LANGIT7.ID, Jakarta - Para pendukung LGBT sering menggunakan terminologi
khuntsa dalam Islam untuk mendukung gagasan transgender. Padahal khuntsa dan transgender sangat berbeda.
Ustadz Abdul Somad (UAS) menjelaskan,
khuntsa dan transgender berbeda dalam pandangan Islam. Khuntsa berarti seseorang yang terlahir dengan dua kelamin. Penentuan status laki-laki atau perempuan ditentukan saat dia sudah baligh atau dewasa.
"Maka, kalau kejadian macam ini dibawa ke dokter. Nanti dokter akan bertanya setelah dia akil baligh, mana yang lebih cenderung. Ternyata, dia haid menstruasi, maka kelamin laki-lakinya dipotong dioperasi, maka dia menjadi perempuan," kata UAS dalam salah satu tausiahnya, dikutip Kamis (22/9/2022).
Baca Juga: Buya Yahya: Gender Non-Biner itu Urusan Orang Bingung, Harus Ditolong
Akan tetapi, jika setelah baligh tidak haid dan gayanya seperti laki-laki, maka kelamin perempuan dijahit sehingga menjadi laki-laki. Persoalan ini sudah dibahas para ulama fikih dalam bab Khuntsa.
Al-Khuntsa berasal dari khanitsa yang secara bahasa berarti lemah dan lembut. Maka, dikatakan:
Khannatsa Ar Rajulu Kalamahu yaitu: 'laki-laki yang cara bicaranya seperti perempuan, lembut dan halus'. (Al-Fayumi, al-Misbah al'Munir- Kairo, Daar al-Hadits, 2003).
Al-Khuntsa secara istilah adalah seseorang yang mempunya dua kelamn; kelamin laki-laki dan kelamin perempuan, atau orang yang tidak mempunyai salah satu dari dua alat vital tersebut, tetapi ada lubang untuk keluar air kencing. (dalam Al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir)
Sedangkan, transgender sama sekali tidak bisa dikategorikan sebagai khuntsa. Dia menyebut, transgender merupakan penyakit yang berawal dari psikis lalu kemudian direkayasa secara medis alias dioperasi. Secara psikis, ada banyak metode yang bisa digunakan untuk menyembuhkan penyakit tersebut dan mencegah seseorang yang normal menjadi transgender.
Dr Ahmad Zain An Najah, dari Pusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI) menjelaskan, transgender pria (transpria) atau waria dalam bahasa Arab disebut
al-
Mukhannats yakni laki-laki yang menyerupai perempuan dalam kelembutan, cara bicara, melihat, dan gerakannya.
Baca Juga: Anwar Abbas: LGBTQ Bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945
Waria ini terbagi menjadi dua, pertama, orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut sejak dilahirkan, maka tidak ada dosa baginya, karena sifat-sifat tersebut bukan atas kehendaknya, tetapi dia harus berusaha untuk menyesuaikan diri.
Kedua, orang yang sebenarnya laki-laki, tetapi sengaja menyerupai sifat-sifat wanita. Orang seperti ini termasuk dalam kategori yang dilaknat oleh Allah Ta'ala dan Rasulullah SAW di dalam beberapa haditsnya.
"Waria bukanlah
khuntsa, karena waria statusnya sudah jelas, yaitu laki-laki, sedang khuntsa statusnya masih belum jelas," kata Zain, dikutip tulisannya berjudul 'Status Waria dalam Islam', dari laman Hidayatullah.
(jqf)