Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Ahad, 12 Oktober 2025
home masjid detail berita

Abu Nawas dan Monyet Ajaib: Ketika Kecerdikan Mengalahkan Latihan

miftah yusufpati Kamis, 31 Juli 2025 - 04:15 WIB
Abu Nawas dan Monyet Ajaib: Ketika Kecerdikan Mengalahkan Latihan
Kisah ini ringan, menggelitik, tapi mengandung makna dalam. Ilustrasi: Ist
LANGIT7.ID- Di suatu sore yang hangat di kota Baghdad, ketika para pedagang sedang menutup kios dan azan Magrib hampir berkumandang, Abu Nawas berjalan santai menyusuri pasar. Langkahnya ringan, pikirannya bebas. Tak ada agenda. Hanya keinginan mengisi sore dengan udara, suara, dan mungkin, sedikit kelucuan.

Namun langkahnya terhenti ketika melihat kerumunan manusia yang melingkar rapat di tengah jalan. Ada suara riuh, tawa sesekali, dan sesekali seruan kagum. Seorang kawan lama yang kebetulan berjumpa menjelaskan bahwa di tengah kerumunan itu ada pertunjukan keliling. Uniknya, yang menjadi bintang bukan penyanyi, bukan penyair, apalagi pesulap—melainkan seekor monyet ajaib.

“Monyet ajaib?” Abu Nawas mengangkat alis.

“Ya,” sahut kawannya, “Monyet itu bisa mengerti bahasa manusia. Lebih dari itu, dia hanya mau tunduk pada tuannya. Tidak pada siapa pun.”

Abu Nawas mengelus jenggot. Ada rasa penasaran yang muncul, juga dorongan usil yang tak tertahankan. Ia menyelinap masuk ke tengah kerumunan, menanti gilirannya untuk melihat, atau mungkin mengalahkan, monyet yang disebut-sebut lebih pintar dari beberapa menteri kerajaan.

Baca juga: Kisah Abu Nawas dan Misteri Telur Ayam

Sang pemilik monyet, lelaki tambun dengan sorban kusut, berdiri penuh percaya diri. “Siapa pun yang bisa membuat monyet ini mengangguk, akan saya beri hadiah uang satu pundi!” serunya. Para penonton bersorak. Satu per satu mencoba berbagai cara: dari membujuk manis, mengancam, bahkan berdialog panjang. Tapi sang monyet hanya menggeleng keras kepala. Tak satu pun berhasil.

Sampai akhirnya Abu Nawas maju ke depan. Dengan tenang dan suara lembut ia bertanya kepada sang monyet:
“Tahukah engkau siapa aku?”
Monyet menggeleng.

“Apakah engkau tidak takut kepadaku?”
Monyet tetap menggeleng.

“Apakah engkau takut kepada tuanmu?” tanya Abu Nawas sambil mengarahkan pandangan pada pemiliknya.
Monyet ragu sejenak, lalu mengangguk pelan.

“Bila engkau tetap keras kepala, akan kulaporkan pada tuanmu, dan kau tahu akibatnya…” ucap Abu Nawas dengan nada mengancam.

Monyet itu mulai gugup. Ia pun mengangguk-angguk.

Baca juga: Menunggangi Hujan Bersama Abu Nawas: Ketika Akal Lebih Tajam dari Kecepatan Kuda Raja

Sorak penonton menggema. Abu Nawas menang, dan ia pun pulang dengan sekantong uang. Pemilik monyet malu bukan main. Di malam harinya, ia menghajar monyet malang itu sambil bersumpah: besok, ia akan membalikkan keadaan. Maka sejak subuh, monyet dilatih mati-matian. Kali ini, apapun yang terjadi, ia harus mengangguk pada semua pertanyaan. Bahkan ancaman sekalipun.

Hari berikutnya, pertunjukan kembali digelar. Tantangannya berubah: siapa bisa membuat monyet **menggeleng** akan diberi hadiah besar. Penonton pun kembali mencoba. Mereka mencecar, mengintimidasi, bahkan mencoba membingungkan sang monyet. Tapi hasilnya sama: sang monyet **hanya mengangguk-angguk**, seakan lupa cara menggeleng.

Tibalah giliran Abu Nawas. Ia naik ke atas panggung, kali ini membawa dua bungkusan misterius. Ia kembali mendekati sang monyet, lalu bertanya:

“Tahukah engkau siapa aku?”
Monyet mengangguk.

“Apakah engkau tidak takut kepadaku?”
Monyet tetap mengangguk.

“Apakah engkau takut pada tuanmu?”
Monyet semakin semangat mengangguk.

