LANGIT7.ID--Setiap Muslim tahu ke mana ia menghadap saat bersujud. Kiblat yang sama dari berbagai pelosok dunia:
Makkah al-Mukarramah. Kota yang dalam banyak jiwa tak hanya menjadi arah salat, tapi juga arah kerinduan. Impian, cita, sekaligus destinasi rohani.
Kota ini bukan sekadar tanah tempat berdirinya Kakbah, tapi medan yang sejak penciptaan langit dan bumi telah dinobatkan Allah sebagai tanah suci. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ pada hari
Fathu Makkah:
إِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ، فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ"
Sesungguhnya kota ini, Allah telah memuliakannya pada hari penciptaan langit dan bumi. Ia adalah kota suci dengan dasar kemuliaan yang Allah tetapkan sampai hari Kiamat." (HR Bukhari & Muslim)
Tanah ini tak seperti kota lain. Ia disucikan bukan karena manusianya, tapi karena kehendak-Nya. Bahkan Nabi ﷺ pun mematri kecintaannya pada Makkah dalam ungkapan yang lirih ketika terpaksa meninggalkan kota kelahirannya:
وَاللَّهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللَّهِ، وَأَحَبُّ أَرْضِ اللَّهِ إِلَى اللَّهِ، وَلَوْلَا أَنِّي أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ"Demi Allah. Engkau adalah sebaik-baik bumi, dan bumi Allah yang paling dicintai-Nya. Seandainya aku tidak terusir darimu, aku tidak akan keluar."
Baca juga: Abu Bakar Ash-Shiddiq: Jejak Awal Sang Pembenar dalam Tahun-Tahun Gelap Makkah Doa Ibrahim, Janji AllahTak banyak yang menyadari bahwa Makkah adalah kota yang lahir dari doa. Ketika Ibrahim meninggalkan istrinya, Hajar, dan putranya, Ismail, di lembah tandus tak bertanaman, ia tak meminta hujan, tidak pula tanaman. Ia hanya memohon satu hal:
رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا"
Ya Rabb-ku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman." (QS Ibrahim: 35)
Permohonan itu tidak sia-sia. Makkah menjadi tanah haram yang dijaga langsung oleh Allah. Bahkan ketika pasukan bergajah Raja Abrahah ingin menghancurkan Ka'bah, perlindungan itu datang dari langit. Serangan burung-burung *ababil* menjadi penanda: tanah ini bukan sembarang tanah.
Tanah yang Tak Menerima NodaAda aturan tak tertulis tapi sangat tegas di kota ini: jangan pernah bawa dosa ke dalamnya. Makkah tidak mentoleransi niat jahat. Dalam Al-Qur’an, ancaman Allah jelas:
وَمَن يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُّذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ"
Siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zhalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih." (QS Al-Hajj: 25)
Syaikh As-Sa’di menjelaskan bahwa ayat ini mengandung larangan keras untuk niat jahat, bukan hanya perbuatan. Artinya, Makkah adalah kota yang membaca isi hati. Bahkan lintasan niat tercela di dalamnya, bisa berbuah murka.
Baca juga: Makkah Sebelum Cahaya Itu Turun: Titik Balik Sejarah Hukum-Hukum Sakral di Tanah HaramLarangan terhadap keburukan bukan semata moralitas, tetapi juga hukum syar’i yang mengikat setiap orang yang menginjakkan kaki di sana. Di antaranya:
1. Orang kafir dilarang masuk Tanah Haram, sebagaimana firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ(QS At-Taubah: 28)
2. Tidak boleh memburu binatang liar, mencabut tumbuhan, atau mematahkan duri.
Sabda Nabi ﷺ:
لَا يُعْضَدُ شَوْكُهُ وَلَا يُنَفَّرُ صَيْدُهُ وَلَا يُلْتَقَطُ لُقَطَتُهُ إِلَّا لِمُعَرِّفٍ، وَلَا يُخْتَلَى خَلَاهُ"Tidak boleh dipatahkan durinya, tidak boleh dikejar hewan buruannya, dan tidak boleh diambil barang temuannya, kecuali bagi orang yang ingin mengumumkannya, dan tidak dicabut rerumputannya." (Muttafaqun ‘Alaih)
3. Pahala dilipatgandakan, tapi dosa juga diperberat.
Satu shalat di Masjidil Haram setara dengan seratus ribu rakaat di tempat lain:
صَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ(HR Ahmad dan Ibnu Majah, shahih)
Syaikh Ibnu Utsaimin mencatat bahwa bahkan Rasulullah ﷺ ketika bermukim di Hudaibiyah memilih tempat shalat yang berada dalam batas Tanah Haram, meskipun hanya beberapa langkah, demi keutamaan tersebut.
Baca juga: Pecah Kongsi di Kakbah: Kisah Munculnya Abdul Muthalib di Makkah Kota yang Menolak Kekuasaan DuniawiDalam sejarah Islam, Makkah nyaris tak pernah dijadikan pusat kekuasaan. Khulafaur Rasyidin memilih Madinah. Dinasti Umayyah dan Abbasiyah membangun pusat di Damaskus dan Baghdad. Utsmani pun memilih Istanbul. Sebab Makkah bukan tempat kekuasaan, melainkan kekhusyukan. Bukan pusat peradaban duniawi, melainkan mihrab spiritual umat manusia.
Makkah tidak bisa dijajah oleh niat duniawi. Ia menolak pemaknaan profan. Ia hanya menerima mereka yang datang untuk menyucikan diri, bukan menancapkan panji-panji pengaruh.
Makkah bukan hanya kota yang sakral, tapi juga sensitif. Ia menyambut hamba yang bertobat, tapi menolak mereka yang datang membawa niat gelap. Di sini, amal baik berlipat-lipat, tapi dosa pun bisa meledak berat.
Di kota ini, tempat di mana malaikat turun ribuan setiap hari, dosa sekecil apapun menjadi besar. Bukan karena dosanya, tapi karena tempatnya. Makkah adalah satu-satunya tempat di muka bumi di mana niat buruk bisa langsung dinilai sebagai pelanggaran.
Karena itu, jangan sekadar datang. Datanglah dengan penuh takwa. Sebab Makkah bukan kota biasa. Ia adalah ruang suci tempat bumi mencium langit. “Bayangkan bila kota suci ini dikotori oleh ambisi kekuasaan, lalu di manakah lagi umat bisa menengadahkan wajahnya tanpa beban dunia?”
Baca juga: Qushayy dan Panggung Pertama Makkah: Menukar Kunci Kakbah dengan Khamar(mif)