LANGIT7.ID, Jakarta -
Charities Aid Foundation (CAF) dalam
World Giving Index 2021 mencatat Indonesia sebagai negara dengan penduduk paling dermawan di dunia. Pencapaian tersebut diperkuat dengan ibadah sosial dalam Islam berupa zakat, infak, dan sedekah.
Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (PPPIJ), KH Muhammad Subki, membenarkan hal tersebut. Sejak awal, orang Indonesia sangat senang bersama-sama dan gotong-royong.
“Ada istilah
mangan ora mangan, sing penting ngumpul. Artinya, sebuah filosofi masyarakat kita yang senang bersama-sama,” kata KH Subki saat berbincang-bincang dengan LANGIT7.ID di Jakarta Islamic Centre (JIC), Jakarta Utara, Kamis (21/7/2022).
Baca Juga: PPPIJ: Persoalan Ekonomi Jadi Masalah Utama Umat Islam
Hal itu yang melatarbelakangi ragam tradisi masyarakat Indonesia yang melibatkan banyak orang. Di Betawi ada tradisi
ruwahan,
selametan,
marhabanan, hingga
muludan. KH Subki menyebut hal itu bagian dari realisasi kebersamaan.
“Cuma mungkin tinggal para pemangku kebijakan itu mendorong, supaya potensi ini terarah dengan baik, dikelola dengan baik, dan juga mendapatkan feedback yang baik,” kata KH Subki.
Lalu, lebih baik mana zakat disalurkan secara pribadi atau dikelola oleh lembaga?
Menurut KH Subki, zakat lebih baik dikelola oleh lembaga daripada disalurkan secara pribadi oleh masyarakat. Jika disalurkan secara pribadi, fokus penyaluran zakat tidak jelas, bisa ke mana saja, dan tanpa ada program.
“Tapi, kalau melalui lembaga kan bisa ada program, bagaimana mungkin misalkan orang Indonesia membantu rumah sakit di Palestina. Kalau sendiri-sendiri tidak mungkin. Bagaimana orang Jakarta bisa membantu pembangunan masjid di NTT, misalnya,” kata KH Subki.
Baca Juga: Hukum Manfaatkan Harta Zakat untuk Modal Usaha, Ini Penjelasannya
Lembaga-lembaga zakat yang akuntabel memiliki program yang sangat jelas. Lembaga semacam itu pun sangat diperlukan, sebab, mereka bisa mengarahkan sasaran secara tepat dan progresif.
Kemudian, Lebih Baik Dikelola Negara atau Swadaya?
Untuk saat ini, kata KH Subki, lebih baik dikelola secara swadaya oleh lembaga dan organisasi masyarakat secara langsung. Ini karena masih perlu menyelesaikan ragam masalah-masalah yang tergolong besar. Belum lagi urusan-urusan politik dan lain sebagainya.
“Saya pikir, boleh juga ormas-ormas yang memang kredibel mengembangkan sebuah lembaga zakat yang tentu negara berhak mengauditnya. Bahwa negara mengawasi, iya. Kalau negara mengelola, nanti. Negara kan mengurusi umat yang berbeda,” kata KH Subki.
Baca Juga: Saran Muhammadiyah Cegah Kemunculan Lembaga Filantropi Nakal
Dalam pengawasan tersebut, negara hanya perlu membuat kebijakan agar lembaga-lembaga zakat bisa lebih transparan, akuntabel, dan dipercaya masyarakat.
“Dana-dana zakat dari masyarakat ini kan banyak sampai triliunan. Kalau ini dikelola dengan baik, kemudian masyarakat merasakan nilai pengembalian (
feedback) yang cukup baik, mereka akan meningkat kepercayaannya,” ucapnya.
(jqf)