LANGIT7.ID, Jakarta -
Sekolah Islam Terpadu (SIT) banyak jadi primadona pilihan orang tua menyekolahkan anaknya. Paduan pengetahuan umum dan pengetahuan agama jadi salah satu sebabnya. Namun tak sedikit yang mengeluhkan mahalnya biaya menyekolahkan anak di SIT.
Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Jaringan
Sekolah Islam Terpadu (JSIT), Ahmad Fikri, M.Pd, menjelaskan, sebutan mahal relatif jika digali lebih dalam dari
item biaya dan latar belakang para orang tua di setiap sekolah.
"Memang ada SIT dengan uang masuknya hingga 20 sampai dengan 50 juta, SPP-nya ada yang mencapai 5 juta per bulan. Namun sekali lagi nilai atau angka tersebut menjadi relatif dan tak dapat
apple to apple dibandingkan antara satu dengan yang lainnya,” jelas Fikri kepada LANGIT7.ID, Jumat (15/7/2022).
Baca Juga: Mengapa Sekolah Islam Terpadu Jadi Favorit Pilihan Orang Tua?
Berdasarkan data JSIT Indonesia, kata Fikri, sekolah dengan kategori ‘mahal’ tadi hanya 1,5% dengan SPP di atas Rp2 juta perbulan. Hanya 7% sekolah anggota JSIT yang uang masuknya di atas Rp20 juta. Data itu berdasarkan dari keseluruhan anggota JSIT Indonesia yang saat ini mencapai 2.500-an sekolah.
“Di mana pada umumnya sekolah-sekolah dengan kategori ‘mahal’ tersebut karena menerapkan konsep
boarding atau berasrama, sehingga
item biayanya pun berbeda dengan SIT kebanyakan,” kata Fikri.
Disisi lain, ada sebanyak 12% sekolah anggota JSIT Indonesia yang biaya SPP perbulan di bawah Rp100 ribu. Secara umum atau sekitar 64% SPP sekolah anggota JSIT Indonesia ada di kisaran Rp100 ribu sampai Rp500 ribu per bulan.
“Untuk uang masuk sendiri ada sebanyak 41% Sekolah anggota JSIT biaya masuk untuk siswa barunya adalah dibawah 5 juta rupiah dan sebanyak 32% sekolah, biaya masuknya antara Rp5 juta sampai dengan Rp10 juta,” ungkap Fikri.
Baca Juga: SDIT di Makassar Ini Jadi Favorit Orang Tua Karena Berkualitas dan Terjangkau
Fikri menjelaskan alasan biaya pendidikan bisa berbeda-beda. Pertama, yayasan penyelenggara berkewajiban untuk membiayai gaji dan honor para guru dan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yayasan.
“Jika hal penggajian ini dibantu dengan pemerintah, tentu biaya masuk akan lebih menyesuaikan,” kata Fikri.
Kedua, kebutuhan operasional di masing-masing sekolah berbeda-beda dan cenderung meningkat setiap tahun. misalnya harga media pembelajaran yang tiap tahun meningkat demikian pula harga buku pelajaran.
(jqf)