Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Ahad, 12 Oktober 2025
home masjid detail berita

Imam Al-Ghazali: Tujuan Disiplin Moral Memurnikan Hati dari Karat Nafsu dan Amarah

miftah yusufpati Senin, 26 Mei 2025 - 17:15 WIB
Imam Al-Ghazali: Tujuan Disiplin Moral Memurnikan Hati dari Karat Nafsu dan Amarah
Orang yang tidak menyadari hal ini tidak berhak menyangkal kebenarannya. Ilustrasi: Ist
LANGIT7.ID-Imam Al-Ghazali mengatakan penanaman kualitas-kualitas setan, hewan, ataupun malaikat akan menghasilkan watak-watak yang sesuai dengan kualitas tersebut, yang di Hari Perhitungan akan diwujudkan dalam bentuk kasatmata.

"Misalnya, nafsu akan tampak sebagai babi, sifat ganas sebagai anjing dan serigala, serta kesucian sebagai malaikat," tutur Al-Ghazali dalam bukunya berjudul "The Alchemy of Happiness" yang diterjemahkan Haidar Bagir menjadi "Kimia Kebahagiaan" (Mizan, 1979).

Tujuan dari disiplin moral adalah untuk memurnikan hati dari karat-nafsu dan amarah, sehingga hati menjadi seperti cermin yang jernih dan mampu memantulkan cahaya Tuhan.

Barangkali ada yang berkeberatan, kata Al-Ghazali, “Tetapi jika manusia telah diciptakan dengan kualitas-kualitas hewan, setan, dan malaikat, bagaimana kita dapat mengetahui bahwa kualitas malaikat merupakan esensi sejatinya, sementara kualitas hewan dan setan hanyalah aksidental dan sementara?”

Baca juga: Imam Al-Ghazali: Mengenal Diri dengan Menyadari Memiliki Jasad dan Hati

Menurut Al-Ghazali, untuk pertanyaan ini, ia jawab bahwa esensi setiap makhluk adalah sesuatu yang tertinggi dalam dirinya dan bersifat khas.

Kuda dan keledai, keduanya adalah hewan pengangkut beban. Namun, kuda lebih unggul karena digunakan untuk peperangan. Jika gagal dalam hal itu, ia pun turun ke tingkatan sekadar hewan beban.

Fakultas tertinggi dalam manusia adalah nalar, yang membuatnya mampu merenungkan Tuhan. Jika fakultas ini mendominasi dirinya, maka ketika mati, ia akan meninggalkan kecenderungan kepada nafsu dan amarah, sehingga memungkinkan dirinya berkawan dengan para malaikat.

Dalam hal memiliki kualitas-kualitas hewani, manusia kalah dibanding banyak hewan. Namun, nalar membuatnya lebih unggul dari mereka, sebagaimana tertulis dalam Al-Qur'an: "Telah Kami tundukkan segala sesuatu di atas bumi untuk manusia" (QS 45:13).

Namun, jika kecenderungan-kecenderungan rendahnya yang menang, maka setelah mati ia akan selamanya terpaku pada bumi dan mendambakan kenikmatan-kenikmatan duniawi.

Selanjutnya, jiwa rasional dalam diri manusia penuh dengan keajaiban pengetahuan dan kekuatan. Dengan itu, manusia menguasai seni dan sains, mampu menempuh jarak dari bumi ke langit secepat kilat, mengatur peredaran langit, dan mengukur jarak antarbintang.

Baca juga: Kisah Sufi Imam Al-Ghazali: Orang yang Mencapai

Dengan itu juga, manusia dapat menangkap ikan dari laut, burung dari udara, dan menundukkan binatang seperti gajah, unta, dan kuda.

Pancainderanya bagaikan lima pintu yang terbuka ke arah dunia luar. Namun, yang paling menakjubkan, hatinya memiliki jendela yang terbuka ke arah dunia roh yang tak kasatmata.

Ketika tidur, saat saluran indera tertutup, jendela ini terbuka dan ia menerima kesan-kesan dari dunia tak kasatmata; kadang-kadang ia bahkan mendapatkan isyarat tentang masa depan.

Hatinya seperti cermin yang memantulkan segala sesuatu yang tergambar dalam Lauhul Mahfuz. Akan tetapi, bahkan dalam tidur, pikiran-pikiran duniawi dapat memburamkan cermin ini, sehingga kesan yang diterima menjadi tidak jelas.

Meskipun demikian, setelah mati, pikiran-pikiran duniawi akan lenyap dan segala sesuatu akan tampak dalam hakikatnya yang telanjang. Al-Qur'an menyatakan: "Telah Kami angkat tirai darimu dan hari ini penglihatanmu amat tajam."

Pembukaan jendela dalam hati menuju dunia tak kasatmata juga bisa terjadi dalam keadaan-keadaan mendekati ilham kenabian, yaitu ketika intuisi timbul dalam pikiran—bukan melalui saluran indera apa pun.

Semakin seseorang memurnikan dirinya dari syahwat jasmani dan memusatkan pikirannya kepada Tuhan, semakin peka ia terhadap intuisi-intuisi tersebut. Orang yang tidak menyadari hal ini tidak berhak menyangkal kebenarannya.

Intuisi seperti ini tidak terbatas hanya pada tingkatan kenabian. Sebagaimana besi, jika cukup dipoles, bisa menjadi cermin—demikian pula pikiran siapa pun, dengan disiplin yang tepat, dapat disiapkan untuk menerima kesan-kesan ilahiah.

Baca juga: Kisah Sufi Imam Al-Ghazali: Tempat Penjual Wangi-wangian

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Ahad 12 Oktober 2025
Imsak
04:07
Shubuh
04:17
Dhuhur
11:43
Ashar
14:45
Maghrib
17:49
Isya
18:58
Lihat Selengkapnya
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan