bulan Sya'ban.
Baca juga:
Puasa Syaban dan Keutamaannya Menurut Syekh Nawawi al-BantaniPenjelasan tersebut ia kutip dari kitab Ma Dza fi Sya'ban karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki.
Pertama, peralihan kiblat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram.
Peristiwa ini terekam dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 144 berikut. Artinya, “Sungguh Kami melihat wajahmu kerap menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.”
Dalam kitab Al-Jami’ li Ahk?mil Qur’an, mengutip Abu Hatim Al-Basti, Al-Qurthubi menjelaskan bahwa Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk mengalihkan kiblat pada malam Selasa bulan Sya’ban yang bertepatan dengan malam nisfu Sya’ban.
Ustadz Alvin menyebut bahwa peralihan kiblat ini merupakan suatu hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh Nabi Muhammad saw.
Ustadz Muhamad Abror dalam artikelnya Peristiwa Peralihan kiblat Umat Islam di Bulan Sya'ban menjelaskan, ada empat alasan Rasulullah saw berharap kiblat dialihkan ke Makkah sebagaimana dijelaskan Imam Fakhruddin ar-Razi dalam Tafsir al-Kabir.
- Baitul Maqdis kiblat orang Yahudi;
- Ka'bah kiblat Nabi Ibrahim;
- Kiblat ke Ka'bah dapat menyentuh hati orang Arab untuk masuk Islam;
- Harapan kemuliaan untuk masjid di kota kelahirannya.
Kedua, penyerahan rekapitulasi keseluruhan amal secara penuh kepada Allah swt.
Mengutip Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, peristiwa itu atas dasar sebuah hadits riwayat An-Nasa’i yang mengisahkan percakapan antara Usamah bin Zaid dan Nabi Muhammad saw.
Dalam hadits tersebut, Rasulullah saw menyebut bahwa ia banyak berpuasa di bulan Sya'ban karena suka jika amalnya diserahkan kepada Allah swt ketika ia dalam keadaan berpuasa.
Meskipun demikian, lanjut Ustadz Alvin, Sayyid Muhammad Alawi menyebut ada ada sejumlah waktu lain untuk penyerahan amal kepada Allah selain bulan Sya’ban, yaitu setiap siang, malam, dan setiap pekan.
Sementara catatan amal yang diserahkan langsung seketika itu juga adalah catatan amal shalat lima waktu. Ketiga, penurunan ayat tentang anjuran shalawat untuk Rasulullah saw, yaitu Surat Al-Ahzab ayat 56 sebagai berikut.
Artinya, “Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, shalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Karenanya, Ibnu Abi Shai Al-Yamani menyebut Sya’ban sebagai bulan shalawat. Sebab, di bulan itulah ayat tentang anjuran shalawat diturunkan.
Pendapat ini dikuatkan oleh pendapat Imam Syihabuddin Al-Qasthalani dalam Al-Mawahib, serta Ibnu Hajar Al-Asqalani yang mengatakan bahwa ayat itu turun pada bulan Sya’ban tahun ke-2 Hijriah.(NU Online)
(ori)