LANGIT7.ID, Jakarta -
Mahkamah Konstitusi (MK) mendorong upaya penelitian ganja untuk keperluan medis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan pembentukan undang-undang dalam merumuskan kemungkinan perubahan kebijakan berkenaan dengan pemanfaatan ganja.
MK baru saja menolak gugatan
judicial review terhadap Undang-Undang Narkotika. Para pemohon, di antaranya Dewi Pertiwi (orangtua anak penderita
Ceberal Palsy), Perkumpulan Rumah Cemara, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat atau Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).
Baca Juga: Ahli Farmasi Nilai Penggunaan Istilah Ganja Medis Rawan DitunggangiPerkara terdaftar dengan nomor 106/PUU-XVIII/2020. Para pemohon menguji secara materiil Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) yang melarang penggunaan
ganja untuk pelayanan kesehatan. Hal ini dianggap merugikan hak konstitusional.
Dalam amar putusan, MK menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya. "Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan pemohon V dan pemohon VI tidak dapat diterima. Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dilansir laman resmi MK, dikutip Jumat (22/7/2022).
"Mahkamah dapat memahami dan memiliki rasa empati yang tinggi kepada para penderita penyakit tertentu yang 'secara fenomenal' menurut para pemohon dapat disembuhkan dengan terapi yang menggunakan jenis Narkotika Golongan I. Namun, hal tersebut belum merupakan hasil yang valid dari pengkajian dan penelitian secara ilmiah," lanjut pernyataan MK.
MK menyatakan semangat yang terkandung dalam Penjelasan Umum UU Narkotika menegaskan narkotika jenis tertentu merupakan zat atau obat yang bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, MK khawatir timbulnya penyalahgunaan.
Terlebih, terhadap narkotika jenis tertentu lainnya yang oleh undang-undang benar-benar masih dilarang penggunaannya, selain apa yang secara tegas diperbolehkan. Seperti halnya jenis Narkotika Golongan I yang hanya diperbolehkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Baca Juga: Ganja untuk Medis Punya Risiko Besar, Ahli Farmasi UGM Tolak Legalisasi"Hal tersebut akan sangat merugikan jika pembatasan tersebut justru ada penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang pada akhirnya akan dapat merusak generasi bangsa dan bahkan melemahkan ketahanan nasional," ucap Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh saat membacakan pertimbangan hukum.
Meskipun pemanfaatan narkotika telah digunakan secara sah dan diakui secara hukum sebagai bagian dari pelayanan kesehatan setidaknya di beberapa negara, antara lain Argentina, Australia, Amerika Serikat, Jerman, Yunani, Israel, Italia, Belanda, Norwegia, Peru, Polandia, Romania, Kolombia, Swiss, Turki, Inggris, Bulgaria, Belgia, Prancis, Portugal, Spanyol, Selandia Baru, dan Thailand.
Namun, fakta hukum itu tidak serta-merta dapat dijadikan parameter. Hal ini disebabkan adanya karakter yang berbeda, baik jenis bahan narkotikanya, struktur dan budaya hukum masyarakat dari negara yang bersangkutan, termasuk sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Dalam perspektif ini, sambung Daniel, untuk Indonesia harus hati-hati penanganannya. Meskipun terdapat fenomena penyembuhan penyakit dengan ganja, hal tersebut tidak berbanding lurus dengan akibat besar yang ditimbulkan apabila tidak ada kesiapan. "Khususnya terkait dengan struktur dan budaya hukum masyarakat, termasuk sarana dan prasarana yang dibutuhkan belum sepenuhnya tersedia," katanya.
Terlebih, berkenaan dengan pemanfaatan jenis Narkotika Golongan I termasuk dalam kategori narkotika dengan dampak ketergantungan yang sangat tinggi. Oleh karena itu, pemanfaatan Narkotika Golongan I di Indonesia harus diukur dari kesiapan unsur-unsur sebagaimana diuraikan tersebut di atas sekalipun terdapat kemungkinan keterdesakan untuk pemanfaatannya.
Baca Juga:
Legalisasi Ganja untuk Medis di Indonesia, Apakah Memungkinkan?
Bukan Obat Utama, Guru Besar UGM: Say No Legalisasi Ganja Medis(asf)