LANGIT7.ID, Semarang -  Sebuah hadist meriwayatkan bahwa bekerja adalah ibadah yang paling utama. Menjadi seorang pedagang, pengusaha atau wirausahawan, merupakan sebuah ibadah yang tidak jauh beda seperti ketika seseorang hadir dalam suatu majelis ilmu. 
Menjadi pengusaha yang ulet, pekerja keras dan sesuai syariat Islam untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi keluarga, dan membantu orang tua yang sudah tidak bisa mencari nafkah lagi, merupakan sesuatu hal yang sangat istimewa di mata Nabi Muhammad SAW karena berjuang di jalan Allah SWT. 
Seperti diriwayatkan oleh Imam Ghozali dalam Kitab Ihya Ulumuddin, Nabi Muhammad SAW suatu ketika duduk-duduk dengan sahabatnya-sahabatnya.
 Baca juga: Obati Rasa Rindu Makkah, Yuk Berkunjung ke Masjid-masjid BerikutKemudian, tahu-tahu beliau melihat satu pemuda yang masih pagi buta berangkat bekerja. Pemuda tersebut sibuk bekerja tidak ikut mengaji bersama dengan kanjeng nabi. 
Semuanya pada komentar. Masih muda, masih semangat harusnya ngaji ikut kanjeng Nabi. Harusnya ikut bergabung, tapi sudah mencari uang ketika sinar matahari belum nampak.  
Tanggapan Rasulullah SAW berbeda dengan sahabatnya. “Kamu jangan bilang begitu. Wong usaha, nyambut gawe, selama dia itu usaha untuk membuat dirinya berkecukupan dan tidak merepotkan banyak orang,” tulis dalam kitab tersebut. 
“Bekerja, banting tulang, biar anak-anak pakai baju pantas, biar bisa sekolah, makan yang cukup Atau mungkin dia kerja untuk orang tuanya yang sudah melemah, itu sama ganjarannya, itu juga istimewa,” kata HM Abdurrahman Al Kautsar, di Kanal Youtube Santri Gayeng, di Rumah Dinas Wakil Gubernur Jateng Gus Yasin, baru-baru ini.
Terkecuali, kalau dia kerja buat memamerkan kepada tetangganya supaya orang lain terkesima. Apalagi tetangganya sampai kelaparan, cari makan susah,sing dipangan apa, sesok makan atau tidak. itu baru bermasalah. 
Al Imam Al Bakir atau Muhammad Al Bakir, cicit dari Ali Bin Abi Tholib, menyampaikan, “Tidak ada ibadah yang lebih istimewa, daripada apa yang masuk ke perut kita dan apa menjaga apa dibawah perut kita. Ibadah yang paling berat itu apa yang kita pakai, dan di makan didapat dengan baik dan benar. Menjaga di bawah perut, supaya baik,”.
Baca juga: Fatwa Haram Ramalan, Paranormal, dan Mempublikasikannya“Rata-rata, santri kehilangan kesantriannya, karena permasalahan perut dan di bawah perut. Dua persoalan ini bisa luput dari seorang santri,” ungkap Gus Kautsar, pengasuh Pondok Pesantren Al Falah, Ploso, Mojo, Kediri Jawa Timur. 
Gus Kautsar membahas bab pemuda ini setelah dirinya berkenalan dengan Helmy, salah satu pengusaha rokok yang hadir dalam pengajian tersebut. 
“Padahal jadi juragan itu baik, apalagi ikut ngaji nanti santri tidak ikut kebagian. lhoh yakin, jadi juragan yang benar-benar memiliki hati yang jujur, langkah-langkah yang benar/baik, dan sesuai syariat Islam. Mereka itu sudah berjuang di jalan Allah,” bebernya. 
Terkadang sebagai santri ini sudah sok-sokan, dapat anugerah dari Allah SWT, ditakdirkan bisa ngaji, ditakdirkan jadi kiai, jadi orang alim. Terkadang orang-orang yang berkecimpung di dunia usaha ini dipandang sebelah mata. 
“
Lho nggih mas, santri sok-sokan. Aku 
nek bengi mujahadah, 
nek isuk puasa. 
Nek sore ngaji, 
mulang, mlete (sombong) 
ora karuan. padahal sama-sama kita tahu 
dawuh (anjuran) kanjeng nabi dari Imam Ghozali di kitab Ihya Ulumuddin,” pungkasnya.
(sof)