Baca juga: Keadilan Abu Nawas: Lalat-Lalat yang Membuka Mata Raja

Abu Nawas mengeluarkan bungkusan kecil. Ia buka perlahan, mengeluarkan balsam panas. Ia dekatkan ke hidung sang monyet. “Tahukah kau, apa isi bungkusan ini?”

Monyet tetap mengangguk.

“Bolehkan aku menggosokkan balsam ini ke selangkangmu?”
Monyet tanpa pikir panjang, mengangguk lagi.

Abu Nawas pun mulai mengoleskan balsam itu perlahan. Seketika, wajah monyet berubah. Ia melonjak kecil, gelisah. Lalu Abu Nawas mengeluarkan bungkusan kedua, kali ini lebih besar.
“Kalau begitu, bagaimana kalau aku menghabiskan seluruh balsam ini ke tubuhmu?

Monyet yang tadi semangat mengangguk, tiba-tiba menggeleng cepat-cepat, sambil mundur dengan cemas. Penonton meledak tertawa. Sang pemilik monyet menepuk jidatnya. Sekali lagi, ia kalah telak dari akal licin Abu Nawas.

Maka sore itu, sekali lagi, uang berpindah ke tangan Abu Nawas. Ia berjalan pulang santai, tak jauh beda dari sore sebelumnya, sambil bersiul kecil.

“Ah, jangankan monyet,” gumamnya, “manusia paling cerdik saja bisa dikecoh… asal tahu titik lemahnya.”

Baca juga: Ketika Abu Nawas Menjadikan Humor sebagai Senjata Hukum

----

Kisah ini, seperti banyak kisah Abu Nawas lainnya, menyimpan pelajaran berharga yang terselip dalam kelucuan dan kecerdikannya. Berikut beberapa hikmah yang bisa dipetik:

1. Kecerdasan Lebih Penting dari Kekerasan

Abu Nawas tidak mengandalkan kekuatan fisik atau paksaan untuk mengalahkan monyet yang dilatih keras. Ia menggunakan akalnya. Ini mengajarkan bahwa persoalan rumit kadang lebih mudah diselesaikan dengan kecerdasan dan keluwesan berpikir daripada kekerasan atau emosi.

2. Memahami Lawan Adalah Kunci Keberhasilan

Dalam kedua kesempatan, Abu Nawas menang bukan karena melawan, tapi karena memahami situasi: monyet tunduk pada tuannya dan takut pada hukuman. Ia menyesuaikan pendekatannya dengan kondisi tersebut. Ini mengajarkan pentingnya mengenal karakter dan motivasi lawan atau tantangan sebelum bertindak.

Baca juga: Abu Nawas Menolak Jabatan, Naik Pisang Jadi Kuda

3. Kekuatan Humor dalam Menyampaikan Kebenaran

Dengan gaya yang jenaka, Abu Nawas menyingkap kepalsuan kehebatan monyet itu—dan secara tidak langsung, kesombongan pemiliknya. Humor menjadi alat untuk menyampaikan sindiran sosial tanpa menimbulkan kebencian.

4. Jangan Terlalu Percaya pada Tampilan Luar

Monyet itu dilatih untuk terlihat cerdas, padahal tetap bisa dikelabui. Sama halnya dalam hidup: seseorang atau sesuatu yang terlihat hebat dari luar, bisa saja punya kelemahan tersembunyi. Maka berhati-hatilah menilai hanya dari tampak luar.

5. Ketakutan Bisa Membutakan Akal

Ketika rasa takut menguasai, bahkan makhluk paling terlatih pun bisa kehilangan prinsipnya. Monyet yang dilatih untuk mengangguk akhirnya menggeleng karena takut. Ini menjadi pengingat bahwa rasa takut yang tak dikelola bisa membuat siapa pun tergelincir.

Kisah ini ringan, menggelitik, tapi mengandung makna dalam: bahwa akal sehat, empati, dan kecerdasan jauh lebih tajam dari sekadar latihan atau ketakutan. Dan bahwa dalam hidup, kadang untuk menang, kita cukup tahu kapan harus bertanya… dan bagaimana bertanya.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Ahad 12 Oktober 2025
Imsak
04:07
Shubuh
04:17
Dhuhur
11:43
Ashar
14:45
Maghrib
17:49
Isya
18:58
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Jumu'ah:8 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ اِنَّ الْمَوْتَ الَّذِيْ تَفِرُّوْنَ مِنْهُ فَاِنَّهٗ مُلٰقِيْكُمْ ثُمَّ تُرَدُّوْنَ اِلٰى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ࣖ
Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
QS. Al-Jumu'ah:8 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan