Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Kamis, 13 November 2025
home global news detail berita

Din Syamsuddin dan Tan Sri Lee Kim Yew Padukan Nilai Islam dan Tionghoa dalam World Peace Forum ke 9

nabil Ahad, 09 November 2025 - 23:02 WIB
Din Syamsuddin dan Tan Sri Lee Kim Yew Padukan Nilai Islam dan Tionghoa dalam World Peace Forum ke 9
LANGIT7.ID–Jakarta; Dua tokoh lintas iman dan peradaban, Chairman of CDCC & Chairman of Global Fulcrum of Wasatiyyat
Islam, Prof. Dr. M. Din Syamsuddin dan Chairman of Chengho Multi Culture and Education Trust, Tan Sri Lee Kim Yew, menyerukan agar dunia kembali ke konsep jalan tengah sebagai solusi atas ekstremitas global.

Seruan itu disampaikan keduanya dalam pembukaan World Peace Forum (WPF) ke-9 di Jakarta, yang diselenggarakan oleh Center for Dialogue and Cooperation Among Civilizations (CDCC) bersama Cheng Hoo Multicultural Education Trust Malaysia, Global Forum of Wasathiyat Islam, dan Muhammadiyah.

Dalam pidatonya, Prof. Din Syamsuddin menegaskan bahwa dunia saat ini tengah berada dalam kondisi tidak teratur, penuh ketidakpastian, dan mengalami kerusakan global yang bersifat kumulatif akibat ekstremitas sekularisme dan liberalisasi yang berlebihan. Ia menyerukan agar dunia kembali kepada prinsip Wasathiyat Islam—jalan tengah yang mengedepankan keseimbangan dan moderasi.

“Karena adanya sikap ekstrem, sistem dunia telah jatuh dalam ekstremitas yang berakar pada humanisme sekuler, yang membuka jalan bagi liberalisasi dalam politik, ekonomi, dan juga budaya. Karena itu, kami percaya bahwa jalan tengah dari Islam maupun dari agama-agama lain adalah solusi,” ujar Prof Din dalam pembukaan acara World Peace Forum ke-9 di Galeri Nasional, Jakarta, Minggu (9/11/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Prof Din juga memperkenalkan Tan Sri Lee Kim Yew sebagai saudara tua sekaligus rekan seperjuangan lintas peradaban. Ia menyebut Lee sebagai sosok penuh gagasan dan tindakan nyata.

“Ia adalah kakak saya, meski memang usianya lebih tua dari saya,” kata Din sambil tersenyum.

Prof Din melanjutkan “Tan Sri Lee Kim Yew bagi saya adalah sosok dengan banyak ide dan juga seorang pelaku. Saya banyak belajar darinya, meskipun ia seorang penganut Buddha dan Konfusianisme. Ia juga mempelajari Islam.”

Sementara itu, Tan Sri Lee Kim Yew dalam pidatonya menjelaskan bahwa pembentukan Cheng Hoo Multicultural and Education Trust yang ia dirikan dua dekade lalu sebenarnya dimaksudkan untuk mendukung gagasan Prof. Din dalam memajukan perdamaian dunia. Ia menegaskan pentingnya menempatkan perdamaian di atas kepentingan ekonomi.

“Saya harus jujur, pembentukan Cheng Hoo Multicultural and Education Trust sekitar 20 tahun lalu memang dilakukan untuk mendukung gagasan Pak Din dalam mempromosikan perdamaian dunia. Karena bagi saya, perdamaian sangat penting. Semua negara, semua politisi, dan semua pemangku kepentingan harus menempatkan isu perdamaian lebih penting daripada isu ekonomi,” ujarnya.

Tan Sri Lee juga berbagi pandangannya tentang makna filosofis kata Tionghoa. Ia menilai bahwa istilah tersebut bukan hanya merujuk pada lokasi atau bangsa, tetapi pada sebuah konsep budaya yang bersifat universal dan sejalan dengan ajaran wasathiyah dalam Islam.

“Saya belajar tentang wasathiyah dari Pak Din, dan beliau belajar tentang Tionghoa dari saya,” ucapnya.

Dia menambahkan “Kata ‘Tiong’ itu sendiri berarti jalan tengah, sedangkan ‘Hua’ berarti kemakmuran. Dalam dua hari ke depan, saya berharap bisa berbagi bahwa kata ‘Tionghoa’ bukan sekadar nama tempat atau negara, tapi juga konsep budaya dan filosofi yang sebenarnya milik seluruh dunia.”

Tan Sri Lee Kim Yew kemudian menekankan bahwa budaya sejatinya adalah bahasa universal perdamaian. Ia menyebut budaya bukan hanya warisan, tetapi sarana untuk menjembatani hati dan bangsa-bangsa di dunia.

“Budaya dalam bentuknya yang paling murni bukan hanya sekadar warisan, tetapi bahasa hidup dari perdamaian — jembatan antara bangsa dan hati manusia. Di bawah kepemimpinan luar biasa Pak Din Syamsuddin, melalui kebijaksanaan dan dedikasinya yang tak kenal lelah, CDCC telah membangun jembatan di saat orang lain memilih berperang, membuka dialog di saat orang lain menanam perpecahan, dan mengingatkan kita semua bahwa perdamaian tidak dimulai dari perjanjian, melainkan dari saling pengertian,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa Indonesia telah menjadi contoh nyata bagaimana keberagaman dapat tumbuh dalam semangat harmoni. “Indonesia mengingatkan kita bahwa Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar semboyan, tapi kompas moral. Tanpa perdamaian, bangsa-bangsa tidak hanya kehilangan 12 hingga 15 persen dari PDB mereka, tetapi juga kehilangan kasih sayang, harapan, dan kemanusiaan itu sendiri,” katanya.

Forum perdamaian dunia ke-9 ini mengangkat tema “Considering Wasathiyat Islam and Tionghoa for Global Collaboration.” Tema ini menegaskan visi bahwa keseimbangan Islam dan harmoni Tionghoa dapat menjadi dasar moral baru bagi dunia yang tengah menghadapi ekstremisme, ketidakpastian, dan disrupsi peradaban. Seruan Din Syamsuddin dan Tan Sri Lee Kim Yew menjadi simbol kolaborasi dua peradaban besar Asia yang bersatu dalam satu nilai universal: jalan tengah untuk perdamaian dunia.

(lam)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Kamis 13 November 2025
Imsak
03:56
Shubuh
04:06
Dhuhur
11:40
Ashar
15:01
Maghrib
17:52
Isya
19:04
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Ikhlas:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ
Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa.
QS. Al-Ikhlas:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan