LANGIT7.ID, Jember - Setelah kemerdekaan diproklamirkan dan pemerintahan belum efektif, maka sementara Soekarno membutuhkan legitimasi secara fiqih atas kemerdekaan sebuah negara bernama Indonesia.
Rektor Institut Agama Islam Al Falah Assunniyah (INAIFAS) Jember, Rijal Mumazziq Z, M.HI, menuturkan, konon Bung Karno mengirim kurir kepada Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari untuk meminta fatwa mengenai status membela tanah air.
"Lalu, permintaan itu dijawab dengan mengeluarkan Fatwa Jihad, tepat sebulan setelah proklamasi, tepatnya pada 17 September 1945. Isinya: wajib membela kemerdekaan Indonesia, siapapun yang merintangi dan bekerjasama dengan musuh wajib dibunuh, siapapun yang gugur mempertahankan kemerdekaan berstatus mati syahid," tutur Gus Rijal kepada Langit7.id, Selasa (18/8/2021).
Fatwa Jihad ini kemudian dikukuhkan melalui Resolusi Jihad, 22 Oktober 1945, yang meledakkan "Aksi Massa" dalam istilah Tan Malaka, hingga menyulut pertempuran 10 November 1945 hingga beberapa bulan berikutnya.
Dari sini jelas, kata Gus Rijal, sejak proklamasi, alur berjalan dalam kurun waktu bulanan karena keterbatasan komunikasi pada saat itu. Inilah 4 bulan (Agustus-November) yang menentukan nasib Indonesia.
Lalu mengapa Soekarno harus meminta legitimasi dan fatwa kepada Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari?.
Menurut Gus Rijal, secara keilmuan nyaris semua ulama di Jawa, Madura, dan Sunda pernah beristifadah atau mengakui reputasi dan kapasitas keilmuan KH Hasyim Asy'ari.
Lalu secara politik, KH Hasyim Asy'ari juga memiliki pengaruh yang kuat di kalangan politisi muslim karena posisinya di Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Secara jaringan, juga kokoh karena posisinya sebagai Rais Akbar NU dan jejaring para ulama yang mengakar hingga ke desa, melalui jejaring alumni Tebuireng.
Baca Juga: Opini: I'm Hasyim Asy'ari
Baca Juga: Detik-detik Berpulangnya Hadhratussyekh KH Hasyim Asy'ari, Berjuang Hingga Titik Darah Penghabisan(jqf)