JAKARTA, LANGIT7.ID - Masjid Baiturrahman di Banda Aceh merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Aceh yang sarat sejarah. Masjid ini menjadi pusat keagamaan sekaligus simbol budaya dan perjuangan masyarakat Aceh.
Dalam
Ensiklopedia Kemendikbud dijelaskan, Masjid Baiturrahman dibangun pada 1612 oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Masjid ini sempat dibakar oleh pasukan Belanda pada 10 April 1873.
Untuk meredam kemarahan rakyat, Gubernur Jenderal Van Lansberge memerintahkan pembangunan ulang yang rampung pada 27 Desember 1881.
Semula, Masjid Baiturrahman hanya memiliki satu kubah dan satu menara, tetapi setelah renovasi bertahap pada 1935, 1958, dan 1981, jumlah kubah menjadi tujuh dengan delapan menara.
Meski sempat terkena dampak tsunami 2004, Masjid Baiturrahman tetap berdiri kokoh minim kerusakan.
Fungsi dan Peran Masjid Baiturrahman dalam SejarahSejak awal, Masjid Baiturrahman memiliki banyak fungsi. Pada masa Sultan Iskandar Muda, masjid ini digunakan untuk menyiarkan agama Islam kepada warga lokal maupun pendatang dari Persia, Arab, Turki, dan Melayu.
Pada masa penjajahan, masjid ini menjadi markas pertahanan melawan Belanda, terutama selama pemerintahan Sultan Alaidin Mahmud Syah (1870-1874 M). Masjid Baiturrahman juga menjadi tempat musyawarah strategis, sehingga kerap menjadi target serangan musuh.
Saat tsunami melanda Aceh pada 2004, Masjid Baiturrahman dijadikan tempat penampungan sementara bagi para pengungsi.
Kini, selain menjadi tempat ibadah, masjid ini juga digunakan untuk pengajian, acara keagamaan, dan menjadi salah satu destinasi wisata religi di Aceh.
Arsitektur Bernuansa MughalMerujuk Nur Asiah dalam
Ensiklopedia Peninggalan Bersejarah Indonesia, Masjid Baiturrahman didesain oleh Gerrit van Bruins, seorang arsitek militer Belanda. Adapun konsultannya yakni Snouck Hurgronje.
Masjid ini mengusung gaya arsitektur Mughal dengan ciri khas menara dan kubah besar yang menyerupai Taj Mahal di India.
Pintu masjid yang terbuat dari kayu dengan ornamen indah, dinding dan pilar ber-relief, tangga marmer dari China, serta kaca patri dari Belgia menambah keunikan dan keindahan bangunan ini.
Sekarang, Masjid Baiturrahman tidak hanya menjadi tempat beribadah, tetapi juga cermin sejarah dan kebudayaan masyarakat Aceh.***
(hbd)