LANGIT7.ID-
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi mengatakan sesungguhnya mendapati sepuluh hari pertama
bulan Dzulhijjah adalah salah satu nikmat besar dari nikmat-nikmat Allah ﷻ. Manis dan lezatnya hari-hari ini hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang shalih dan bersungguh-sungguh dalam mengisinya dengan amal.
"Maka, sudah sepantasnya bagi seorang Muslim untuk menyingsingkan lengan bajunya dan menambah kesungguhannya dalam menjalankan ketaatan di bulan ini," ujar
Mukhtar as-Sidawi dalam bukunya berjudul "
Keagungan Hari Arafah"
Abu Utsman an-Nahdi dalam
Latha’iful Ma’arif berkata: "Para salaf terdahulu mengagungkan tiga waktu utama: sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, dan sepuluh hari pertama bulan Muharram."
Said bin Jubair dalam Irwa’ul Ghalil juga, ketika memasuki sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, sangat bersungguh-sungguh dalam beramal, hingga tidak ada yang dapat menandinginya dalam hal itu.
Karena hari-hari ini sangat istimewa, maka amalan shalih pada waktu ini memiliki keutamaan dan ganjaran yang besar. Perbanyaklah amalan sunnah seperti salat, membaca Al-Qur’an, bersedekah, dan lainnya.
Baca juga: 6 Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni berkata: "Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah seluruhnya memiliki kemuliaan dan keutamaan. Amalan di dalamnya akan dilipatgandakan, dan disunnahkan untuk bersungguh-sungguh dalam beribadah pada hari-hari tersebut."
Amalan Sunnah yang DianjurkanSepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah adalah waktu yang sangat istimewa, dan di dalamnya dianjurkan untuk memperbanyak amal shalih. Puasa adalah salah satu amal shalih yang utama.
Rasulullah ﷺ bersabda: "Tidak ada hari-hari di mana amal shalih lebih dicintai oleh Allah daripada pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah."
Para sahabat bertanya: "Tidak juga jihad di jalan Allah?"
Rasulullah ﷺ menjawab: "Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang keluar dengan membawa jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali lagi (mati syahid)." (HR. Bukhari no. 969)
Hadits ini mencakup seluruh bentuk amal shalih, termasuk puasa. Oleh karena itu, Imam Ahmad berpendapat bahwa puasa pada sembilan hari pertama Dzulhijjah adalah sunnah, kecuali tanggal 10 (Idul Adha), karena haram berpuasa pada hari raya.
Ummul Mukminin Hafshah radhiyallahu 'anha menuturkan: "Rasulullah biasa berpuasa pada hari Asyura (10 Muharram), sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah, dan tiga hari setiap bulan." (HR. An-Nasa’i no. 2372; Ahmad 5/271; Baihaqi 4/284 — dishahihkan oleh al-Albani dalam *Shahih Abu Dawud* no. 2106)
Sementara itu, Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Latha’iful Ma’arif menuturkan bahwa di antara sahabat yang berpuasa selama sembilan hari pertama Dzulhijjah adalah Ibnu ‘Umar, serta para tabi’in seperti Hasan al-Bashri, Ibnu Sirin, dan Qatadah. Mereka menekankan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut.
Baca juga: Ibadah Haji: Ingatlah Hari yang Agung 10 Dzulhijjah Puasa Hari ArafahSelanjutnya, yang paling ditekankan dari sembilan hari tersebut adalah puasa pada hari Arafah (9 Dzulhijjah). Dari Abu Qatadah, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Puasa hari Arafah menghapus dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan datang." (HR. Muslim no. 1162)
Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim menyatakan: "Puasa pada hari-hari ini sangat dianjurkan (mustahab istihbaban syadidan – sunnah yang sangat ditekankan)."
Adapun anggapan sebagian orang bahwa puasa hari-hari tersebut adalah bid’ah, maka ini merupakan kekeliruan. Hanya saja, tidak disyariatkan mengkhususkan puasa pada hari tertentu seperti yang dikenal dengan istilah “Puasa Tarwiyah” (8 Dzulhijjah), karena tidak ada dalil sahih yang mendukung pengkhususan tersebut.
Baca juga: Hilal Dzulhijjah 2025: Arab Saudi Minta Warga Pantau Bulan Jelang Idul Adha dan Haji(mif)