LANGIT7.ID–Fatherless dan daddy issue menjadi Istilah yang umum digunakan untuk menggambarkan kondisi anak yang kehilangan sosok ayah. ketidakhadiran ayah secara langsung maupun sebagai figur ayah dalam keluarga menjadi sorotan tentang munculnya masalah-masalah anak yang terjadi belakangan mulai dari tawuran anak remaja sampai kecanduan minuman keras, bahwa kondisi ini menyimpan banyak sekali teka-teki termasuk pertanyaan yang tentunya perlu diungkap dan dipaparkan lebih komprehensif.
Disisi lain tujuan utama dalam pernikahan adalah membentuk keluarga yang damai, tenang dan berkah juga memiliki keturunan yang mampu menyempurnakan keseimbangan kehidupan dalam keluarga, dimana yang semula pria hanya memiliki peran sebagai suami dan perempuan hanya berperan sebagai isteri, akhirnya bergeser menjadi orang tua yaitu ayah dan ibu, Selain menambah tanggungjawab yang tentunya lebih dari pada sebelumnya, juga menghidupi ruang senyuman baru dengan kehadiran anak dalam keluarga. Seperti halnya dua sayap (satu sayap yaitu suami isteri dan satu sayap lainnya kehadiran anak) sehingga mereka sudah siap terbang menjemput kebahagiaan bersama.
Dalam hal ini anak membutuhkan sosok ayah sebagai panutan (tauladan) yang terus memberikan inspirasi dalam melakukan hal-hal yang tidak diketahui oleh anak, hal yang tidak di mengerti dan beberapa hal yang membutuhkan peneguhan sosok ayah. Namun nyatanya memang, terdapat situasi tertentu yang membuat anak-anak justru harus kehilangan kesempatan itu. yang disebut dengan mengalami fatherless atau daddy issues.
Padahal tugas mendidik bukan hanya kewajiban seorang ibu namun juga bagi ayah. Namun ternyata, mayoritas masyarakat dunia masih menerapkan budaya patriarki terutama dalam kehidupan berumah tangga. Hal ini berdampak pada pola pengasuhan anak yang biasanya dibebankan kepada ibu. Sementara peran ayah diasosiasikan sebagai pencari nafkah, sehingga ketidakhadirannya dalam mengasuh anak sering dianggap normal (dinormalisasi).
Berdasarkan data United Nations Children’s Fund (UNICEF) pada 2021 lalu, ada sekitar 20,9% anak-anak di Indonesia yang tumbuh tanpa kehadiran sosok ayah. Pahit memang, tapi itulah faktanya bahwa jutaan anak di Indonesia tumbuh tanpa sosok ayah. Lantas bagaimana kemudian Islam memandang isu ini.
Sedangkan menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), angka perceraian di Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan setiap tahunnya, yang tentu berdampak terhadap meningkatnya jumlah anak yang tumbuh tanpa ayah (Nindhita & Pringgadan, 2023). Bahkan, dalam banyak kasus, peran ayah semakin terpinggirkan dalam kehidupan keluarga saat ini, di mana ibu sering kali menjadi figur utama dalam pengasuhan anak.
Doktrinasi masyarakat Indonesia mengatakan bahwa ayah adalah sosok perkasa tanpa perasaan, yang sudah tertanam pada alam berfikir budaya Indonesia bahwa peran seorang ayah hanya bertugas untuk mencari dan memberi nafkah untuk keluarganya, jadi seorang ayah tidak diperkenankan untuk mengurus masalah rumah tangga dan mengasuh anak. Sedangkan peran seorang ibu adalah mengurus segala urusan rumah tangga, termasuk mengasuh anak. Bila kembali kepada dalam Al-Qur’an sesungguhnya peran pengasuhan ditekankan kepada laki-laki sedangkan tugas ibu melahirkan dan menyusui dibebenkan sebagai tugas parenting.
Setidaknya penjelasan ini memberikan pandangan bahwa pengasuhan atau parenting sesungguhnya diberikan kepada kedua orang tua yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-sehari tindakan, perkataan dan tingkah laku dalam keluarga, sehingga peran keduanya begitu sangat dibutuhkan dalam mengembangkan Fisik, Emosional, Mental & Spiritual.
Dampak Daddy IssueDaddy Issues bukanlah terminologi yang sah digunakan dalam menggambarkan dan mendiagnosis kondisi mental seseorang. Pemakaian kata Daddy Issues kerap dipergunakan oleh pengguna media sosial dalam melabeli status hubungan mereka dengan figur ayah.
Menurut Sukmadiarti Psikolog asal Semarang mengatakan bahwa daddy issues muncul bukan semata karena ayah benar-benar tidak hadir, melainkan karena peran ayah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Daddy Issues diartikan kepada masalah psikologis anak tang terjalin hubungan ayah dan anak selama tumbuh kembangnya anak.
Sedangkan dalam tesis yang ditulis David Ricardo Inniss, daddy issue diartikan kurangnya keseimbangan emosional dan psikologis dan/atau depresi kinerja kognitif yang berakar pada pengalaman yang terkait dengan ketidakhadiran seorang ayah. Alhasil hubungan antara ayah dan anak itu bermasalah atau merenggang sehingga anak merasa tidak percaya diri, cemas, mudah marah, dan merasa harga dirinya rendah.
Berdasarkan survei Nasional Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2023 yang menerangkan bahwa gangguan pada mental cemas dan depresi, bahwa fenomena Daddy Issue mencakup berbagai kondisi psikologis seperti kecemasan, depresi, atau masalah keterkaitan yang lebih umum dipelajari dalam konteks gangguan psikologis yang lebih formal.
Dampak daddy issue bagi anak perempuan biasanya kesulitan dalam membina hubungan dengan lawan jenis saat dewasa nanti. Sementara bagi anak laki-laki akan mengalami kendala saat ia menjalani kehidupan rumah tangga.
Fatherless dan penyebabnyaBerbeda dengan daddy issues, menurut Sukmadiarti istilah fatherless lebih mengarah kepada pada kondisi ketiadaan ayah secara langsung, baik secara fisik maupun emosional. Misal dari segi bahasa fatherless berkaitan tidak adanya sosok ayah,namun nyatanya istilah fatherless yang selama ini berlaku di kalangan masyarakat memiliki makna yang lebih mendalam. Seperti dalam buku Indra Mulyana 'Keistimewaan Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak' yang diartikan bahwa fatherless merupakan sebuah fenomena yang membuat anak seolah-olah sudah kehilangan figur seorang ayah.
Istilah fatherless juga berlaku bagi anak-anak yatim yang sudah tidak memiliki ayah. Dalam situasi tersebut membuat anak-anak kehilangan sumber rasa aman dalam keluarga. Dalam penelitian ditemukan bahwa situasi seperti ini membuat anak-anak justru mengalami sejumlah dampak yang kurang baik, terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan mentalnya.
Bila dilihat dari gejalanya setidaknya ada dua hal yang menjadi penyebab paling signifikan terjadinya fatherless yaitu perceraian dan sistem pengasuhan patrilineal. Sistem pengasuhan dengan konsep patrilineal mazhab yang banyak dianut dan menyumbang tingginya angka fatherless di Indonesia.
Menurut Michael E. Lamb, dalam bukunya berjudul The Role of the Father in Child Development, mengatakan bahwa ketidakhadiran seorang ayah dalam pengasuhan anak dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan emosional anak. Sehingga berakibat pada dampak yang buruk lebih buruk terhadap pertumbuhan anak.
Fatherlessness menciptakan gap antara ayah dengan anak. Biasanya hal tersebut dihasilkan dari perilaku ayah yang bersikap apatis, sehingga mendorong adanya jarak emosional yang tidak terhubung dengan anak, bila hal dibiarkan atau dinormalisasi maka yang terjadi yaitu adanya dampak gabungan antara jarak fisik dan emosional antara ayah dan anak. Dan dampak paling krusial adalah adanya tindakan menyimpang yang dilakukan anak misal kasar atau melibatkan kekerasan fisik baik kepada anak-anak lainnya atau anggota keluarga yang lain. Sehingga perbedaan keduanya, Fatherless ditinjau dari perilaku saat figur seorang ayah tidak dapat dirasakan oleh anak-anak mereka, meski sosok tersebut secara fisik masih ada. Sedangkan Daddy issues dimaknai dengan hubungan anak dan ayah yang tidak dalam kondisi baik-baik saja, sosok ayah tidak jadikan panutan bagi anak-anak.
Upaya Mengembalikan Peran AyahSebagaimana dalam al-Qur’an dan Hadits, bahwa peran ayah memiliki urgensi yang penting dalam memberikan panduan dan arah bagi kehidupan keluarga, al-Qur’an telah banyak memberikan banyak sekali teladan dari para nabi dalam menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami yang sekaligus ayah. Misal Nabi Zakaria, telah memulai pendidikan anaknya sejak masa prenatal, yaitu tiada henti berdoa yang selalu mengalir untuk anak-anaknya. Di antara doa Nabi Zakaria yang masyhur di dalam surat Ali Imron ayat 38:
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهٗۚ قَالَ رَبِّ هَبْ لِيْ مِنْ لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةًۚ اِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاۤءِ
Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya. Dia berkata, “Wahai Tuhanku, karuniakanlah kepadaku keturunan yang baik dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.”
Peran ayah dalam Islam bukan hanya sebatas pencari nafkah, tetapi juga pembimbing, pendidik, dan teladan dalam keluarga. Ayah adalah figur yang seharusnya menanamkan iman dan adab kepada anak-anaknya. Kehilangan sosok ini, atau fatherless, akan memutus mata rantai keteladanan dalam keluarga.
Juga sebagaimana dalam QS. Al Furqon: 74
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِممَامًا
[Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa].
Peran ayah sangat penting dalam memberikan teladan di masa tumbuh kembangnya anak. misal Nabi Ibrahim berhasil mambangun komunikasi yang baik dengan Ismail, saat turun perintah untuk menyembelihnya. Nabi Ibrahim membangun komunikasi dengan keterbukaan dan kejujuran, itulah yang kemudian menjadi kunci kecerdasan emosional sang anak. Kedua Nabi tersebut berhasil mendidik Ismail dan Ishaq dengan kasih sayang dan menjadi teladan utama, hingga mereka tumbuh menjadi anak yang sholeh dan berdampak besar dalam garis sejarah Islam. Kisah mereka diabadikan dalam antara Ibrahim dan Ismail tersebut Allah abadikan dalam surat Al-Shaffat ayat 102.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
Artinya: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
Kisah teladan lain dari sosok ayah datang dari Nabi Ya’qub putera nabi ishaq. Saat telah tampak tanda-tanda ajalnya beliau terus mengokohkan kembali prinsip tauhid pada keturunannya, agar mereka senantiasa menyembah Allah. Begitulah pentingnya peran ayah dalam mendidik anak-anaknya hingga tutup usia, kisah ini kemudian Allah abadikan dalam surat al-baqarah ayat 133.
أَمْ كُنتُمْ شُهَدَآءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ ٱلْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنۢ بَعْدِى قَالُوا۟ نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ ءَابَآئِكَ إِبْرَٰهِۦمَ وَإِسْمَٰعِيلَ وَإِسْحَٰقَ إِلَٰهًا وَٰحِدًاا وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ
Artinya: Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".
Peran Ayah dalam IslamDalam bukunya Sri Lestari mengungkap Psikologi Keluarga, sesungguhnya anak akan sangat membutuhkan arahan dan dukungan ayah untuk menyelesaikan masalah-masalahnya, jika dicermati memang anak yang baru tumbuh dewasa masih sangat butuh arahan dari orang tuanya karena sepatutnya anak yang baru akan melalui proses berkembangnya dari anak-anak ke remaja masih belum dapat menentukan arah kehidupannya sendiri. Ia sangat membutuhkan penyemangat dalam setiap langkahnya, serta menjalani hari-hari dalam kehidupannya.
Kemudian Al-Qur’an dan Hadis sebagai pedoman utama dalam kehidupan Islam khususnya perihal keluarga memberikan panduan dan penjelasan yang komprehensif tentang peran dan tugas ayah dalam menjalankan fungsinya dengan baik, karena ayah dianggap memiliki kualifikasi dalam menjalankan amanah tersebut sebagai ayah. Pertama, Ayah memiliki tanggung jawab untuk selalu berdialog dengan anak-anaknya, Hal ini sebagaimana disebutkan Al-Qur’an surat Luqman ayat 13 sebagai berikut
وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ
Artinya: “(Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat dia menasihatinya, “Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah! Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman [31]: 13).
Seperti halnya Nabi Ibrahim AS, seorang ayah yang tak henti-hentinya berdialog kepada anak-anaknya. Hal ini dapat dilihat dalam surat Al-Baqarah ayat 132:
وَوَصّٰى بِهَآ اِبْرٰهٖمُ بَنِيْهِ وَيَعْقُوْبُۗ يٰبَنِيَّ اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰى لَكُمُ الدِّيْنَ فَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Artinya: Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya dan demikian pula Ya‘qub, “Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu. Janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Al-Baqarah [2]: 132).
Membangun dialog antara ayah, isteri dan anak memiliki peran penting untuk membangun kesinambangun semua anggota keluarga, dimana ia dapat membangun bagaimana mengelola emosi baik, adanya percakapan yang terbangun, dan mengembangkan empati antar anggota keluarga.
Kedua, Peran ayah sebagai qawwam mencakup tanggung jawab spiritual (pendidikan agama), emosional (membimbing keluarga), dan material (menafkahi). Allah Ta’ala menegaskan:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ…
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…” (QS. An-Nisa: 34)
Rasulullah ﷺ bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ…
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya… seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka.” (HR. Bukhari no. 893, Muslim no. 1829)
Ketiga, Membangun Kebersamaan dengan Anak, karena peran seorang ayah sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya anak. Keterlibatan ayah dalam aktivitas anak juga berperan sangat penting dalam kekuatan imajinasi anak, Al-Qur’an Surat As-Shaffat [37]: 102 digambarkan kisah Nabi Ibrahim dan anaknya sebagai berikut:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
Artinya: “Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.” (QS. As-Shaffat [37]: 102).
Keempat, Sebagai Pelindung dan Pengayom Secara tegas Al-Qur’an memerintahkan kepada pemimpin keluarga agar bertanggung jawab penuh atas keluarganya. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam surat At-Tahrim ayat 6 sebagai berikut:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْححِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahrim [66]: 6).
Untuk itu ayah dituntut berperan aktif sekaligus menjadi panutan bagi anak-anaknya. membangun kebersamaan dan komunikasi yang produktif dengan anak, tentu hal ini juga sebagai pengontrol dan pemantau keseharian anak, kemudian juga berperan dalam rangka menanamkan nilai-nilai pendidikan kepada anak, yang tidak hanya juga dapat memberikan dukungan serta arahan. Beberapa ayat al-Qur’an diatas memberikan gambaran sehingga dapat memberikan contoh yang sangat jelas bagaimana peran ayah dalam mendidik anaknya.(pemerhati fiqih sosial) Untuk itu ayah dituntut berperan aktif sekaligus menjadi panutan bagi anak-anaknya. membangun kebersamaan dan komunikasi yang produktif dengan anak, tentu hal ini juga sebagai pengontrol dan pemantau keseharian anak, kemudian juga berperan dalam rangka menanamkan nilai-nilai pendidikan kepada anak, yang tidak hanya juga dapat memberikan dukungan serta arahan. Beberapa ayat al-Qur’an diatas memberikan gambaran sehingga dapat memberikan contoh yang sangat jelas bagaimana peran ayah dalam mendidik anaknya.(pemerhati fiqih sosial)
(lam)