LANGIT7.ID- Di sebuah majelis pengajian di Jakarta, seorang jamaah mengajukan pertanyaan sederhana: “Kalau makan sambil bersandar itu dosa atau tidak?” Pertanyaan ringan ini segera menyinggung satu tema klasik dalam hukum Islam: perkara makruh.
Dalam fikih, makruh adalah tingkatan larangan paling rendah dalam hukum syariat. Ulama membaginya menjadi dua: makruh tahrimi yang lebih dekat pada haram, dan makruh tanzihi yang lebih dekat pada halal.
“Perkara makruh adalah sesuatu yang bila ditinggalkan mendapat pahala, tetapi bila dikerjakan tidak menimbulkan dosa,” tulis Syaikh Yusuf al-Qaradawi dalam Fiqh Prioritas (Robbani Press, 1996).
Contohnya bertebaran dalam kitab Riyadh al-Shalihin karya Imam Nawawi: makan sambil bersandar, meniup minuman panas, beristinja dengan tangan kanan, atau berjalan hanya dengan satu sandal. Semua dianggap tidak ideal, tapi tidak sampai mendatangkan hukuman dosa.
Meski tidak berdosa, ulama menilai perbuatan makruh tetap layak mendapat kecaman jika dilakukan terus-menerus. “Ia pantas ditegur, bukan dihukum,” tulis al-Qaradawi.
Makruh, dengan demikian, lebih dekat ke ranah etika ketimbang hukum pidana. Ia mengatur adab, membentuk kehalusan perilaku, dan mendorong muslim untuk menjaga kesempurnaan takwa.
Baca juga: 3 Perkara Makruh Saat Puasa Ramadhan yang Jarang Kita Sadari Prioritas dalam FikihNamun al-Qaradawi juga mengingatkan agar umat tidak terjebak dalam “perang melawan hal-hal makruh” sementara hal-hal haram yang jelas justru diabaikan. Ia menyebut fenomena ini sebagai kesalahan dalam menempatkan prioritas hukum Islam.
“Jangan sampai sibuk memerangi makruh, tetapi membiarkan praktik riba atau kezaliman yang nyata di sekitar kita,” tulisnya.
Dalam praktik sehari-hari, makruh bisa menjadi ruang abu-abu yang menguji sensitivitas moral umat. Apakah memilih meneguk minuman tanpa meniupnya, atau menunda salat agar tidak tergesa saat makanan sudah terhidang.
“Makruh adalah wilayah latihan takwa,” kata seorang ustaz di Yogyakarta. “Tidak berdosa jika dikerjakan, tapi meninggalkannya bisa jadi pintu kecil menuju kesempurnaan iman.”
Baca juga: Hukum Begadang dalam Islam, Makruh hingga Haram(mif)