LANGIT7.ID, Jakarta - Dalam berinteraksi antara manusia, Islam telah mengajarkan untuk berbuat baik dan menghormati satu sama lain. Tak terkecuali ketika melakukan transaksi jual beli, juga telah diatur bagaimana seharusnya kita bersikap kepada penjual atau pembeli.
Terkadang, ketika melakukan transaksi jual beli timbul kesalahpahaman, baik disengaja maupun tidak disengaja antara penjual dan pembeli. Karena itu, Islam mengajarkan zakat perdagangan (zakat tijarah) untuk mengiringi serta menghapus kesalahan perkataan dan perbuatan buruk saat melakukan transaksi jual beli.
Baca Juga: IPB Berdayakan Perempuan Melalui Pelatihan Kewirausahaan dan Digital MarketingDalam suatu hadits disunnahkan bagi setiap penjual dan pembeli untuk memiliki sifat tenggang rasa dan lemah lembut ketika melakukan transaksi, tanpa mengedepankan sifat keras kepala dan mau menang sendiri ketika tidak menemui kesepakatan harga yang diinginkan oleh kedua belah pihak.
Di antara dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, “Allah merahmati orang yang bersikap tenggang rasa ketika menjadi penjual, ketika menjadi pembeli, dan ketika menagih utang.” (HR. Bukhari nomor 2076).
Begitu juga ketika seseorang hendak menagih haknya dari orang lain. Disunnahkan baginya untuk menagih dengan cara yang baik, lembut, dan tenggang rasa, sebab sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam pada hadits di atas, “..dan ketika menagih utang.”
Baca Juga: Ini Sisi Lain dari Peningkatan Transaksi di E-CommerceSebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
اتق الله حيثما كنت ، وأتبع السيئة الحسنة تمحها، وخالق الناس بخلق حسن
“Bertakwalah kepada Allah di manapun anda berada. Iringilah perbuatan dosa dengan amal kebaikan, karena kebaikan itu dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik” (HR. Ahmad 21354, Tirmidzi 1987, ia berkata: ‘hadits ini hasan shahih).
Pelajaran dari hadis ini, bahwa seorang hamba apabila terjatuh dalam dosa, hendaklah bersegera menghapusnya dari catatan amal, supaya ia terhindarkan dari segala dampak buruk yang akan timbul dari dosa yang ia lakukan. Oleh karenanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
وأتبع السيئة الحسنة تمحها…
“Iringilah perbuatan dosa dengan amal kebaikan, karena dapat menghapusnya…”
Baca Juga: Lulusan Pesantren Asal Blitar Ini Sukses Jalankan Usaha Tanaman dan Ikan KoiKalimat yang menunjukkan kesegeraan, artinya segera tutupi dosa-dosa dengan taubat dan amal saleh. Jangan menunda-nunda. Karena dosa yang mengendap lama dalam diri, akan sangat berbahaya. Dosa yang tidak segera ditaubati dikhawatirkan akan melahirkan dosa lain. Semakin banyak dosa, hati akan semakin gelap, tertutup noda-noda dosa.
Sebagaimana Allah berfirman,
إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Wahai Muhammad, ingatlah ketika Al Quran dibacakan kepada orang kafir. Orang kafir itu berkata, “Al Quran hanyalah dongeng orang-orang dahulu.” Sekali-kali tidak! Bahkan hati orang-orang kafir itu telah tertutup oleh dosa yang mereka kerjakan (rôn)” (QS. Al Muthaffifin: 14).
Baca Juga: Strategi PLN Sukses Dongkrak Konsumsi Listrik NasionalHasan Al Bashri dalam Tafsir Al Baghawi menerangkan makna “rôn” pada ayat di atas,
هو الذنب على الذنب حتى يموت القلب
“Itu adalah dosa yang ditumpuk dosa sehingga mematikan hati”. Wallahu a'lam bish shawab.
(Dikutip dari berbagai sumber).
Baca Juga:
Inovasi Kampung Garam di Desa Mirit Kebumen, Berdayakan Banyak Warga Sekitar
Rintis Usaha Bermodal Sedekah, DN Auto Raup Jutaan Rupiah per Pekan(asf)