Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Kamis, 30 Oktober 2025
home masjid detail berita

Iman yang Bergerak: Etos Kerja dalam Pandangan Islam

miftah yusufpati Senin, 27 Oktober 2025 - 17:00 WIB
Iman yang Bergerak: Etos Kerja dalam Pandangan Islam
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi. Foto/Ilustrasi: MEE
LANGIT7.ID-Di tengah dunia yang kian menyanjung kecepatan, Islam menegakkan prinsip sederhana namun mendasar: kerja adalah ibadah, dan kreativitas adalah bagian dari iman. Dalam Sistem Masyarakat Islam dalam Al-Qur’an & Sunnah, ulama besar Syaikh Yusuf Qardhawi menulis bahwa perintah bekerja bukan sekadar dorongan ekonomi, tapi bagian dari sunnatullah—hukum alam yang menuntun manusia untuk berperan aktif di muka bumi.

Qardhawi menegaskan, “Jika harta dalam pandangan Islam merupakan sarana untuk berbuat kebaikan, maka kita wajib memperolehnya dengan cara yang baik dan melalui usaha yang sah.” Kerja, dalam konteks ini, bukan hanya mencari nafkah, tapi juga wujud tanggung jawab moral terhadap kehidupan sosial.

Ayat yang dikutip Qardhawi (Al-Mulk: 15) menjadi landasan kuat: “Dialah yang menjadikan bumi ini tunduk bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.”

Pesan ayat ini, menurut Qardhawi, bukan sekadar anjuran bertani atau berdagang, tapi ajakan untuk menaklukkan dunia dengan ilmu, inovasi, dan karya. Dalam tafsir Fî Zhilâl al-Qur’ân, Sayyid Quthb menulis bahwa ayat tersebut “menyuruh manusia bergerak, berpetualang, dan menaklukkan dunia dengan tangannya—bukan menunggu nasib di langit.”

Sikap aktif itu pula yang membedakan masyarakat Islam klasik dengan budaya fatalistik. Dalam pandangan Imam al-Ghazali (Ihya Ulumuddin), “Kerja yang dilakukan dengan niat mencari ridha Allah lebih mulia daripada ibadah sunah yang tidak memberi manfaat sosial.” Pandangan ini menempatkan pekerja, pengrajin, dan petani sejajar dengan ulama—selama mereka jujur dan memberi manfaat bagi masyarakat.

Melawan Malas dan Putus Asa

Islam mengecam keras kemalasan dan sikap pasrah yang keliru. Dalam hadits Qudsi yang dikutip Qardhawi, Allah berfirman: “Tiga orang yang pada hari kiamat akan menjadi musuh-Ku... di antaranya, seseorang yang mempekerjakan buruh, lalu tidak membayar upahnya.”

Hadis ini, kata Qardhawi, menunjukkan dua hal: etika kerja dan keadilan ekonomi. Islam bukan hanya mendorong umatnya bekerja, tapi juga menuntut sistem sosial yang menghormati hasil kerja orang lain. Keringat buruh, petani, dan pekerja dianggap suci karena menjadi bagian dari ibadah.

Dalam Etika Kerja Islam (Abdul Rahman, Journal of Islamic Economics, 1996), disebut bahwa “etos kerja Islam bersandar pada keseimbangan antara spiritualitas dan produktivitas.” Artinya, kemajuan ekonomi tanpa keadilan spiritual akan melahirkan kesenjangan, sedangkan ibadah tanpa kerja hanya menumbuhkan ketergantungan.

Sejarah Islam mencatat, peradaban besar tidak dibangun dari doa semata, melainkan kerja nyata. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, sistem administrasi dan distribusi ekonomi dirancang agar rakyat termotivasi berusaha, bukan menunggu sedekah. Dalam Kitab al-Amwâl, Abu Ubaid meriwayatkan bahwa Umar pernah menegur orang yang berdiam di masjid tanpa pekerjaan: “Langit tidak akan menurunkan emas dan perak.”

Pandangan serupa diulang oleh Muhammad Iqbal dalam The Reconstruction of Religious Thought in Islam (1934): “Kerja adalah perwujudan iman yang aktif; ia menegaskan kemerdekaan manusia untuk berkarya sebagaimana Tuhan berkarya dalam penciptaan.”

Etos Kreativitas Muslim

Dalam dunia modern, semangat ini menemukan relevansi baru. Produktivitas kini bukan hanya soal tenaga, tapi juga kreativitas dan inovasi. Islam, melalui prinsip *ijtihad* dan *islamisasi ilmu*, justru membuka ruang luas bagi pengembangan sains, teknologi, dan seni.

Qardhawi menulis, “Islam tidak menginginkan manusia hidup pasif, tapi menuntutnya menjadi khalifah—pengelola bumi yang kreatif dan bertanggung jawab.” Dalam konteks ini, bekerja dengan baik berarti berpikir, berinovasi, dan menjaga keseimbangan antara efisiensi dan keberkahan.

Sebagaimana diingatkan dalam *Syarah Riyadhus Shalihin* karya Nawawi al-Bantani, “Tidak ada keberkahan dalam usaha yang mengandung kelalaian atau penindasan.” Kreativitas tanpa moral hanya melahirkan keserakahan, sementara ibadah tanpa karya hanya menjadi simbol tanpa ruh.

Seruan Islam untuk bekerja bukan sekadar dorongan ekonomi, melainkan perintah spiritual. Qardhawi menutup bahasannya dengan kalimat sederhana namun kuat: “Syariat Islam memerintahkan agar setiap tangan yang sehat bergerak, karena Allah membenci hamba yang menganggur.”

Dalam dunia modern yang serba otomatis, pesan itu tetap menggema: bahwa iman sejati bukan hanya yang berdoa di masjid, tapi juga yang berkarya di ladang, di pabrik, di ruang riset, dan di meja kerja—dengan niat yang lurus dan tangan yang bersih.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Kamis 30 Oktober 2025
Imsak
03:59
Shubuh
04:09
Dhuhur
11:40
Ashar
14:54
Maghrib
17:49
Isya
19:00
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Jumu'ah:8 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ اِنَّ الْمَوْتَ الَّذِيْ تَفِرُّوْنَ مِنْهُ فَاِنَّهٗ مُلٰقِيْكُمْ ثُمَّ تُرَدُّوْنَ اِلٰى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ࣖ
Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
QS. Al-Jumu'ah:8 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan