Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Ahad, 16 Februari 2025
home edukasi & pesantren detail berita

4 Bidang Hukum Al-Quran: Ibadah, Muamalat, Munakahat dan Jinayat

miftah yusufpati Senin, 03 Februari 2025 - 18:04 WIB
4 Bidang Hukum Al-Quran: Ibadah, Muamalat, Munakahat dan Jinayat
Prof Dr KH Ali Yafie. (Ist)
LANGIT7.ID--Ulama Fikih Prof Dr AG KH Muhammad Ali Yafie (1926-2023 mengatakan penjabaran yang merinci hukum-hukum al-Qur'an yang dilakukan fiqh memperlihatkan adanya empat bidang utama yang menjadi sasaran dari hukum itu, yakni bidang 'ibadat, bidang muamalat, bidang munakahat dan bidang jinayat.

Dalam buku "Kontekstualisasi Doktrin Islam" bab "Konsep Hukum" (Paramadina, 1994), KH Ali Tafie menjelaskan hubungan manusia sebagai makhluk dengan Khaliqnya (Allah) diatur
penataannya melalui hukum ibadat.

Tata hubungan antara manusia dengan sesamanya dalam lalulintas pergaulan dan hubungan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, diatur dalam hukum muamalat.

Tata hubungan manusia dalam kehidupan berkeluarga dalam suatu lingkungan rumah tangga, diatur melalui hukum munakahat. Terakhir, tata hubungan keselamatan, keamanan serta kesejahteraannya yang ditegakkan oleh pemegang kekuasaan umum atau badan peradilan, diatur melalui hukum jinayat.

Menurut KH Ali Yafie, adanya hukum-ibadat dalam batang tubuh hukum Islam yang bersumber dari al-Qur'an itu merupakan ciri utama hukum Islam.

Ibadat tidak lain adalah perwujudan dari akidah yang diimani. Di sinilah terlihat secara nyata keterkaitan hukum itu dengan akidah/keimanan.

Hubungan antara makhluk (manusia) dengan Al-Khaliq, diatur secara pasti. Adanya hukum niat yang diberi peran menentukan nilai perilaku manusia, memperlihatkan dengan jelas peran moral dalam hukum itu.

Di sini pula tampak titik awal perbedaan antara pemahaman hukum menurut ilmu hukum dengan hukum Islam yang bersumber dari al-Qur'an.

Menurut ilmu hukum, hukum itu hanya sekadar mengurus dan mengatur hubungan antar sesama manusia. Di luar itu tidak diperlukan hukum. Selain itu, masih ada perbedaan asasi antara kedua jenis hukum itu. Menurut ilmu hukum, hukum itu terdiri dari suruhan/perintah dan larangan serta hak dan kewajiban.

Baca juga: Hukum Sejarah Sejalan dengan Hukum Alam, Begini Penjelasan KH Ali Yafie
Apa yang dimaksud dengan nilai moral dan akhlak tidaklah tergolong hukum. Dengan demikian tidaklah mengherankan akibatnya dalam rangka pembinaan hukum, hanya diarahkan supaya tidak melanggar rambu-rambu hukum.

Kepatuhan menaati hukum menjadi kepatuhan yang semu dan bersifat lahiriah belaka. Sebaliknya hukum menurut ajaran al-Qur'an penegakkannya berjalan sekaligus dengan penabinaan moral dan akhlak yang bersumber dari akidah/keimanan.

Oleh karena itu, kata KH Ali Yafie, penegakkan hukum menurut ilmu hukum selama tidak diawasi dan diketahui pejabat/aparat hukum selalu terjadi pelanggaran hukum.

Pembinaan hukum di sini tidak diarahkan kepada pembinaan diri manusianya.

Dalam penegakkan hukum menurut ajaran al-Qur'an selalu ditekankan suatu pesan sebagai berikut, "Wahai orang-orang yang berilmu! jadilah kalian orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan keluarga kerabatmu; kaya maupun miskin, Allah jualah yang lebih tabu keadaannya. Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsumu, supaya kalian tidak menyimpang (dari kebenaran). Dan jika kalian memutarbalikkan (kebenaran) atau enggan menjadi saksi. Maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kalian lakukan." (QS An-Nisa : 135)

Itulah pesan al-Qur'an, bagaimana seyogyanya seorang berbuat adil. Tidak dituntut dari dan terhadap orang lain saja, yang pertama ialah dari dan terhadap dirinya sendiri.

Kemungkinan seorang pencari keadilan berlaku memperdaya hakim, atau adanya aparat hukum yang menyalahgunakan kedudukannya, secara dini al-Qur'an memperingatkan:

"Dan janganlah sebagian dari kalian memakan harta benda sebagian yang lain dengan jalan batil dan jangan pula mempergunakan harta itu sebagai umpan (guna menyuap) para hakim, supaya kalian dapat memakan sebahagian harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kalian mengetahui." (QS Al-Baqarah : 188)

Baca juga: KH Ali Yafie: Sunnatullah Tidak Terbatas Pada Ketentuan yang Mengatur Alam Materi Saja
Menurut KH Ali Yafie, dalam hubungan adanya kemungkinan seseorang berlaku memperdayakan hakim, sunnah Rasulullah memperjelas sebagai berikut:

"Sesungguhnya kalian mengajukan perkara-perkara kepadaku (untuk diputus). Mungkin sebahagian dari kalian lebih mampu dari yang lain (lawannya) mengemukakan alasan-alasan untuk memperkuat tuntutannya, lalu aku memutus perkara itu atas dasar apa yang saya dengar (dari alasan/keterangan) itu. Maka barang siapa menerima putusan perkara (yang ia sendiri tahu) bahwa itu hak saudaranya (lawannya dalam perkara) maka janganlah ia mengambil (hak) itu. Karena sesungguhnya ia hanya mengambil (menerima dariku) sepotong api neraka. Demikian sabda Rasulullah."

Dengan demikian maka jelaslah, al-Qur'an memperkenalkan satu konsepsi hukum yang bersifat integral. Di dalamnya terpadu antara sunnatullah dengan sunnah Rasulullah, sebagaimana terpadunya antara aqidah/keimanan dan moral/ahklak, dengan hukum dalam rumusan yang diajarkan al-Qur'an.

Dengan sifatnya yang demikian itu, kata KH Ali Yafie, maka hukum dari ajaran al-Qur'an itu mempunyai kekuatan sendiri yang tidak sepenuhnya tergantung pada adanya suatu kekuasaan sebagai kekuatan pemaksa dari luar hukum itu.

Ide hukum yang diajarkan al-Qur'an berkembang terus dari kurun ke kurun, melalui jalur ilmu. Seandainya hukum yang diajarkan al-Qur'an itu tergantung pada suatu kekuasaan, maka sudah lama jenis hukum ini terkubur dalam perut sejarah atau sekurang-kurangnya menjadi barang pajangan di lemari-lemari museum.

Karena kita semua cukup mengetahui betapa hebat upaya dari kekuasaan-kekuasaan yang mampu menaklukkan wilayah-wilayah Islam dan umatnya disertai upaya melikwidasi budaya dan hukumnya. Tapi ternyata hukum Islam dari ajaran al-Qur'an itu dapat memperlihatkan daya tahannya yang ampuh. Ia tetap bertahan bahkan berkembang dalam bentuk baru melalui proses taqnin (dirumuskan menjadi positif melalui yurisprudensi dan adakalanya melalui berbagai bentuk perundang-undangan).

Pandangan yang Negatif

Di lain pihak, perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, yang terjadi di negara-negara maju dapat pula mencari pandangan yang negatif terhadap Islam dan al-Qur'an, yang sangat mendominasi bangsa-bangsa Barat.

Salah satu gejala dari perkembangan tersebut adalah minat para ilmuwan Barat untuk mempelajari Islam/Qur'an, sebagai ilmu.

Dalam rangka itu para ahli hukum dari mereka, dari kongres ke kongres mulai terbuka pandangan terhadap Islam, yang tidak lain wujud nyatanya dan terinci adalah fiqh (hukum Islam) itu sendiri. Maka Fiqh ini dijadikan agenda tetap dalam pengkajian-pengkajian mereka di bidang hukum.

Sebagai contoh dapat kita lihat dari hasil Kongres Ahli-ahli Hukum Internasional yang berlangsung di London (2-7 Juli 1951) yang antara lain menetapkan, pokok-pokok hukum (undang-undang) yang terdapat dalam agama Islam merupakan undang-undang yang bernilai tinggi dan sulit dibantah kebenarannya.

Baca juga: Hukum Alam atau Sunatullah dalam Al-Quran Menurut KH Ali Yafie
Di samping itu, adanya berbagai madrasah dan madzhab di dalamnya menunjukkan, perundang-undangan Islam kaya dengan berbagai teori hukum dan teknik hukum yang indah, sehingga perundang-undangan ini dapat memenuhi kebutuhan hidup modern.

Dalam rangka pembangunan hukum di negara kita Republik Indonesia, pembangunan dan pembinaan hukum nasional diarahkan kepada pembaharuan hukum yang sesuai dengan kesadaran hukum yang berkembang dalam masyarakat.

Hukum yang diperkenalkan al-Qur'an hidup terus, sekali pun harus mengalami pasang surut dan pasang naik dan penerapannya, karena memang demikianlah hukum sejarah dalam sunnatullah sendiri.

Namun harus diakui, perkembangan segi-seginya tidaklah seimbang. Seginya yang menyangkut hukum sosial kemasyarakatan (ahkam syar'iyah 'amaliyah/fiqh) lebih banyak mendominasi perkembangan itu.

Dan seginya yang menyangkut sunatullah berupa hukum alam dan sejarah, kurang mendapat perhatian dalam pengembangannya. Tetapi bagaimana pun juga, perkembangan segi fiqhnya yang merumuskan hukum sosial kemasyarakatan itu, sangat berjasa dalam menumbuhkan kesadaran hukum dan sikap normatif dalam kehidupan umat Islam.

Selain itu, wawasan hukum yang diperkenalkan al-Qur'an, penerapannya ternyata juga kurang terpadu antara hukum-hukumnya yang menyangkut segi sosial kemasyarakatan, dengan hukum-hukumnya yang menyangkut sunnatullah yang berupa hukum alam dan hukum sejarah.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Ahad 16 Februari 2025
Imsak
04:31
Shubuh
04:41
Dhuhur
12:10
Ashar
15:22
Maghrib
18:19
Isya
19:29
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Jumu'ah:8 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ اِنَّ الْمَوْتَ الَّذِيْ تَفِرُّوْنَ مِنْهُ فَاِنَّهٗ مُلٰقِيْكُمْ ثُمَّ تُرَدُّوْنَ اِلٰى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ࣖ
Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
QS. Al-Jumu'ah:8 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan