LANGIT7.ID--J
alaluddin Rakhmat dalam buku berjudul "
Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" bab "
Tinjauan Kritis atas Sejarah Fiqh, Dari Fiqh Al-Khulafa' Al-Rasyidin Hingga Madzhab Liberalisme" mengatakan
fiqh shahabi memperoleh kedudukan yang sangat penting dalam khazanah pemikiran Islam.
Pertama,
sahabat --sebagaimana didefinisikan ahli hadis-- adalah orang yang berjumpa dengan
Rasulullah SAW dan meninggal dunia sebagai orang Islam.
Dari merekalah kita mengenal sunnah Rasulullah, karena itu, dari mereka juga kita mewarisi ikhtilaf di kalangan kaum Muslim.
Kedua, zaman sahabat adalah zaman segera setelah berakhirnya masa tasyri'. Inilah embrio ilmu fiqh yang pertama. Bila pada zaman tasyri' orang memverifikasi pemahaman agamanya atau mengakhiri perbedaan pendapat dengan merujuk pada Rasulullah, pada zaman sahabat rujukan itu adalah diri sendiri.
Sementara itu, perluasan kekuasaan Islam dan interaksi antara Islam dengan peradaban-peradaban lain menimbulkan masalah-masalah baru. Dan para sahabat merespons situasi ini dengan mengembangkan fiqh (pemahaman) mereka. Ketika menceritakan ijtihad pada zaman sahabat, Abu Zahrah dalam "
Tarikh al-Madhahib al-Islamiyah" menulis:
Baca juga: Ilmu Fikih: Kisah Debat Umar bin Khattab dengan Ammar bin Yasir tentang Junub "Di antara sahabat ada yang berijtihad dalam batas-batas al-Kitab dan al-Sunnah, dan tidak melewatinya; ada pula yang berijtihad dengan ra'yu bila tidak ada nash, dan bentuk ra'yu nya bermacam-macam; ada yang berijtihad dengan qiyas seperti Abdullah bin Mas'ud; dan ada yang berijtihad dengan metode mashlahat, bila tidak ada nash."
Dengan demikian, zaman sahabat juga melahirkan prinsip-prinsip umum dalam mengambil keputusan hukum (istinbath; al-hukm.); yang nanti diformulasikan dalam kaidah-kaidah ushul fiqh.
Ketiga, ijtihad para sahabat menjadi rujukan yang harus diamalkan, perilaku mereka menjadi sunnah yang diikuti.
Abu Ishaq al-Syatiby dalam "
Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari'at" menulis, "Sunnah sahabat ra adalah sunnah yang harus diamalkan dan dijadikan rujukan."
Dalam perkembangan ilmu fiqh, mazhab sahabat --sebagai ucapan dan perilaku yang keluar dari para sahabat-- akhirnya menjadi salah satu sumber hukum Islam di samping istihsan, qiyas, mashalih mursalah dan sebagainya. Madzhab sahabat pun menjadi hujjah.
Baca juga: Perkembangan Ilmu Fikih: Masa Daulah Umayyah dan AbbasiyahTentang hal ini, ulama berbeda pendapat. Sebagian menganggapnya sebagai hujjah mutlak; sebagian lagi sebagai hujjah bila bertentangan dengan qiyas; sebagian lainnya hanya menganggap hujjah pada pendapat Abu Bakar dan Umar saja, berdasarkan hadis ("berpeganglah pada dua orang sesudahku, yakni Abu Bakar dan Umar"); dan sebagian yang lain, berpendapat bahwa yang menjadi hujjah hanyalah kesepakatan khulafa' al-Rasyidin.
Keempat, ini yang terpenting, ahl al-Sunnah sepakat menetapkan bahwa seluruh sallabat adalah baik (al-shahabiy kulluhum 'udul). Mereka tak boleh dikritik, dipersalahkan, atau dinilai sebagaimana perawi hadits lain. Imam ahli jarh dan ta'dil, Abu Hatim al-Razi dalam pengantar kitabnya menulis:
Adapun sahabat Rasulullah saw, mereka adalah orang-orang yang menyaksikan turunnya wahyu, mengetahui tafsir dari takwil, yang dipilih Allah untuk- menemani Nabi-Nya, untuk menolongnya, menegakkan agamanya, memenangkan ke benarannya.
Allah memuliakan mereka dengan karunia-Nya menempatkan kedudukan mereka pada tempat ikutan. Mereka dibersihkan dari keraguan, dusta, kekeliruan, keraguan kesombongan, dan celaan. Allah menamai mereka sebagai 'udul al-ummah (umat yang paling bersih)... Merekalah 'udul al-ummah, pemimpin-pemimpin hidayah, hujjah agama, dan pembawa al-Qur'an dan al-'Sunnah.
Baca juga: Ilmu Fiqih: Pangkal Pertumbuhannya dan Peranan Nabi dengan Tugas Kerasulan Karena posisi sahabat begitu istimewa, kata Jalaluddin Rakhmat, maka tidak mengherankan bila mazhab sahabat menjadi rujukan penting bagi perkembangan fiqh Islam sepanjang sejarah.
Tentu saja, menurut kesepakatan ahl al-sunnah, di antara para sahabat itu yang paling penting adalah khulafa al-rasyidun.
Bila mereka sepakat, pendapat mereka dapat membantu memecahkan masalah fiqh; bila mereka ikhtilaf, mazhab sahabat menimbulkan kemusykilan yang sulit diatasi. Lalu mengapa mereka ikhtilaf?
(mif)