Dari keluarga Quraisy yang keras dan terhormat, Umar bin Khattab tumbuh di padang tandus Makkah menjadi negarawan besar Islam. Dari pemuja berhala menjadi pembela tauhid dan pelopor keadilan.
Sebelum menjadi khalifah yang disegani, Umar bin Khattab adalah pemuda Mekah yang gagah, keras kepala, dan gemar berpacu di gelanggang Ukaz. Di antara debu, syair, dan khamar, sejarah menyiapkan ledakan kesadarannya.
Karya Quthb bukan sekadar tafsir, tapi panduan perjuangan. Ia menuntut aqidah ditegakkan sebelum hukum, dan menolak kompromi dengan modernitas yang dianggap jahiliyah.
Satu pengaduan perempuan mengguncang tradisi jahiliyah. Kisah Khawlah binti Tsalabah menjadi bukti suara perempuan diabadikan dalam Al-Quran. Berikut ini penjelasannya.
Islam mengguncang fondasi kesetiaan jahiliyah: dari loyalitas sempit pada kabilah menuju ikatan universal bersama umat. Sebuah pergeseran yang menghapus fanatisme dan mengusung keadilan.
Pada masa pra-Islam, di antara para pemuja Hubal dan penari di sekeliling berhala, ada segelintir orang Arab yang justru mempraktikkan ibadah-ibadah yang kelak menjadi bagian dari ajaran Islam.
Bagaimana wahyu tentang hak waris bagi perempuan dan anak-anak kecil merombak tatanan adat patriarkal di jazirah Arab, dan kenapa kaum Quraisy dulu sampai memprotes keras aturan itu.
Bagaimana satu orang yang diagungkan sebagai pemimpin dan juru adat di Makkah justru mencatatkan namanya sebagai pelopor kesyirikan terbesar di tanah Arab.
Di balik batang-batang pohon kurma itu, ada sejarah panjang penyimpangan spiritual. Tapi ada juga keberanian para utusan Tuhan yang menebasnya demi membebaskan manusia dari perbudakan pada simbol.
Malam jatuh perlahan di kota Makkah, saat para lelaki Quraisy menyesap nabidh di sekeliling Kakbah. Mereka duduk melingkar, menyimak kisah dari utara dan selatan, dari Yaman hingga Hira, dari Ghassan hingga pedalaman Hijaz.