LANGIT7.ID-, New York - - Ratusan demonstran Muslim menggelar
shalat Jumat di luar markas besar
Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) di New York, AS, pada Jumat (26/9/2025), sambil menyerukan diakhirinya genosida di Gaza.
Sebagai bentuk solidaritas, sebagian jamaah terlihat menggunakan
keffiyeh dan bendera Palestina sebagai sajadah, seperti dilaporkan TRT World.
Baca juga: Dr Abbas: Para Rabi Yahudi Jadi Provokator Terjadinya Ethnic Cleansing dan GenosidaAksi unjuk rasa tersebut dihadiri oleh musisi Inggris Roger Waters serta Presiden Kolombia Gustavo Petro. Keduanya menyuarakan tuntutan ribuan demonstran dan masyarakat dunia, saat pidato
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di
sidang umum PBB.
Petro mengecam kebebasan Netanyahu "si pelaku genosida" yang dapat berjalan bebas di PBB. Ia juga menyerukan intervensi internasional dalam
genosida di Gaza.
Sebelum pidato Netanyahu, delegasi Kolombia memimpin aksi walk-out para diplomat dan perwakilan di PBB, sehingga ruangan hampir kosong selama pidato Netanyahu.
View this post on InstagramA post shared by TRT World (@trtworld)
Sementara itu,
umat Muslim di Roma, Italia, berunjuk rasa setelah
salat Jumat berjamaah, menuntut diakhirinya genosida Israel yang sedang berlangsung di Gaza.
Demonstran berkumpul dan menggelar shalat Jumat pertama kali di Lapangan Vittorio, salah satu ruang publik tersibuk di Roma, dikutip dari Anews, Sabtu (27/9/2025).
Usai shalat Jumat, peserta unjuk rasa menuntut penghentian segera serangan Israel di Gaza.
Baca juga: Berlayar ke Gaza, Wanda Hamidah Bawa Pesan: Setop Normalisasi Genosida di PalestinaBeberapa pengunjuk rasa memegang peti mati bayi berkafan simbolis, membawa plakat bertuliskan "Muslim tidak akan tinggal diam," untuk menarik perhatian pada penderitaan anak-anak Palestina.
Kerumunan massa sering meneriakkan "Bebaskan Palestina," menyuarakan solidaritas dengan rakyat Gaza dan mengutuk tindakan Israel.
Pawai berakhir dengan damai di depan Universitas Sapienza.
Tentara Israel telah menewaskan lebih dari 65.500 warga Palestina, kebanyakan dari mereka perempuan dan anak-anak, di Gaza sejak Oktober 2023. Serangan udara dan darat selama berbulan-bulan telah membuat Gaza sebagian besar tidak dapat dihuni, mendorong penduduknya ke dalam kelaparan dan penyakit.
(est)