LANGIT7.ID | Di sebuah perbatasan wilayah yang dijaga ketat, kabar angin beredar bahwa Mullah 
Nasrudin Hoja ternyata juga seorang penyelundup.
Orang-orang bilang, setiap minggu ia melintasi gerbang sambil membawa sesuatu yang misterius.
Penjaga gerbang pun jadi curiga, apalagi Nasrudin selalu mengenakan jubah tebal, berlapis-lapis, bahkan di musim panas yang terik.
Setiap kali lewat, penjaga akan menghentikannya.
"Mullah, berhenti! Buka jubahmu. Kali ini kau tak akan lolos!"
Nasrudin hanya tersenyum sabar dan membuka lapisan demi lapisan jubahnya.
Di balik lapisan pertama: tak ada apa-apa.
Di balik lapisan kedua: hanya jubah lain lagi.
Di balik lapisan ketiga: masih jubah, dan begitu seterusnya.
Baca juga: Kisah Humor Sufi Nasrudin Hoja: Membaca Jalan Pikiran yang Terbalik Penjaga memeriksa dengan teliti, sampai kadang keringatan sendiri, tapi tak pernah menemukan apapun yang mencurigakan.
Begitu selesai, Nasrudin hanya mengangguk hormat dan melanjutkan perjalanannya sambil berkata,
"Semoga engkau diberi kesabaran sebesar usaha mencarimu itu."
Minggu berganti minggu, bulan berganti bulan. Penjaga tak juga menemukan apa pun.
Sampai suatu malam, setelah sekian lama penasaran, salah seorang penjaga memberanikan diri mendatangi rumah Nasrudin secara diam-diam.
Ia mengetuk pintu. Nasrudin membuka, tersenyum ramah, seolah sudah menebak kedatangannya.
Penjaga itu berbisik, "Mullah… aku sudah menyerah. Bertahun-tahun aku mencarimu, memeriksa semua jubahmu, tapi tidak pernah kutemukan apa pun.
Tolonglah, demi ketenangan pikiranku… katakanlah: apa sebenarnya yang engkau selundupkan selama ini?"
Nasrudin menatapnya dengan tatapan datar, lalu menjawab serius:
"Jubah," katanya pendek.
Penjaga melongo, lalu terdiam.
Baru kemudian ia menyadari, bahwa selama ini Mullah memang menyelundupkan jubah — dengan cara paling terang-terangan, tapi pikirannya sendiri yang terlalu sibuk mencari sesuatu yang ‘tersembunyi’.
Baca juga: Kisah Humor Sufi Nasrudin Hoja: Di Bawah Pohon ArbeiHikmah yang bisa dipetik dari beberapa sisi:
1. Kebenaran sering tampak sederhana, tapi kita sendiri yang merumitkannya.
Penjaga sibuk mencurigai ada sesuatu yang tersembunyi, padahal yang diselundupkan Nasrudin sudah ada di depan mata: jubah-jubah itu sendiri. Kadang kita terlalu sibuk mencari yang “aneh” atau “tersembunyi”, sehingga gagal melihat jawaban yang jelas.
2. Jangan terkecoh oleh prasangka dan dugaan berlebihan. 
Penjaga sudah menetapkan dalam pikirannya bahwa Nasrudin pasti membawa sesuatu yang salah. Padahal, dugaan itu membuatnya buta terhadap kenyataan yang sebenarnya.
3. Kecerdikan lebih tajam daripada kekuatan atau kecurigaan.
Nasrudin menunjukkan bahwa dengan kecerdikan dan humor, ia bisa mengakali sistem yang kaku tanpa benar-benar melanggar aturan — dia memang membawa jubah, bukan barang terlarang.
4. Kadang orang lebih sibuk dengan bayangan ketakutannya sendiri daripada dengan kebenaran. 
Penjaga lebih sibuk membayangkan “barang selundupan” yang hebat-hebat, daripada sekadar bertanya dengan jernih sejak awal.
Secara sederhana:
“Yang nyata sering tersembunyi karena kita terlalu sibuk mencari yang tak nyata.”
Kalau Anda mau, saya juga bisa bantu merangkainya jadi puisi hikmah atau nasihat yang lebih indah. Tinggal beri tahu saja.
Baca juga: Kisah Humor Sufi Nasrudin Hoja: Melihat Apa Adanya(mif)