Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Ahad, 12 Oktober 2025
home masjid detail berita

Tubuh yang Sakit, Umat yang Rapuh: Krisis Solidaritas di Era Digital

miftah yusufpati Senin, 25 Agustus 2025 - 16:30 WIB
Tubuh yang Sakit, Umat yang Rapuh: Krisis Solidaritas di Era Digital
Salat berjamaah, puasa bersama, hingga zakat menegaskan satu hal: kita batu bata dalam bangunan kolektif. Ilustrasi: Ist
LANGIT7.ID-Di sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Musa al-Asy’ari, Nabi Muhammad bersabda: “Orang mukmin dengan mukmin yang lainnya bagaikan satu bangunan yang saling menguatkan antara satu bagian dengan bagian lainnya.” (Muttafaq ‘alaih). Perumpamaan itu sederhana, tapi mendalam. Dalam pandangan Islam, individu bukan entitas terpisah; ia adalah batu bata dalam bangunan umat.

Syaikh Yusuf al-Qardhawi, dalam Fiqh Prioritas (Robbani Press, 1996), menegaskan: “Syariah tidak pernah melalaikan urusan masyarakat. Setiap hukum ibadah, muamalah, dan akhlak disusun untuk menyiapkan individu agar menjadi bagian dari struktur sosial.” Dengan kata lain, tak ada ruang bagi egoisme.

Prinsip ini bukan wacana abstrak. Ia menjelma dalam aturan ibadah sehari-hari. Salat misalnya. Islam mendorong umat untuk salat berjamaah, bahkan mengancam keras mereka yang menghindarinya. Sebuah riwayat mencatat Nabi pernah berniat membakar rumah orang-orang yang enggan berjamaah di masjid.

“Bila seseorang datang ke masjid dan menemukan jamaah, ia wajib bergabung. Jika barisan penuh, ia harus menarik orang untuk berdiri bersamanya,” tulis Qardhawi, mengutip riwayat Wabishah bin Mu’abbad dan Ali bin Syaiban. Bahkan, sebagian ulama mazhab menganggap salat sendirian di belakang saf sebagai batal, bukan sekadar makruh.

Baca juga: Post Hajj Syndrome, Ketika Jamaah Merasa Hampa dan Rindu Tanah Suci Pascapulang Haji

Semangat kolektivitas ini juga terlihat pada ibadah puasa. Seorang Muslim tidak boleh berbuka sendiri hanya karena melihat hilal Syawal terlebih dahulu. Ia harus menunggu keputusan jamaah. “Puasa kamu adalah puasa ketika kamu semua berpuasa, dan Idul Fitri-mu adalah ketika kamu semua berhari raya,” sabda Nabi, menurut hadis riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi.

Syariah Sebagai Tembok Anti-Egoisme

Mengapa Islam begitu ketat mengatur hal ini? Jawabannya, kata Qardhawi, terletak pada maqashid syariah: menjaga persatuan dan mencegah perpecahan. Seperti tubuh yang sakit bila satu anggota merana, umat pun melemah ketika satu bagian berjalan sendiri. Nu’man bin Basyir meriwayatkan sabda Nabi: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam cinta dan kasih sayang mereka adalah bagaikan sebuah tubuh. Jika satu anggota sakit, seluruh tubuh merasakan demam.”

Dalam perspektif sosial, ajaran ini adalah strategi penyatuan. Sosiolog Émile Durkheim menyebut agama sebagai perekat solidaritas mekanis—kekuatan yang membuat individu merasa bagian dari keseluruhan. Islam menginstitusionalisasikannya lewat ritual berjamaah, masjid, adzan, bahkan tata bahasa doa. Lihat saja Surah al-Fatihah yang kita baca saban hari: “Hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.” Kata “kami” menegaskan identitas kolektif.

Baca juga: Keutamaan Shaf Pertama Salat Jamaah, Mendapatkan Rahmat Allah SWT

Namun, semangat ini menghadapi tantangan besar. Budaya urban yang serba praktis membuat jamaah kehilangan makna. Masjid sepi, bahkan salat Jumat dianggap beban. Sebagian umat lebih nyaman mengonsumsi agama secara privat, melalui gawai dan video pendek.

Padahal, kata Qardhawi, ibadah yang dipisahkan dari aspek sosialnya akan kehilangan roh. “Kalau seorang Muslim salat sendirian, ia memang berbicara kepada Tuhannya, tetapi dalam lafaz ia tetap mengatasnamakan jamaah.” Syariah ingin memelihara rasa kebersamaan itu bahkan lewat simbol terkecil.

Kolektivitas yang Melampaui Ritual

Lebih jauh, semangat berjamaah ini bukan hanya soal saf salat atau jadwal Idul Fitri. Ia adalah basis moral politik dan sosial umat. Dari zakat yang mendistribusikan kekayaan, hingga haji yang menyatukan bangsa-bangsa, Islam menanamkan prinsip bahwa kekuatan lahir dari persatuan.

Qardhawi menulis: “Setiap hukum dalam syariah, baik kecil maupun besar, bertujuan membangun masyarakat yang saling menguatkan, bukan yang tercerai-berai.” Di tengah dunia yang digerus individualisme, pesan ini kembali menemukan relevansinya.

Baca juga: Hukum Terburu-Buru ke Masjid Karena Takut Tertinggal Salat Jamaah

Oleh karena itu, ketika umat sibuk berdebat soal perbedaan fiqhiyah, mereka sebaiknya ingat pesan Nabi: “Mukmin dengan mukmin yang lain bagaikan bangunan yang saling menguatkan.” Sebab, tanpa bangunan itu, kita hanya serpihan batu bata tanpa rumah untuk berlindung.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Ahad 12 Oktober 2025
Imsak
04:07
Shubuh
04:17
Dhuhur
11:43
Ashar
14:45
Maghrib
17:49
Isya
18:58
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Ikhlas:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ
Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa.
QS. Al-Ikhlas:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan