LANGIT7.ID–Jakarta; Kejaksaan Agung terus menunjukkan keseriusannya dalam upaya pemulihan kerugian keuangan negara. Melalui Tim Penuntut Umum pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus), Kejagung menyita uang senilai Rp1,37 triliun dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya pada tahun 2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum, menjelaskan bahwa penyitaan tersebut dilakukan di tahap penuntutan terhadap dua kelompok besar korporasi, yaitu Grup Musim Mas dan Grup Permata Hijau. Langkah ini dilakukan berdasarkan izin dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penyitaan ini merupakan tindak lanjut dari proses hukum lanjutan setelah 12 korporasi terdakwa dalam kasus ini sempat memperoleh putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun, Kejaksaan tidak tinggal diam dan melanjutkan proses hukum melalui jalur kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
“Seluruh uang yang telah disita menjadi bagian tak terpisahkan dari memori kasasi. Kami berharap Mahkamah Agung mempertimbangkan uang tersebut sebagai kompensasi untuk kerugian negara akibat perbuatan para terdakwa,” ujar Harli dalam keterangannya, Rabu (2/7/2025).
Dana senilai Rp1,37 triliun tersebut kini telah diamankan dalam Rekening Penampungan Lainnya (RPL) Jampidsus di Bank BRI. Uang tersebut berasal dari titipan enam perusahaan yang sebelumnya telah menyetorkan dana pengganti ke negara.
Menurut Harli, langkah penyitaan ini merupakan bagian dari strategi penegakan hukum dan pemulihan kerugian negara. "Dana tersebut berasal dari uang titipan enam perusahaan yang sebelumnya telah menyetorkan dana pengganti ke negara," ujarnya.
Adapun rincian nilai titipan tersebut berasal dari enam perusahaan Grup Musim Mas senilai Rp1,18 triliun, dan lima perusahaan dari Grup Permata Hijau termasuk PT Nagamas Palm Oil Lestari dan PT Pelita Agung Agrindustri yang menitipkan total Rp186,43 miliar.
Kasus ini menimbulkan sorotan luas karena melibatkan perusahaan besar di sektor strategis nasional, yaitu industri kelapa sawit. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta kajian dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), kerugian negara dan keuntungan ilegal akibat perkara ini ditaksir mencapai Rp5,83 triliun.
“Rinciannya Grup Musim Mas Rp4,89 triliun dan Grup Permata Hijau Rp937,5 miliar,” ujar Harli.
Berikut daftar 12 korporasi terdakwa, Grup Musim Mas terdiri dari tujuh perusahaan, yaitu PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas – Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas. Sementara itu, Grup Permata Hijau mencakup lima perusahaan, yakni PT Nagamas Palm Oil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.
Pemerintah melalui Kejaksaan Agung menegaskan komitmennya dalam menindak tegas segala bentuk korupsi, termasuk di sektor ekspor komoditas vital seperti minyak sawit mentah (CPO), sebagai bagian dari langkah nyata menuju tata kelola yang bersih dan akuntabel.
(lam)