LANGIT7.ID- Menjaga lingkungan bukan hanya tentang kelestarian alam, tetapi juga tentang masa depan bangsa. Dengan mengelola sumber daya alam secara bijak, Indonesia bisa menciptakan lapangan kerja luas, membangun kedaulatan pangan, dan menjadi kekuatan ekonomi yang tangguh di tengah ketidakpastian global.
“Kalau kita konsisten dan istiqamah dari ucapan sampai tindakan, cinta lingkungan akan menjadi identitas bangsa. Ini bukan hanya demi ekonomi, tapi demi kelangsungan hidup manusia dan alam raya,” tandas Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, Ph.D. kepada Langit7.id.
Dalam pandangannya, konsep menjaga lingkungan dalam Islam lebih tepat disebut hubbul biah (cinta lingkungan) atau fiqhul biah (pemahaman tentang lingkungan), bukan hablum minal alam seperti sering disalahartikan. “Dalam Al-Qur’an yang dikenal itu hablum minallah dan hablum minannas, hubungan dengan Allah dan dengan sesama manusia. Hubungan dengan alam adalah bentuk cinta yang diwujudkan dalam tindakan merawatnya,” ujar KH Cholil yang juga Rais Syuriyah PB NU ini.
Baca juga: Refleksi HUT Kemerdekaan RI Ke 80 (8): Pendidikan dan Penegakan Hukum Kunci Kesadaran Merawat AlamDia mengutip sabda Rasulullah SAW yang menyatakan, meskipun besok hari kiamat, jika hari ini masih sempat menanam pohon, maka tetap minta untuk menanamnya. Dalam hadist lain menyebutkan bahwa jika tanaman kita dimakan burung, itu dihitung sebagai sedekah. “Bahkan oksigen yang dihasilkan pohon adalah sedekah luar biasa, meski tak pernah kita catat,” tambahnya.
Menurutnya, lingkungan yang sehat adalah fondasi bagi kualitas sumber daya manusia (SDM). Kerusakan lingkungan akan berdampak langsung pada kesehatan masyarakat, menurunkan produktivitas, dan melemahkan daya pikir. “Negara maju itu bukan karena kekayaan alamnya, tapi karena SDM yang produktif. Kalau lingkungan rusak, masyarakat sakit-sakitan, produktivitas anjlok, dan itu pasti memukul ekonomi,” jelasnya.
Salah satu peluang besar yang ia soroti adalah ekonomi hijau melalui perdagangan karbon. Indonesia dengan hutan tropis luas dan wilayah laut yang besar memiliki posisi strategis. “Kalau dulu hutan ditebang untuk diambil kayunya, sekarang cukup dirawat. Nilai karbonnya bisa dijual kepada negara-negara yang defisit karbon. Ini peluang emas yang belum kita kelola secara maksimal,” kata KH Cholil.
Baca juga: Refleksi HUT Kemerdekaan RI Ke 80(7): Tugas Besar Pengelolaan Sampah, Pengendalian Polusi, dan Pelestarian HutanDia juga mendorong optimalisasi lahan tidur untuk pertanian produktif. Menurutnya, pertanian adalah sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, menjaga ketahanan pangan, dan memicu pertumbuhan industri hilir. “Pertanian itu profesi mulia. Rasulullah SAW menempatkannya di posisi teratas dalam empat sektor ekonomi: pertanian, industri, perdagangan, dan jasa. Dari pertanian lahir industri olahan dan perdagangan yang menyerap banyak tenaga kerja,” tegasnya.
Lebih jauh, KH Cholil menjelaskan bahwa pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan juga membuka potensi bisnis di sektor perkebunan, peternakan, dan perikanan. Ia mencontohkan, dari hasil kebun seperti durian, mangga, atau alpukat, selain buahnya bisa dijual, daunnya pun punya nilai kesehatan. “Kalau diolah, bisa menjadi pakan ternak, memperkuat peternakan, dan dari situ menggerakkan ekonomi masyarakat,” ujarnya.
Namun, ia mengakui bahwa hambatan terbesar dalam menjaga lingkungan adalah rendahnya kesadaran dan konsistensi, baik di kalangan masyarakat maupun pemangku kebijakan. “Sering kali orang hanya mengejar keuntungan sesaat tanpa memikirkan dampak jangka panjang. Lingkungan dirusak, hasil diambil, lalu ditinggalkan,” katanya.
Baca juga: Refleksi HUT Kemerdekaan RI Ke 80 (6): Maraknya Perkawinan Anak Bisa Dicegah Asal....Untuk mengatasi masalah ini, ada tiga kunci: literasi lingkungan yang masif, regulasi tegas, dan penegakan hukum yang konsisten. “Dengan cara tiga inilah orang-orang punya kewenangan dilarang untuk melampaui batas,” jelas dosen UIN Syarif Hadayatullah dan Universitas Indonesia ini.
