Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Kamis, 02 Oktober 2025
home masjid detail berita

Teo-Demokrasi: Gagasan Al-Maududi yang Menggema, ketika Islam Jadi Sistem Hidup

miftah yusufpati Senin, 29 September 2025 - 16:00 WIB
Teo-Demokrasi: Gagasan Al-Maududi yang Menggema, ketika Islam Jadi Sistem Hidup
Sekularisme dan kapitalisme dianggap Maududi sebagai wajah baru jahiliyah. Ilustrasi: Ist
LANGIT7.ID-Di kota Hyderabad, India, pada awal abad ke-20, lahirlah seorang pemikir yang kelak mengguncang wacana dunia Islam: Abu al-A‘la al-Maududi (1903–1979). Lewat pena dan pidatonya, ia menantang modernitas Barat yang dianggapnya meminggirkan Tuhan. Baginya, umat Islam harus kembali pada Islam yang total, menyeluruh, dan eksklusif.

“Islam bukan sekadar agama dalam arti Barat,” tulisnya dalam Towards Understanding Islam (1932). “Ia adalah sistem hidup yang mencakup politik, ekonomi, masyarakat, bahkan seni dan budaya.”

Bagi al-Maududi, modernitas sekuler tak ubahnya bentuk baru dari jahiliyah—sebuah istilah yang awalnya merujuk pada kondisi masyarakat Arab pra-Islam. Dalam karya monumentalnya Four Basic Concepts of the Qur’an (1960), ia menjelaskan bahwa ubudiyah (penghambaan), din (agama sebagai sistem hidup), ilah (yang ditaati), dan rabb (yang memelihara) harus dimurnikan hanya untuk Allah. Segala bentuk kekuasaan manusia yang menyaingi otoritas Tuhan dianggap sebagai tirani modern.

Pemikiran ini bukan sekadar teori. Pada 1941, al-Maududi mendirikan Jamaat-e-Islami di Lahore, sebuah organisasi politik-religius yang bercita-cita menegakkan negara Islam. Menurut Vali Reza Nasr dalam Mawdudi and the Making of Islamic Revivalism (Oxford University Press, 1996), Jamaat-e-Islami menjadi pionir gerakan Islam modern yang mencoba menggabungkan ideologi politik dengan spiritualitas.

Menolak Peradaban Barat

Al-Maududi menolak keras dominasi Barat, baik dalam politik, ekonomi, maupun budaya. Baginya, menerima konsep Barat seperti sekularisme, demokrasi liberal, atau kapitalisme adalah bentuk kompromi terhadap kekuasaan manusia atas manusia. Sebagai gantinya, ia menawarkan konsep teo-demokrasi: pemerintahan yang berlandaskan kedaulatan Allah, namun tetap membuka ruang musyawarah umat.

John L. Esposito dalam Islam and Politics (Syracuse University Press, 1984) mencatat, ide “teo-demokrasi” Maududi kemudian menginspirasi gerakan-gerakan Islam lain, dari Ikhwanul Muslimin di Mesir hingga Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Indonesia.

Tentu saja, gagasan al-Maududi menuai kritik. Fazlur Rahman, dalam Islam (University of Chicago Press, 1979), menilai Maududi terlalu ideologis dan kurang memberi ruang bagi pluralisme. Pemikirannya dianggap kaku, memaksa Islam berhadap-hadapan dengan Barat tanpa ruang dialog.

Namun, pengaruhnya tak bisa dipandang sebelah mata. Al-Maududi menulis lebih dari 120 buku dan risalah, termasuk tafsir raksasa Tafhim al-Qur’an yang masih populer di Asia Selatan. Gerakan yang ia bangun menjalar ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, lewat jaringan organisasi dakwah dan literatur terjemahan.

Aktual Relevansi

Di era digital, gagasan “jahiliyah modern” kembali terasa gaungnya. Ketika kapitalisme global menundukkan individu dalam sistem pasar dan algoritma media sosial mengatur perilaku, kritik al-Maududi tentang dominasi manusia atas manusia terdengar aktual. Pertanyaannya: apakah solusi yang ia tawarkan—sebuah peradaban Islam yang eksklusif—masih relevan dalam dunia plural dan saling terhubung?

Bagi pengikutnya, jawabannya tegas: ya. Islam, menurut al-Maududi, bukan sekadar agama pribadi, melainkan proyek peradaban. Sebuah visi yang, setidaknya, mengingatkan bahwa di balik derasnya arus modernitas, umat Islam masih mencari jalan pulang menuju makna ubudiyah yang sejati.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Kamis 02 Oktober 2025
Imsak
04:12
Shubuh
04:22
Dhuhur
11:46
Ashar
14:50
Maghrib
17:50
Isya
18:59
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Jumu'ah:8 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ اِنَّ الْمَوْتَ الَّذِيْ تَفِرُّوْنَ مِنْهُ فَاِنَّهٗ مُلٰقِيْكُمْ ثُمَّ تُرَدُّوْنَ اِلٰى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ࣖ
Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
QS. Al-Jumu'ah:8 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan