LANGIT7.ID, Jakarta - Perjuangan
Bung Tomo dan Arek-arek Suroboyo menghalau datangnya tentara Sekutu punya andil besar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa yang memuncak pada
10 November 1945 itu kini dikenang sebagai
Hari Pahlawan.
Bung Tomo sebagai salah satu pemegang komando menggerakkan Arek-arek Suroboyo dengan pidato yang menggelegar dipungkasi dengan pekik takbir.
“Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!. Dan kita yakin saudara-saudara.Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita. Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar, percayalah saudara-saudara. Tuhan akan melindungi kita sekalian. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka," demikian kutipan pidato Bung Tomo kala itu.
Baca Juga: Di Balik Pekik Takbir Bung Tomo yang Sulut Semangat Juang Arek Suroboyo
Dalam biografinya, Bung Tomo menyebut alasan pekik takbir itu karena hanya mengharap perlindungan Allah semata.
“Perlindungan Allah itu hanya bisa terjadi kalau kita menyadari bahwa Allah itu Maha Kuasa. Untuk menunjukan Allah itu Maha Kuasa saya kira perlu diresapkan makna ucapan yang selalu menggetarkan jiwa manusia, baik pada waktu perang maupun waktu mendengar seruan adzan, Allahu Akbar,” kata Bung Tomo.
Salah satu veteran perang rekan seperjuangan Bung Tomo Amad (101) menuturkan, hal yang tak bisa dilupakan dari Bung Tomo, yaitu teriakan takbir.
“Bung Tomo langsung Komando ‘Allahu Akbar’ 3 kali, orang-orang serentak, rakyat begitu banyak, saya ikut waktu itu. Bung Tomo selalu berteriak-teriak, anak-anak bangga dengan komandonya Bung Tomo yang selalu teriak Allahu Akbar,” ujar Amad, di kanal Zulfan Linda Unpacking Indonesia, dikutip Jumat (11/11/2022).
Baca Juga: Kekuatan Takbir Bung Tomo, Gerakkan Hati Nonmuslim Berjuang Lawan Belanda
Menurut Amad, pekik takbir sudah menjadi ciri khas Bung Tomo. Takbir jadi pemantik yang mengobarkan semangat arek-arek Suroboyo.
“Anak-anak semangat, makanya saya salut dengan teriakannya Bung Tomo yang selalu mengobarkan semangat rakyat. Bukan hanya rakyat Surabaya, tapi rakyat Indonesia. Itu selalu,” ujar Amad.
Bung Tomo Tokoh ReligiusMenurut Rektor Institut Agama Islam Al Falah Assunniyah (INAIFAS), Gus Rijal Mumazziq Z, M.HI, takbir Bung Tomo muncul karena ia adalah figur yang religius, bahkan dekat dengan para ulama. Salah satunya dengan KH Hasyim Asy'ari, tokoh yang mendeklarasikan Resolusi Jihad melawan penjajah.
"Bung Tomo mengenal Kiai Hasyim pada saat dirinya menjadi wartawan Domei, kantor berita propaganda Jepang, dan beberapa kali sowan ke Tebuireng. Beberapa bulan setelah Pertempuran 10 November 1945 itu, Bung Tomo menjadi penasehat Jenderal Sudirman bersama KH. A. Wahid Hasyim," tutur Rijal kepada Langit7.id.
Baca Juga: Kisah Awal Perjuangan Bung Tomo Mengomandoi Arek-arek Suroboyo
Senada, Amad menyaksikan Bung Tomo sebagai sosok religius. Suatu ketika usai Shalat Subuh, setelah pertempuran 19 Oktober dan 10 November, Bung Tomo tiba-tiba mengajak Amad ke Tulung Agung.
Kala itu, tersiar kabar sayembara bagi siapa saja yang bisa menangkap Bung Tomo akan diberi hadiah rumah di Surabaya. Merasa tak aman, Bung Tomo mengajak Amad ke Tulungagung. Tetap bertahan di tempat itu bisa saja, namun Bung Tomo khawatir ada musuh dalam selimut.
“Ayo ke Tulungagung,” bisik Bung Tomo ke Amad. “Tulungagung dimana?” jawab Amad. “Ayo ikut aku" ajak Bung Tomo.
Baca Juga: Kisah Bung Tomo Rampas Ribuan Senjata Jepang Naik BecakBung Tomo hanya membawa bekal seadanya. Satu tas berisi sajadah, sarung, dua baju. Dia meninggalkan lokasi pukul 7.30 pagi. Saat dalam perjalanan yang menyita waktu tujuh hari, Amad menuturkan Bung Tomo tak berhenti berzikir. “Selama dalam perjalanan zikir,” katanya.
Saat tiba di lokasi tujuan, Bung Tomo menyamar menggunakan nama Suparjang. Saat ditanya penduduk setempat, dia mengaku tengah mencari pekerjaan. Penduduk yang melihat Karishma Bung Tomo mengarahkan pahlawan nasional itu ke tokoh setempat.
Dia akhirnya dipercaya untuk mengajar di Sekolah Rakyat. Awalnya hanya dipercaya mengajar tingkat satu, namun kinerjanya sangat bagus hingga dinaikkan ke tingkat tiga. Dia mengajar di sekolah itu sampai enam bulan.
“Abis itu, ada bekas anggota Bung Tomo di Surabaya, BPRI, yang dipimpin Bapak Sumarsono, diajak pulang Bung Tomo,” kata Amad.
(jqf)