Pentingnya Memberikan KeteladananKH Cholil juga menekankan pentingnya keteladanan dari pemerintah dan tokoh masyarakat. Ia mencontohkan, di pesantren yang ia kelola, para santri tidak hanya belajar di kelas, tetapi juga berinteraksi langsung dengan alam. Mereka diajak menanam pohon, mengolah tanah, dan memahami manfaat pertanian. “Pendidikan lingkungan bukan sekadar teori, tapi pembiasaan. Kalau sejak kecil dibiasakan, cinta lingkungan akan menjadi karakter,” ujar pengasuh Pesantren Cendekia Amanah, Depok, Jawa Barat ini.
Peran swasta juga sangat penting dalam ikut mendukung pengelolaan alam secara baik dan bijaksana. PT Djarum sebagai korporasi besar memiliki komitmen yang tinggi dalam ikut mendorong pelestarian alam di Indonesia. Sudah banyak langkah yang dilakukan mulai dari membantu pengolahan sampah organik di Kudus sehingga jumlah sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) jumlahnya minimal. Masyarakat diajak untuk memilah sampah, sampah yang organik diolah oleh Djarum menjadi kompos/humisoil.
Baca juga: Refleksi HUT Kemerdekaan RI Ke 80 (5): Perkawinan Dini Bukan Sekadar Problem Individu, Tapi Sudah Jadi Persoalan Kolektif Dan PT Djarum mempresentasikan program pengolahan sampah organic tersebut dalam ajang Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim 2023 atau Conference of The Parties ke-28 (COP28) yang diselenggarakan pada 30 November–12 Desember 2023 di Dubai, Uni Emirat Arab. Dalam sesi diskusi bertema Transforming Organic Waste Towards Regenerative Climate Solutions di Paviliun Indonesia, PT Djarum menegaskan komitmennya mendukung upaya mitigasi perubahan iklim melalui pengelolaan sampah organik di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, dengan tujuan mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA.
Program tersebut memanfaatkan teknologi fermentasi VRM Groundswell untuk mengolah sampah organik yang telah dipilah dari berbagai sumber, kemudian diproses di 32 sentra pengolahan yang tersebar di Kabupaten Kudus. Hasilnya adalah tanah humus berkualitas tinggi dengan bau minimal dan proses mekanis yang sederhana.
Hingga akhir 2023, inisiatif ini telah mengolah lebih dari 50.000 meter kubik (m³) sampah organik dan menghasilkan 22.492 m³ tanah humus siap pakai yang dikenal sebagai HumiSoil. “Kami bekerja sama dengan 312 mitra dari berbagai lapisan masyarakat di Kudus, mulai dari rumah makan, pasar, sekolah, hingga kompleks perumahan, untuk membangun kesadaran kolektif dalam memilah sampah. Sampah organik yang telah dipilah kemudian diolah menjadi HumiSoil yang bermanfaat untuk menyuburkan tanah. Langkah ini diharapkan menjadikan Kudus sebagai kota yang siap menerapkan program zero waste,” ujar Director of Strategy and Sustainable Development PT Djarum, Jemmy Chayadi.
Baca juga: Refleksi HUT Kemerdekaan RI Ke 80 (4): Mengapa Pernikahan Dini Masih Terjadi? Dimana Akar Masalahnya?Baca juga: Refleksi HUT Kemerdekaan RI Ke 80(3) Panti Asuhan Harus Bisa Cetak Anak Asuh Yang MandiriSebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, mengajak seluruh pelaku industri untuk meningkatkan komitmen dalam pengelolaan lingkungan. Dalam kunjungan kerja yang menekankan sinergi antara pembangunan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan ini, KLH/BPLH mendorong transformasi kawasan industri menuju kawasan yang lebih ramah lingkungan.
Menteri Hanif menekankan bahwa sektor industri merupakan penggerak utama ekonomi nasional. Namun, ia menegaskan bahwa keberlanjutan hanya dapat dicapai apabila pengelolaan lingkungan menjadi prioritas dalam setiap proses bisnis. “Kita ingin membangun industri yang maju, tetapi juga ramah lingkungan. Artinya, pertumbuhan ekonomi harus sejalan dengan kelestarian lingkungan,” ujar Menteri Hanif di Kecamatan Jatiuwung, Tangerang seperti dikutip di kemenlh.go.id.
Kecamatan Jatiuwung, yang menjadi salah satu pusat industri terbesar di Tangerang, tercatat memiliki 32 industri dengan 185 cerobong emisi dari berbagai proses produksi. Dalam kunjungan ini, KLH/BPLH melakukan verifikasi lapangan terhadap 20 industri penghasil emisi, serta memberikan arahan teknis terkait pemantauan kualitas udara industri, pengelolaan limbah B3, dan penerapan teknologi ramah lingkungan yang terintegrasi dengan sistem nasional. (bersambung)
(lam)