Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Ahad, 15 Juni 2025
home masjid detail berita

Makkah Sebelum Cahaya Itu Turun: Titik Balik Sejarah

miftah yusufpati Senin, 09 Juni 2025 - 15:55 WIB
Makkah Sebelum Cahaya Itu Turun: Titik Balik Sejarah
Kakbah tempo dulu. Foto/Ilustrasi: MEE
LANGIT7.ID-Di tengah kehidupan padang pasir yang gersang, kota suci itu tumbuh menjadi pusat ziarah, dagang, dan pemujaan. Kakbah dikelilingi berhala, malam-malamnya dihidupi oleh nabidh dan cerita para kafilah. Tapi di antara rerimbun hedonisme, kabar tentang cahaya kenabian mulai berembus pelan.

Malam jatuh perlahan di kota Makkah, saat para lelaki Quraisy menyesap nabidh di sekeliling Kakbah. Mereka duduk melingkar, menyimak kisah dari utara dan selatan, dari Yaman hingga Hira, dari Ghassan hingga pedalaman Hijaz.

Sementara mata batu permata pada patung-patung berhala menatap mereka diam-diam, menjadi saksi atas kehidupan kota yang menyebut dirinya tanah suci, namun ramai oleh perdagangan budak, pesta mabuk, dan hasrat-hasrat duniawi.

Makkah, dalam kurun itu, bukan sekadar pusat agama—dengan Kakbah sebagai episentrum keyakinan politeis—melainkan juga pusat transaksi dan diplomasi.

Kota ini seperti jantung di tubuh Jazirah Arab: berdenyut dari lalu-lalang kafilah, berdegup karena cerita, dan hidup oleh ketakziman yang diberi pada Rumah Suci itu. Semuanya menjadikan kota ini merdeka, secara politik, secara sosial, bahkan secara spiritual. Dalam iklim padang pasir yang keras, kebebasan seperti itu menjadi kenikmatan yang dipertahankan mati-matian.

Baca juga: Pecah Kongsi di Kakbah: Kisah Munculnya Abdul Muthalib di Makkah

Budaya Kebebasan yang Sakral

Tak ada kekuasaan pusat. Tiap kabilah berdiri sendiri, mengatur diri, dan menjunjung tinggi otonomi seperti mengusung panji-panji kehormatan. Persatuan antar suku tak lebih dari kesepakatan praktis, disahkan di depan Kakbah, dicatat, dan dititipkan pada para berhala. Jika janji dilanggar, diyakini murka akan datang dari langit. Itulah kontrak sosial mereka.

Mabuk bukan sekadar kebiasaan, tetapi upacara. Nabidh menjadi pintu masuk pada malam panjang penuh kebebasan: perempuan, cerita, kesenangan.

Orang-orang Makkah percaya bahwa dengan mendekat kepada berhala-berhala itu, mereka telah mendekat kepada Tuhan. Sebuah logika yang tak diganggu oleh agama-agama kitab. Tidak ada koloni Yahudi seperti di Yathrib, tidak pula gereja seperti di Najran.

Pendeta dan rahib yang lewat cukup menjadi cerita pinggiran, bergaung pelan di padang pasir, nyaris tak sampai ke telinga para bangsawan Quraisy.

Baca juga: Qushayy dan Panggung Pertama Makkah: Menukar Kunci Kakbah dengan Khamar

Sang Ayah, Sang Ibu, dan Sebuah Takdir

Namun, dari kota yang hidup oleh berhala dan cerita itu, kabar datang. Kabar tentang seorang nabi yang akan muncul di tengah orang Arab. Kabar yang tidak disukai Abu Sufyan. Ia mengecam temannya, Umayyah bin Abi'sh-Shalt, yang terlalu rajin mengulang nubuat-nubuat dari para rahib. “Kita punya berhala-berhala,” katanya. “Kita tidak butuh seorang nabi.”

Sementara itu, jauh dari tempat pesta, seorang lelaki muda bernama Abdullah bin Abdul Muthalib mencuri perhatian banyak perempuan Makkah. Ia adalah lambang ketampanan dan simbol kehormatan karena kisah penebusan hidupnya yang melegenda: seratus unta yang harus dibayar kepada Hubal, berhala utama di Kakbah. Tapi kisah itu berakhir tragis. Abdullah meninggal muda. Tak ada lagi penebusan. Takdir sedang menyiapkan sesuatu yang lebih besar: ia akan menjadi ayah dari Muhammad.

Baca juga: Jejak Nabi Ibrahim di Makkah: Dinamika Sejarah Migrasi dan Wahyu

Aminah, sang istri, kelak akan melahirkan anak itu dalam sepi, lalu mati pula dalam sepi, menyisakan seorang bayi yang suatu hari nanti akan mengguncang tatanan Makkah dan menyapu bersih berhala-berhala dari Kakbah.

Hari-hari itu adalah babak terakhir dari masa Makkah yang sepenuhnya pagan. Kota ini belum tahu bahwa cahaya dari seorang anak yatim yang dilahirkan Aminah akan mengubah sejarahnya. Dari pusat berhala menjadi pusat tauhid. Dari tempat mabuk menjadi kota suci sejati. Dari kota tanpa arah menjadi kiblat dunia.

Dan saat itu tiba, semua cerita tentang nabidh, tenda-tenda pesta di sekitar Kakbah, dan mata batu permata yang menatap manusia berdagang, hanya akan menjadi kisah dari masa lalu yang dibacakan dengan pelan, mungkin di majelis-majelis, mungkin di mimbar-mimbar, atau mungkin, seperti sekarang ini: dalam sebuah tulisan.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Ahad 15 Juni 2025
Imsak
04:29
Shubuh
04:39
Dhuhur
11:57
Ashar
15:18
Maghrib
17:49
Isya
19:04
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Ikhlas:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ
Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa.
QS. Al-Ikhlas:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan