LANGIT.ID-Di antara tokoh paling misterius dalam sejarah Islam, nama
Nabi Khidir mungkin yang paling sering disebut. Sosok yang tercatat sebagai “teman belajar”
Nabi Musa dalam Surat Al-Kahfi itu, dalam bayangan banyak orang, adalah hamba saleh yang tidak pernah mati, menampakkan diri di padang pasir, gunung, atau bahkan di tengah kota, memberikan kirqah atau nasihat kepada orang-orang terpilih.
Di mimbar-mimbar ia dipuji sebagai wali agung yang masih hidup hingga hari ini, terus berkelana sebagai penjaga rahasia Tuhan. Di warung kopi, kisah-kisah penampakannya menyelusup sebagai cerita rakyat yang ajaib.
Namun, seperti banyak dongeng yang sudah telanjur dipercaya, pertanyaan yang jarang diajukan adalah: benarkah Al-Khidir masih hidup?
Cerita tentang Al-Khidir bermula jelas. Al-Qur’an menyebutnya sebagai seorang hamba yang diberi rahmat dan ilmu langsung dari sisi Allah (QS Al-Kahfi:65). Musa diperintahkan untuk berguru kepadanya. Dalam perjalanannya, Musa menyaksikan tiga perbuatan Al-Khidir yang tampak ganjil: melubangi perahu, membunuh seorang anak, dan mendirikan kembali tembok yang hampir roboh di sebuah desa yang pelit. Musa selalu mempertanyakan tindakan-tindakan itu, hingga di ujung perjalanan, Al-Khidir berkata tegas: semua itu bukan atas kehendaknya sendiri, melainkan wahyu dan perintah Tuhan (QS Al-Kahfi:82).
Baca juga: Ketika Kaum Sufi Anggap Nabi Khidir Masih Hidup Hingga Kini Setelah ayat itu, Al-Qur’an, Sunnah, dan para sahabat Nabi tidak lagi mencatat sepak terjang Al-Khidir. Namun, berabad-abad kemudian, kisah-kisah tentangnya hidup, bahkan lebih keras dari ingatan akan pesan Qur’an itu sendiri.
Sejumlah ulama klasik berusaha meluruskan. Imam Bukhari, sebagaimana dikutip oleh Ibnul Qayyim dalam *Al-Manaarul Muniif fil-Haditsish-Shahih wadl-Dla’if*, menolak gagasan bahwa Al-Khidir masih hidup: “Bagaimana mungkin? Nabi telah bersabda bahwa tidak ada seorang pun yang hidup di muka bumi pada masa beliau yang akan berumur lebih dari seratus tahun setelah beliau wafat.” (HR. Bukhari–Muslim).
Ibnul Qayyim juga menyebut bahwa hampir semua hadis tentang Al-Khidir yang hidup panjang, berjumpa dengan Nabi, Ilyas, atau para wali, adalah maudhu’, alias palsu. Salah satunya berbunyi: “Rasulullah sedang berada di masjid, beliau mendengar suara di belakangnya, ternyata itu Al-Khidir.” Hadis lain yang mengatakan Al-Khidir dan Ilyas bertemu setiap tahun atau bertemu Jibril dan Mikail di Arafah juga termasuk dalam daftar yang ditolak.
Syekh Ibnu Taimiyah menambahkan bahwa seandainya Al-Khidir masih hidup, tentu ia akan datang kepada Rasulullah, belajar darinya, dan ikut berjihad bersama umat Islam. “Bagaimana mungkin seorang Nabi tidak didatangi oleh hamba saleh yang lebih tua jika ia memang hidup?” tulis Ibnu Taimiyah dalam fatwanya.
Baca juga: Nabi Khidir Diklaim Masih Hidup, Benarkah Demikian? Ayat Al-Qur’an sendiri menegaskan: “Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad), maka jika kamu mati apakah mereka akan kekal?” (QS Al-Anbiyaa:34).
Lalu mengapa kisah Al-Khidir terus hidup? Jawabannya barangkali sederhana: manusia selalu membutuhkan keajaiban. Kisah tentang seseorang yang misterius, penuh rahmat, dan selalu muncul untuk memberi pertolongan terasa menyejukkan, terutama di tengah dunia yang keras dan penuh derita. Cerita-cerita itu memenuhi ruang ketika akal lelah dan iman butuh hiburan.
Namun
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam
Fatawa Qardhawi: Permasalahan, Pemecahan, dan Hikmah (Risalah Gusti, 1996) mengingatkan, banyak cerita tentang Al-Khidir hanyalah hasil imajinasi manusia yang dibungkus baju agama. “Cerita-cerita itu disebarkan di kalangan orang awam dan mereka menganggapnya bagian dari agama, padahal bukan,” tulisnya.
Soal apakah Al-Khidir Nabi atau wali, para ulama berbeda pendapat. Namun mayoritas condong bahwa ia seorang Nabi. Dalilnya, semua perbuatannya yang tampak “aneh” berasal dari wahyu, bukan kehendak pribadi, sebagaimana pengakuannya dalam QS Al-Kahfi:82: “Dan bukanlah aku melakukannya menurut kemauanku sendiri…”
Jika ia seorang Nabi, ia tetaplah manusia, dengan usia yang juga dibatasi hukum alam. Nabi Muhammad sendiri bersabda, “Demi Allah, andaikata Musa masih hidup, tentu ia akan mengikuti aku.” (HR Ahmad, dari Jabir bin Abdullah). Begitu pula, jika ia seorang wali, ia tidak lebih utama dari Abu Bakar, dan tak mungkin tetap hidup hingga kini.
Baca juga: Doa-doa Nabi Musa yang Tak Lelah Melawan Fir’aun Kisah tentang Al-Khidir, seperti diingatkan para imam hadis, seringkali lebih banyak menghibur daripada membimbing. Sebagaimana dikatakan Qardhawi, ia telah menjadi baju untuk cerita-cerita fantastis yang sebetulnya bukan bagian dari ajaran Islam. Dan, seperti yang diingatkan Al-Qur’an sendiri, tak ada manusia yang dikekalkan hidupnya di dunia.
Di dunia yang memang penuh misteri, ada hal-hal yang cukup kita imani tanpa perlu mereka-reka. Dan untuk yang lain, seperti jejak Al-Khidir, cukup berhenti di ujung jalan Surat Al-Kahfi—di mana Allah menutup kisah itu dengan pesan bahwa setiap perbuatan-Nya memiliki alasan, yang kadang tak kita pahami, dan tak perlu kita karang-karang.
(mif)