LANGIT7.ID - , Jakarta - Sejumlah daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah memiliki tradisi Syawalan yang digelar tujuh hari setelah Idul Fitri. Tradisi yang kental dengan syariat Islam ini sudah dilakukan secara turun temurun.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati menyebutkan tradisi Syawalan dijalankan melalui peraturan lisan dari para leluhur. Begitupun bagi masyarakat Cirebon sebagai salah satu kota budaya di Pulau Jawa.
Baca juga: Tradisi Halal Bihalal dalam Pandangan Ustaz Abdul SomadPengurus Keraton Kanoman, Agus Zulkarnaen mengatakan dulu keluarga keraton kerap berkumpul pada 7 Syawal untuk bersilaturahmi. Tradisi ini pun berlanjut, namun dengan perubahan.
"Tradisi ini berlanjut sampai sekarang dengan waktu yang berubah, dan dilaksanakan tidak hanya oleh pihak keraton saja, tetapi seluruh masyarakat dan pemerintah Cirebon," ujar Agus dalam keterangan tertulisnya dikutip Sabtu (7/5/2022).
Tradisi Syawalan dilangsungkan di komplek makam Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Gunung Djati, Cirebon, Jawa Barat. Pelaksana tradisi Syawalan atau Grebeg Syawal ini adalah keraton Kanoman yang dilangsungkan setiap tanggal 8 Syawal.
"Tradisi ini diisi dengan ziarah dan do’a bersama yang dipimpin oleh Sultan. Selain itu, ada acara tambahan yang seringkali dilakukan oleh masyarakat setelah Syawalan bersama Sultan berlangsung, yaitu tradisi mandi tujuh sumur yang berada di komplek Makam Sunan Gunung Jati," katanya.
Sebelum upacara tradisi Syawal dilaksanakan, para keluarga Keraton Kanoman sudah melaksanakan puasa sunnah bulan Syawal selama enam hari.
Baca juga: Tradisi Sungkeman Idul Fitri, Bentuk Bakti Anak pada Orang TuaPara pengunjung yang datang dari berbagai tempat bisa memasuki bangunan utama keraton. Biasanya pengunjung membawa hasil bumi atau uang kepada pengurus yang akan diterima di bagian Pakemitan.
Sebagai gantinya, peziarah akan mendapatkan gabah, padi atau minyak yang sudah dibungkus dalam plastik serta air.
(est)