LANGIT7.ID, Jakarta - Kebiasaan berteriak kepada
anak akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan mereka. Baik secara fisik maupun psikis. Satu teriakan merusak 10 ribu sel otak anak yang membuat anak lambat berpikir.
Secara psikis, teriakan akan membuat jarak antara orang tua dan anak. Anak bisa saja merasa takut untuk mendekat kepada orang tuanya. Anak juga bisa mengumpulkan ‘kekuatan' untuk melawan orang tua.
Pakar Pengasuhan Anak atau parenting, Ustaz Bendri Jaisyurrahman, mengatakan, setidaknya ada empat hal yang bisa dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan teriak kepada anak.
Baca Juga: Jangan Suka Teriak ke Anak, Bisa Rusak Otak dan Psikis1. Kenali DiriOrangtua harus memulai dengan merefleksikan diri sendiri dan mengidentifikasi penyebab teriakan tersebut. Bisa teriakan itu berasal dari masalah-masalah yang tengah dihadapi, seperti masalah di kantor atau masalah lain.
“Kenali diri ini penting supaya kita beranjak untuk memperbaiki diri. Ini adalah titik pertama dalam memaknai ilmu
parenting. Maka, kita harus terus berusaha meningkatkan kualitas diri. Buat bagan khusus yang harus diperbaiki dalam kehidupan rumah tangga,” kata Ustaz Bendri dalam webinar
Parenting yang diikuti Langit7.id, Kamis (2/2/2023).
Mengenali diri sendiri bisa membantu orangtua mengatasi masalah dan memperbaiki kebiasaan teriak-teriak kepada anak. Setelah kenali masalah, maka orang tua bisa mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Baca Juga: Adabiyah School, Pelopor Pendidikan Madrasah di Indonesia“Misalnya, suka teriak-teriak, maka saya adalah yang lebih lembut. Tentu, ada perubahan yang sifatnya progresif dan tidak tiba-tiba langsung. tetapi, itu bisa diturunkan intensitasnya, dan kemudian dilihat anak seperti itu,” ungkap Ustaz Bendri.
2. Perkuat Hubungan dengan PasanganTeriakan seringkali muncul karena hubungan suami-istri tidak akur. Konflik yang tidak diselesaikan dengan baik bisa membuat anak menjadi korban. Misalnya, istri tidak membalas perlakuan suami, sehingga menjadikan anak sebagai pelampiasan. Oleh karena itu, penting memperbaiki hubungan dengan pasangan.
“Perkuat hubungan dengan pasangan, karena betapa banyak hentakan teriakan yang dilakukan itu adalah karena tidak ada kapasitas dalam memperbaiki emosi, yang biasanya disebabkan tersumbatnya hubungan kita dengan pasangan,” ucap Ustaz Bendri.
Baca Juga: Tips Cegah Penculikan Anak: Beri Pembekalan Hadapi Orang Asing3. Kenali Anak Orangtua perlu mengenal anaknya sendiri. Ada beberapa hal yang mesti dikenali. Pertama, tumbuh kembang anak berdasarkan jenjang usia. Kedua, identitas kelamin anak yang memberikan sifat berbeda.
Ketiga, orangtua harus mengenali karakter atau tabiat anak. Ini disinggung dalam Surah Al Isra ayat 84. Karakter dasar seseorang berbeda-beda. Begitu pula dengan anak, maka mengenali karakter anak penting untuk memberikan pola pengasuhan yang tepat.
“Tidak semua anak harus seperti Umar bin Khattab, ada juga seperti Utsman bin Affan yang pemalu, atau Abu Bakar Ash-Shiddiq yang lembut. Dari situ orangtua akan paham dan mendidik sesuai dengan karakter anaknya,” ungkap Ustadz Bendri.
Baca Juga: Saran Sosiolog Cegah Penculikan Anak, Orang Tua Harus Waspada4. Mekanisme Katarsis EmosiOrangtua harus berlatih mengontrol emosi dan berbicara tenang saat menghadapi situasi yang menyebabkan teriakan. Sebelum teriak, orang tua harus mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin terjadi. Teriakan bisa membuat anak merasa takut dan tertekan.
Tetapi, perlu dipahami bahwa emosi negatif dalam diri manusia memang harus dikeluarkan dan tidak boleh dipendam. Cara menyalurkan emosi negatif itupun tidak boleh sembarangan, apalagi di depan anak.
“Emosi-emosi negatif itu memang harus punya jalan untuk dikeluarkan, agar tidak mengendap dalam memori. Para ahli menyebutkan, sebagian besar reaksi teriak adalah bagian dari emosi masa lalu yang membeku. Emosi yang membeku itu membuat seseorang mudah sekali berteriak, akibat rasa sakit yang tahan yang belum keluar,” ucap Ustaz Bendri.
Baca Juga: Banyak Remaja di Indonesia Tak Lanjut Kuliah, Ini Penyebabnya5. Latihan JedaLatihan jeda berarti memberikan jeda kepada diri sendiri saat menghadapi situasi yang menyebabkan teriakan. Saat emosi meluap, bisa diam sejenak atau beberapa detik memikirkan konsekuensi teriakan tersebut. Selain itu, bisa pula mengambil jeda untuk mencari penyebab teriakan itu.
“Latihan jeda adalah bagaimana kita memberikan jeda atas segala situasi untuk berfikir, selama ini kita terbiasa memiliki respons dari setiap stimulan. Ada reaksi, pukul. Ada kekeasalan, teriak. Padahal, berikan jeda beberapa detik untuk berpikir,” ujar Ustaz Bendri.
Latihan jeda sangat penting untuk memberikan ruang kepada diri sendiri dalam mengendalikan emosi. Bisa sambil berzikir untuk melembutkan hati. Jika hati sudah lembut, teriakan pun tidak terjadi.
Baca Juga: Tiga Karakter Santri untuk Hadapi Quarter Life Crisis“Ini anak kenapa ya, misalnya lagi lapar sehingga mudah emosi, sehingga kita tahu marah ini sikap yang tidak bijak, maka lebih baik menghindar lebih dulu. Maka, tenangkan diri sebelum memberikan respons kepada anak," pungkas Ustaz Bendri.
(jqf)