Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Rabu, 09 Juli 2025
home masjid detail berita

Dua Jalan Peradaban: Islam dan Barat di Simpang Spiritualitas

miftah yusufpati Kamis, 03 Juli 2025 - 05:00 WIB
Dua Jalan Peradaban: Islam dan Barat di Simpang Spiritualitas
Politik hanya menghasilkan kekuasaan, bukan hikmah. Ilustrasi: AI
LANGIT7.ID-Dalam babak baru sejarah modern, ketika umat manusia berlari dengan kecepatan teknologi dan terpesona oleh pertumbuhan ekonomi, satu pertanyaan mendasar pelan-pelan terhapus dari ruang publik: Apa arti hidup? Bagi Barat modern, pertanyaan ini telah kehilangan relevansi praktisnya. Yang tersisa adalah dorongan untuk bereksperimen, mencipta, dan menguasai.

Hanya saja, dalam pandangan Muhammad Asad, pemikir kelahiran Eropa yang memilih Islam sebagai jalan hidupnya, inilah titik balik yang membedakan antara dua poros peradaban: Islam dan Barat. Melalui bukunya Islam di Simpang Jalan, Asad menyodorkan bukan sekadar kritik terhadap peradaban Barat, tetapi pembacaan mendalam tentang struktur moral Islam yang berdiri di atas pengakuan tak tergoyahkan akan realitas spiritual manusia: roh.

Islam, kata Asad, adalah bentuk theokrasi yang paling sempurna—bukan dalam arti kekuasaan ulama atas negara, tetapi dalam pengertian bahwa nilai-nilai religius menjadi pondasi semua segi kehidupan. Dalam Islam, hukum moral tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial dan politik. Syari'ah tidak hanya bicara tentang ibadah, tetapi juga kontrak dagang, warisan, bahkan etika perang. Ini menunjukkan bahwa, bagi Islam, kehidupan tidak pernah terbagi antara dunia dan akhirat; keduanya adalah satu tarikan nafas yang sama.

Bandingkan ini dengan peradaban Barat modern, yang menurut Asad, sepenuhnya dikuasai oleh pertimbangan praktis dan daya dorong ekspansionis yang bersifat lahiriah. Peradaban Barat bertanya: Bentuk apa lagi yang bisa diambil oleh kehidupan? Bukan: Untuk apa semua bentuk itu ada?

Baca juga: Di Tengah Gelombang Barat: Jalan Tengah Menurut Muhammad Asad

Kekuasaan dan Kekeliruan Barat

Memang, Islam pun mengakui mandat kekhalifahan manusia di bumi—perintah untuk mengelola dan mengembangkan alam. Tapi Asad mengingatkan bahwa Barat terjebak dalam kesalahan besar: menyamakan kemajuan material dan pengetahuan ilmiah sebagai tanda perbaikan spiritual umat manusia. Ini, katanya, adalah kekeliruan menerapkan hukum biologis pada sesuatu yang non-biologis: jiwa.

Barat tidak percaya lagi pada ruh, tulis Asad dengan tajam. Maka tak heran jika semua pencapaiannya—dari kolonialisme hingga kapitalisme modern—tidak pernah menyentuh pertumbuhan moral. Bahkan, dalam banyak hal, menjadi justru penyebab krisis etika global yang kita saksikan hari ini.

Di sinilah posisi Islam menjadi sangat penting sebagai peradaban yang tidak pernah membuang dimensi transendental dari kehidupan. Ruh, dalam Islam, bukan sekadar gagasan metafisik, melainkan pusat eksistensi manusia dan arah seluruh dinamika hidupnya.

Uniknya, Asad tidak menawarkan spiritualitas yang semata-mata mistik atau kontemplatif. Islam, menurutnya, justru menekankan perjuangan personal yang konkret. Setiap individu bertanggung jawab untuk menyempurnakan dirinya sendiri secara moral dan spiritual—bukan sebagai bagian dari kemajuan kolektif umat manusia, tetapi sebagai tugas pribadi yang dimulai dan diakhiri oleh dirinya sendiri.

"Unsur dinamika dari perbaikan spiritual terbatas pada makhluk perorangan," tulisnya. "Kita tidak mungkin maju menuju kesempurnaan sebagai badan kolektif."

Baca juga: Islam dan Jalan Tengah: Menyelaraskan Dunia dan Akhirat Tanpa Dosa Warisan

Namun, di sisi lain, Islam juga menekankan pentingnya masyarakat. Tugas masyarakat adalah menciptakan kondisi yang memungkinkan individu mencapai kesempurnaannya: mengurangi hambatan, memperbanyak dorongan. Di sini, Asad menunjukkan bahwa individualisme Islam tidak bertentangan dengan solidaritas sosial. Justru sebaliknya—individualisme yang matang membutuhkan dukungan struktur sosial yang etis dan adil.

Krisis Rohani dan Kekuasaan Tanpa Tujuan

Dengan tidak lagi mengakui roh, Barat telah kehilangan landasan moral. Apa yang tersisa adalah etika instrumental: segala hal diukur dari kegunaan, bukan kebenaran. Penyerahan diri kepada hukum moral digantikan oleh kepatuhan pada hukum pasar, hukum kekuasaan, dan logika kebangsaan.

"Dewa Barat bukanlah kebahagiaan spiritual," tegas Asad, "melainkan keenakan, comfort."

Falsafah hidupnya adalah kemauan untuk berkuasa demi kekuasaan itu sendiri—sebuah warisan Romawi Kuno yang tak kunjung usai, hanya berganti rupa: dari kolonialisme militer menjadi dominasi budaya dan ekonomi global hari ini.

Apa yang ditawarkan Asad bukanlah nostalgia peradaban masa lalu, tetapi gagasan berani untuk menata ulang fondasi hidup modern dengan menempatkan ruh kembali ke pusatnya. Islam tidak anti kemajuan, tetapi menuntut agar kemajuan diarahkan—bukan hanya dijalankan. Tanpa tujuan transendental, sains hanya melahirkan mesin, bukan makna. Ekonomi hanya menciptakan pasar, bukan keadilan. Politik hanya menghasilkan kekuasaan, bukan hikmah.

Baca juga: Kesatuan Spiritual dan Material: Islam dan Harmoni Kehidupan Modern

Dengan membandingkan Islam dan Barat dalam sorotan spiritualitas, Asad mengajak umat Islam untuk kembali menyadari nilai khas yang mereka miliki: sebuah sistem moral yang tidak membelah dunia dan akhirat, tubuh dan jiwa, hak individu dan kewajiban sosial. Jalan tengah inilah yang menjadi titik simpang: apakah umat Islam akan terus mengikuti arus dunia yang kehilangan arah, atau kembali menegakkan jalan ruh yang kokoh dalam sejarahnya.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Rabu 09 Juli 2025
Imsak
04:34
Shubuh
04:44
Dhuhur
12:01
Ashar
15:23
Maghrib
17:55
Isya
19:08
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Isra':1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.
QS. Al-Isra':1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan