Maksud dari umat pertengahan berdasarkan tafsir Imam Qurtubi, yakni pertama Allah hendak menjadikan umat Islam seperti ka'bah, yang bermakna pusat peradaban.
Semangat moderasi beragama adalah upaya mencari titik temu dua pandangan ekstrim. Pertama pandangan yang ultra-konservatif yang meyakini mutlak kebenaran agama dari satu teks dan menganggap tafsiran yang lain salah.
Menurut Kiai Jeje, Allah tidak pernah menurunkan agama kepada para nabi di muka bumi selain Islam atau tauhid. Namun kedengkian umat terdahulu menyebabkan terhalangnya hidayah dari Allah Swt.
Kiai Jeje meminta UNHCR mengawasi secara ketat aktivitas para pengungsi agar tidak melakukan tindakan yang menimbulkan keresahan masyarakat. Karena, pernah dia melihat beberapa kali warga negara asing yang mengaku dari Afganistan mendatangi masjid-masjid minta bantuan untuk anak yatim dan dhuafa.
Keindonesiaan dan keislaman adalah satu tarikan napas. Islam sebagai jalan hidup mayoritas masyarakat, sedangkan Indonesia adalah tempat bernaung di mana masyakat menjalankan ajaran Islam.
Kalimat maka haram api neraka baginya adalah pernyataan yang berlebihan. Kalimat tersebut mengindikasikan bahwa dalil pesan tersebut bukan sabda Rasulullah.
Yang justru aneh adalah orang-orang yang setengah alim jadi juru dakwah tapi tidak paham sejarah dakwah kaumnya sendiri, sehingga dengan kejahilannya menganggap Ormas sebagai batu sandungan bagi kemurnian ajaran agama, persatuan, dan kejayaan Islam.
Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan ibrah, bagaimanapun keragaman fikih yang ada di Indonesia, tetapi para ulama, zuama, cendikiawan, dan intelektual muslim dapat duduk bersama untuk membahas kebutuhan umat Islam secara nasional.
Sangat ironis, jika kemudian yang terjadi adalah kesalahpahaman dan kesalahkaprahan dalam memaknai dan mempraktikan moderasi beragama itu sendiri. Sehingga atas nama moderasi beragama malah bertindak ekstrim ke arah liberal dalam penafsiran dan pengamalan ajaran agama.