LANGIT7.ID-Sejak zaman sahabat telah terjadi perubahan-perubahan dalam syariat Islam. Abu Zahrah dalam "Tarikh Al-Madzahib Al-Islamiyah" mengisahkan, suatu ketika seorang tabi'in, Al-Musayyab memuji Al-Barra bin 'Azib:
"Beruntunglah Anda. Anda menjadi sahabat Rasulullah SAW. Anda berbaiat kepadanya di bawah pohon."
Al-Barra menjawab, "Hai anak saudaraku, engkau tidak tahu hal-hal baru yang kami adakan sepeninggal Rasulullah.
Jalaluddin Rakhmat dalam buku berjudul "
Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" bab "
Tinjauan Kritis atas Sejarah Fiqh, Dari Fiqh Al Khulafa' Al-Rasyidin Hingga Madzhab Liberalisme", menjelaskan kata
ma ahdatsna (apa-apa yang kami adakan) menunjukkan pada perbuatan bidah yang dilakukan para sahabat Nabi.
Diriwayatkan bahwa pada hari kiamat ada rombongan manusia yang pernah menyertai Nabi diusir dari al-haudh (telaga). Nabi SAW: "Ya Rabbi, mereka sahabatku. Dikatakan kepadanya: Engkau tak tahu apa-apa yang mereka ada-adakan sepeninggal kamu. (Shahih Bukhari, "Bab Ghazwat Al-Hudaibiyah")
Bid'ah-bid'ah ini telah mengubah sunnah Rasulullah SAW. Sebagian sahabat mulai mengeluhkan terjadinya perubahan ini.
Imam Malik meriwayatkan dari pamannya Abu Suhail bin Malik, dari bapaknya (seorang sahabat). Ia berkata: Aku tidak mengenal lagi apa-apa yang aku lihat dilakukan "orang" kecuali panggilan salat.
Baca juga: Ilmu Fikih: Ketika Pertimbangan Kepentingan Umum Didahulukan Al-Zarqani mengomentari hadis ini: Yang dimaksud "orang" adalah sahabat. Adzan tetap seperti dulu. Tidak berubah, tidak berganti. Ada pun salat, waktunya telah diakhirkan, dan perbuatan yang lain telah berubah.
Imam Syafi'i meriwayatkan dari Wahab bin Kaysan. Ia melihat Ibn Zubair memulai salatnya sebelum khotbah, kemudian berkata: "Semua sunnah Rasulullah SAW sudah diubah, sampai salat pun.
Kata Al-Zuhri: Aku menemui Anas bin Malik di Damaskus. Ia sedang menangis. "Mengapa Anda menangis," tanya Al-Zuhri.
Anas menjawab, "Aku sudah tidak mengenal lagi apa yang aku lihat, kecuali salat. Ini pun sudah dilalaikan orang".
Al-Hasan al-Bashri menegaskan: "Seandainya sahabat-sahabat Rasulullah SAW lewat, mereka tidak mengenal kamu (yang kamu amalkan) kecuali kiblat kamu".
'Umran bin al Husain pernah salat di belakang Ali bin Abi Thalib. Ia memegang tangan Muthrif bin Abd Allah dan berkata: Ia telah salat seperti salatnya Muhammad SAW. Ia mengingatkan aku pada salat Muhammad SAW.
Jadi pada zaman sahabat pun, kata Jalaluddin Rakhmat, sunnah Nabi sudah banyak diubah. Salah satu sebab utama perubahan adalah campur tangan penguasa.
Karena pertimbangan politik, Bani Umayyah telah mengubah sunnah Nabi, khususnya yang dijalankan secara setia oleh Ali dan para pengikutnya.
Ibn 'Abbas berdoa: Ya Allah, laknatlah mereka. Mereka meninggalkan sunnah karena benci kepada Ali. Contohnya, menjaharkan basmalah, sebagai upaya menghapus jejak Ali.
Contoh yang lain adalah sujud di atas tanah, yang menjadi tradisi Rasulullah SAW dan para sahabat Nabi seperti Abu Bakar, Ibn Mas'ud, Ibn 'Umar, Jabir ibn Abdullah dan lain-lain.
Baca juga: Ilmu Fikih: Penyebab Ikhtilaf di Kalangan Sahabat Nabi Muhammad SAW Dalam perkembangannya, sujud di atas kain menjadi syi'ar Ahl al-Sunnah; sedangkan sujud di atas tanah dianggap musyrik dan dihitung sebagai perbuatan zindiq". (lihat Tafsir Al-Nisabury, pada hamisy kitab Tafsir Al Thabari)
Jalaluddin Rakhmat mengatakan contoh-contoh tersebut menunjukkan bagaimana campur tangan kekuasaan politik membentuk fiqh.
Karena fiqh lebih banyak didasarkan pada al-hadis, penguasa politik kemudian melakukan manipulasi hadis dengan motif politik.
Fiqh Tab'in, selain mengambil hadis sebagai sumber hukum, juga mengambil ijtihad para sahabat.
(mif)